Direkonstruksi, Janger Menyali Tampil di PKB
Setelah berhasil direkonstruksi pada bulan Februari lalu, kesenian Janger Menyali dari Desa Menyali, Sawan, Buleleng, untuk pertama kalinya tampil dalam perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX tahun 2017.
Libatkan Penari Tua, Gaya Nyentrik dengan Baret dan Kacamata Hitam
DENPASAR, NusaBali
Melibatkan para penari yang sudah berumur tua, Janger Menyali jadi tontonan menarik di Kalangan Angsoka Taman Budaya Bali, Kamis (22/6) siang.
Kostum yang berbeda nampaknya menarik perhatian penonton. Saat satu per satu penari mulai memasuki panggung, sontak para penonton berdatangan. Para penari pria (jipak) menggunakan pakaian yang mirip dengan pakaian tentara. Gaya ini semakin mantap karena ditambah kaca mata hitam. Gaya nyentrik ini pun langsung menyita perhatian penonton. Bahkan tidak sedikit yang rela berdiri menonton pementasan ini karena tidak kebagian tempat duduk.
Tak diketahui secara pasti sejak kapan kesenian Janger di Desa Menyali ini mulai tumbuh. Namun menurut Perbekel Desa Menyali, Made Jaya Harta, Janger Menyali sudah cukup lama berkembang di desanya. Kemudian, mulai dikenal sebagai seni pertunjukan pada tahun 1920-an. Janger Menyali mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1930-an, bahkan sempat diundang pentas di Lombok pada tahun 1938 silam.
“Janger Menyali mulai dikenal sebagai seni pertunjukan pada tahun 1920-an. Tetapi kami meyakini kesenian ini sudah ada sebelum tahun itu, sudah ada sejak zaman pra Hindu. Khusus di Desa Menyali, kesenian janger tergolong sebagai kesenian yang sakral. Bahkan kesenian ini tergolong dalam Tari Sang Hyang,” jelas Jaya Harta.
Lanjutnya, sejak dikenal sebagai seni pertunjukan pada tahun 1921, Tari Janger di Desa Menyali juga diyakini bisa memberikan kesembuhan bagi warga yang menderita sebuah penyakit. Kesenian ini mencapai masa jayanya dari tahun 1930-an hingga tahun 1950-an, dan mulai meredup pada tahun 1972 karena kalah pamor dengan kesenian lain.
“Sekarang kami berupaya mengembalikan seperti apa yang dibuat oleh pendahulu-pendahulu kami, karena lama kelamaan Janger Menyali terkena pengaruh kesenian lain. Upaya rekonstruksi ini telah dimulai sejak bulan Februari lalu, dan kami tunjukkan keunikan-keunikan yang ada, agar lestari dan tidak punah lagi,” imbuhnya.
Janger Menyali memiliki keistimewaan. Beberapa diantaranya terletak pada pakaian atau kostum penari pria yang bak tentara. Mereka mengenakan baret, baju kemeja, selempang, celana pendek, sepatu dan kaos kaki, tanda pangkat, hingga kaca mata. Gaya pakaian itu terkesan kontemporer, namun gaya tersebut sudah digunakan sejak dulu. Konon gaya pakaian itu terinspirasi dari tentara Belanda yang berlabuh di Pelabuhan Buleleng.
Keistimewaan lainnya terletak pada gending. Gending pada Janger Menyali menggunakan Bahasa Bali kuno. Beberapa gending juga memadukan Bahasa Bali Kuno dengan Bahasa Indonesia ejaan yang belum disempurnakan. Sehingga bait-bait lagu terdengar unik.
Budayawan Prof I Made Bandem mengaku bangga dan terharu menyaksikan pementasan tersebut. Pasalnya, Janger Menyali menampilkan lagu-lagu dalam laras slendro, yang merupakan salah satu ciri lagu-lagu rakyat di Bali. Lagunya sangat sederhana dan memakai sampiran yang mudah dicerna membuat pesan yang diutarakan sampai ke penonton.
Menurutnya, tidak masalah jika selalu ada perkembangan kesenian. Karena kesenian selalu mengikuti zaman, dan akan memliki sejarah tersendiri. Hanya saja dia berharap, pengembangan-pengembangan itu harus tetap menjaga akarnya.
“Soal pakaian tidak masalah, karena selalu ada perkembangan yang disesuaikan dengan konteks yang ada. Saya rasa ini sudah cukup serasi. Ke depan, ada bagian-tarian tarian yang bisa dihidupkan oleh anak-anak muda nanti, namun tetap mempertahankan gaya dan stylenya,” terangnya.in
Komentar