PN Denpasar Tanggapi Vonis ‘Miring’ Dosen Cabul
Salah satu pertimbangan karena terdakwa Ferdinandus dan keluarga korban sudah saling memaafkan. Ferdinandus dinilai menjadi tulang punggung keluarganya dan belum pernah dihukum.
DENPASAR, NusaBali
Hukuman miring untuk dosen cabul, Ferdinandus Bele Sole, 38, yang dihukum 5 tahun penjara karena kasus pelecehan anak dibawah umur di toilet area keberangkatan domestik Bandara Ngurah Rai, Tuban, Badung, mendapat tanggapan PN Denpasar.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar itu dipimpin oleh Hakim Ketua Ida Bagus Bamadewa. Hakim menilai Ferdinandus terbukti melanggar Pasal 76 huruf e Undang-undang (UU) tentang Perlindungan Anak.
"Yakni, perbuatan cabul memaksa terhadap dengan tipu muslihat memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul," kata Jubir PN Denpasar Gde Putra Astawa kepada detikBali, Rabu (26/7).
Astawa membeberkan hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim Ketua terkait vonis tersebut, antara lain karena Ferdinandus dan keluarga korban sudah saling memaafkan. Ferdinandus dinilai menjadi tulang punggung keluarganya dan belum pernah dihukum.
Berdasarkan pertimbangan itu, hakim mengabulkan permintaan Ferdinandus untuk mendapat keringanan hukuman yang sudah dibacakan saat sidang agenda pembelaan. Adapun Ferdinandus meminta hukuman tiga tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman pidana penjara selama delapan tahun.
"Antara terdakwa (Ferdinandus) dan orang tua korban sudah saling memaafkan. Terdakwa mengaku menyesal dan dia tulang punggung keluarga. Dia belum pernah dihukum," kata Astawa
"Untuk itu, majelis hakim mengurangi hukuman. Seusai haknya dia minta keringanan hukuman. Jadi divonis hanya lima tahun," imbuhnya.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Eka Sabana Putra mengatakan JPU menyatakan akan mempertimbangkan vonis majelis hakim tersebut. Berdasarkan KUHAP, JPU punya waktu sekurangnya tujuh hari sejak putusan majelis hakim untuk memutuskan apakah akan melakukan langkah hukum selanjutnya. "Ya, KUHAP memberikan waktu tujuh hari kepada para pihak (terdakwa maupun jaksa) untuk menentukan sikap. Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan penuntut umum (JPU). Jadi, penuntut umum menyatakan pikir-pikir pada saat sidang putusan merupakan suatu hal yang biasa," kata Eka.
Seperti diketahui, kasus ini bermula saat anak korban bersama kedua orangtuanya, hendak bertolak ke Jakarta sekitar pukul 16.00 Wita. Saat itu, terdakwa mengikuti korban saat hendak masuk ke toilet. Korban sempat melihat terdakwa namun tidak curiga karena dianggap sama-sama akan ke toilet. Usai buang air kecil, terdakwa menarik tangan korban ke kamar mandi. Terdakwa lantas memaksa korban membuka celananya meski sempat ditolak.
Habis melampiaskan nafsunya, terdakwa keluar kamar mandi duluan. Dalam kondisi masih ketakutan korban yang diminta terdakwa bersembunyi di kamar mandi akhirnya nekat keluar dan melaporkan peristiwa yang dialaminya pada orang tuanya. Orangtua korban yang tidak terima lalu melaporkan ke pihak keamanan setempat. Berbekal rekaman CCTV bandara, terdakwa berhasil ditangkap di hari itu juga. 7 rez
Hukuman miring untuk dosen cabul, Ferdinandus Bele Sole, 38, yang dihukum 5 tahun penjara karena kasus pelecehan anak dibawah umur di toilet area keberangkatan domestik Bandara Ngurah Rai, Tuban, Badung, mendapat tanggapan PN Denpasar.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar itu dipimpin oleh Hakim Ketua Ida Bagus Bamadewa. Hakim menilai Ferdinandus terbukti melanggar Pasal 76 huruf e Undang-undang (UU) tentang Perlindungan Anak.
"Yakni, perbuatan cabul memaksa terhadap dengan tipu muslihat memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul," kata Jubir PN Denpasar Gde Putra Astawa kepada detikBali, Rabu (26/7).
Astawa membeberkan hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim Ketua terkait vonis tersebut, antara lain karena Ferdinandus dan keluarga korban sudah saling memaafkan. Ferdinandus dinilai menjadi tulang punggung keluarganya dan belum pernah dihukum.
Berdasarkan pertimbangan itu, hakim mengabulkan permintaan Ferdinandus untuk mendapat keringanan hukuman yang sudah dibacakan saat sidang agenda pembelaan. Adapun Ferdinandus meminta hukuman tiga tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman pidana penjara selama delapan tahun.
"Antara terdakwa (Ferdinandus) dan orang tua korban sudah saling memaafkan. Terdakwa mengaku menyesal dan dia tulang punggung keluarga. Dia belum pernah dihukum," kata Astawa
"Untuk itu, majelis hakim mengurangi hukuman. Seusai haknya dia minta keringanan hukuman. Jadi divonis hanya lima tahun," imbuhnya.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Eka Sabana Putra mengatakan JPU menyatakan akan mempertimbangkan vonis majelis hakim tersebut. Berdasarkan KUHAP, JPU punya waktu sekurangnya tujuh hari sejak putusan majelis hakim untuk memutuskan apakah akan melakukan langkah hukum selanjutnya. "Ya, KUHAP memberikan waktu tujuh hari kepada para pihak (terdakwa maupun jaksa) untuk menentukan sikap. Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan penuntut umum (JPU). Jadi, penuntut umum menyatakan pikir-pikir pada saat sidang putusan merupakan suatu hal yang biasa," kata Eka.
Seperti diketahui, kasus ini bermula saat anak korban bersama kedua orangtuanya, hendak bertolak ke Jakarta sekitar pukul 16.00 Wita. Saat itu, terdakwa mengikuti korban saat hendak masuk ke toilet. Korban sempat melihat terdakwa namun tidak curiga karena dianggap sama-sama akan ke toilet. Usai buang air kecil, terdakwa menarik tangan korban ke kamar mandi. Terdakwa lantas memaksa korban membuka celananya meski sempat ditolak.
Habis melampiaskan nafsunya, terdakwa keluar kamar mandi duluan. Dalam kondisi masih ketakutan korban yang diminta terdakwa bersembunyi di kamar mandi akhirnya nekat keluar dan melaporkan peristiwa yang dialaminya pada orang tuanya. Orangtua korban yang tidak terima lalu melaporkan ke pihak keamanan setempat. Berbekal rekaman CCTV bandara, terdakwa berhasil ditangkap di hari itu juga. 7 rez
1
Komentar