7 Bulan Terdata 400 Kasus Perceraian di Buleleng
Rentan Dialami Pasangan Usia Muda
SINGARAJA, NusaBali - Pengadilan Negeri (PN) Singaraja mencatat ada sebanyak 400 perkara perceraian selama tujuh bulan terakhir.
Dari Sejumlah kasus perceraian yang disidangkan didominasi karena faktor ekonomi yang mempengaruhi. Menariknya, sebagian besar kasus perceraian ini terjadi di usia rumah tangga yang terbilang masih muda.
Juru Bicara PN Singaraja, I Gusti Made Juli Artawan mengatakan perkara perceraian hampir tiap tahun selalu berada di rangking teratas untuk kategori perdata. Sepanjang bulan Januari hingga akhir Juli 2023, terdapat 457 perkara perdata, dan 400 perkara di antaranya merupakan perkara perceraian.
"Sampai Juli ini ada 400 perkara perceraian yang ditangani PN Singaraja dan 300 perkara sudah diputus, sisanya masih ada yang berproses. Perceraian memang mendominasi perkara perdata. Tahun lalu dari sekitar 1.000-an perkara perdata dalam setahun, 600 di antaranya merupakan perkara perceraian," ujarnya, Minggu (30/7).
Gusti Artawan mengungkapkan, perkara perceraian yang masuk di PN Singaraja mayoritas merupakan cerai gugat atau pihak istri yang menggugat. Sedangkan mengenai penyebabnya, kebanyakan karena perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Ekonomi memicu disharmoni dalam rumah tangga.
"Alasan terbanyak terjadi percekcokan. Karena suami tidak bekerja kemudian menelantarkan istri dengan alasan ekonomi. Ada juga yang dipicu orang ketiga atau perselingkuh. Penyebab lainnya karena hubungan jarak jauh, ditinggal ke luar negeri dan pulang-pulang mengajukan cerai," ungkapnya.
Sebagian besar kasur perceraian ini terjadi pada pasangan usia muda. Rata-rata pasangan yang menggugat cerai di rentang usia 20-an sampai 30-an dengan usia perkawinan sekitar 5 tahunan. "Masa riskan perkawinan memang di usia 1 sampai 5 tahun karena masih penyesuaian. Kalau pasangan usia 40-an ke atas yang mengajukan perceraian ada, tapi tidak banyak, mungkin hanya 10 persen," jelas Gusti Artawan.
Beberapa kasus perceraian pada pasangan muda ini terjadi lantaran tidak dikaruniai keturunan. Selama proses mediasi, hakim pengadilan menyarankan untuk mempertahankan perceraian. "Karena setelah diperiksa dokter menyatakan sehat. Mungkin tahun berikutnya diberi keturunan. Namun karena sudah cekcok tetap bersikeras cerai," katanya.
Dari semua perkara yang masuk, lanjut Gusti Artawan, tidak serta merta langsung disidangkan. Namun pihak pengadilan lebih dahulu memediasi kedua belah pihak. Mediasi dilakukan sebagai upaya memperbaiki kedua belah pihak agar mempertahankan pernikahan. Tidak semua perkara diputsukan cerai, ada juga yang berhasil dimediasi. Selama proses mediasi itu, gugatan cerai masih bisa dicabut.
"Mediasi wajib dilakukan sebelum sidang perkara, namun hanya bisa dilakukan jika kedua pasangan datang. Sampai ketiga tidak hadir lanjut ke sidang. Jika kedua belah pihak hadir akan dimediasi dulu. Proses mediasi berlangsung selama 30 hari dan bisa diperpanjang," tukas dia. 7mzk
Juru Bicara PN Singaraja, I Gusti Made Juli Artawan mengatakan perkara perceraian hampir tiap tahun selalu berada di rangking teratas untuk kategori perdata. Sepanjang bulan Januari hingga akhir Juli 2023, terdapat 457 perkara perdata, dan 400 perkara di antaranya merupakan perkara perceraian.
"Sampai Juli ini ada 400 perkara perceraian yang ditangani PN Singaraja dan 300 perkara sudah diputus, sisanya masih ada yang berproses. Perceraian memang mendominasi perkara perdata. Tahun lalu dari sekitar 1.000-an perkara perdata dalam setahun, 600 di antaranya merupakan perkara perceraian," ujarnya, Minggu (30/7).
Gusti Artawan mengungkapkan, perkara perceraian yang masuk di PN Singaraja mayoritas merupakan cerai gugat atau pihak istri yang menggugat. Sedangkan mengenai penyebabnya, kebanyakan karena perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Ekonomi memicu disharmoni dalam rumah tangga.
"Alasan terbanyak terjadi percekcokan. Karena suami tidak bekerja kemudian menelantarkan istri dengan alasan ekonomi. Ada juga yang dipicu orang ketiga atau perselingkuh. Penyebab lainnya karena hubungan jarak jauh, ditinggal ke luar negeri dan pulang-pulang mengajukan cerai," ungkapnya.
Sebagian besar kasur perceraian ini terjadi pada pasangan usia muda. Rata-rata pasangan yang menggugat cerai di rentang usia 20-an sampai 30-an dengan usia perkawinan sekitar 5 tahunan. "Masa riskan perkawinan memang di usia 1 sampai 5 tahun karena masih penyesuaian. Kalau pasangan usia 40-an ke atas yang mengajukan perceraian ada, tapi tidak banyak, mungkin hanya 10 persen," jelas Gusti Artawan.
Beberapa kasus perceraian pada pasangan muda ini terjadi lantaran tidak dikaruniai keturunan. Selama proses mediasi, hakim pengadilan menyarankan untuk mempertahankan perceraian. "Karena setelah diperiksa dokter menyatakan sehat. Mungkin tahun berikutnya diberi keturunan. Namun karena sudah cekcok tetap bersikeras cerai," katanya.
Dari semua perkara yang masuk, lanjut Gusti Artawan, tidak serta merta langsung disidangkan. Namun pihak pengadilan lebih dahulu memediasi kedua belah pihak. Mediasi dilakukan sebagai upaya memperbaiki kedua belah pihak agar mempertahankan pernikahan. Tidak semua perkara diputsukan cerai, ada juga yang berhasil dimediasi. Selama proses mediasi itu, gugatan cerai masih bisa dicabut.
"Mediasi wajib dilakukan sebelum sidang perkara, namun hanya bisa dilakukan jika kedua pasangan datang. Sampai ketiga tidak hadir lanjut ke sidang. Jika kedua belah pihak hadir akan dimediasi dulu. Proses mediasi berlangsung selama 30 hari dan bisa diperpanjang," tukas dia. 7mzk
1
Komentar