Barang Impor di Marketplace Kena Pajak
Aturan Dagang Online Direvisi
JAKARTA, NusaBali - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan telah menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE. Namun demikian, Permendag tersebut memerlukan harmonisasi dengan kementerian lain, salah satunya dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Ia mengatakan secara garis besar ada tiga poin dalam revisi Permendag 50/2020. Pertama, marketplace dan platform digital baik impor maupun lokal harus memiliki izin dan pajak yang sama. Semua barang impor yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace akan dikenakan pajak layaknya barang lokal.
"Pajak barang impor sama dengan lokal. kalau jualan kan ada pajaknya. Jangan sampai nanti yang platform digital nggak bayar pajak. Matilah kita," kata pria yang akrab disapa Zulhas dalam keterangan tertulis, Rabu (2/8) dilansir detikcom.
Kedua, marketplace tidak boleh menjadi produsen. Hal itu dikatakan Zulhas untuk menciptakan persaingan pasar yang sehat. Oleh karena itu marketplace dilarang memproduksi barang yang akan dijual di platformnya.
Ketiga, penetapan batas minimal US$ 100 per unit barang yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace oleh pedagang luar negeri. Hal itu dilakukan untuk melindungi barang-barang UMKM yang dijual di marketplace dari banjirnya produk impor murah.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN Intan Fauzi menyatakan pengaturan perdagangan online, termasuk dalam hal ini mengantisipasi dampak Project S TikTok sangat diperlukan.
"Oleh karenanya Intan menyebut bahwa Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) diharapkan segera terbit," katanya.
Bisnis lintas batas atau cross border yang diusung Project S TikTok belakangan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Sebab kehadiran Project S atau TikTok Shop dikhawatirkan dapat mengancam UMKM lokal. Apalagi TikTok merupakan media sosial yang tergabung dengan platform e-commerce di dalamnya, sehingga menjadi platform social commerce.
Intan Fauzi menyebutkan, Project S platform elektronik niaga yang diluncurkan oleh perusahaan induk TikTok secara langsung dapat mengancam tumbuh kembangnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air. Karenanya, ia meminta pihak TikTok untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di Indonesia.
"Perdagangan online di Indonesia diatur dalam Permendag 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Semuanya harus mengikuti aturan tanpa kecuali," menurut Intan.
Dia menyatakan, DPR memberikan perhatian terhadap perlindungan UMKM dalam negeri. Kehadiran TikTok Shop dikhawatirkan akan semakin mempersulit tumbuh kembangnya UMKM Tanah Air pasca pandemi COVID-19. Terlebih konsumen tidak bisa membedakan mana produk lokal dan mana produk impor.
"Pelaku usaha dalam negeri harus mendapatkan perlindungan, jangan sampai kehadiran TikTok Shop mematikan UMKM dalam negeri disaat mereka mulai bangkit setelah dihantam badai pandemi COVID-19," ujar Intan Fauzi. 7
"Pajak barang impor sama dengan lokal. kalau jualan kan ada pajaknya. Jangan sampai nanti yang platform digital nggak bayar pajak. Matilah kita," kata pria yang akrab disapa Zulhas dalam keterangan tertulis, Rabu (2/8) dilansir detikcom.
Kedua, marketplace tidak boleh menjadi produsen. Hal itu dikatakan Zulhas untuk menciptakan persaingan pasar yang sehat. Oleh karena itu marketplace dilarang memproduksi barang yang akan dijual di platformnya.
Ketiga, penetapan batas minimal US$ 100 per unit barang yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace oleh pedagang luar negeri. Hal itu dilakukan untuk melindungi barang-barang UMKM yang dijual di marketplace dari banjirnya produk impor murah.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN Intan Fauzi menyatakan pengaturan perdagangan online, termasuk dalam hal ini mengantisipasi dampak Project S TikTok sangat diperlukan.
"Oleh karenanya Intan menyebut bahwa Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) diharapkan segera terbit," katanya.
Bisnis lintas batas atau cross border yang diusung Project S TikTok belakangan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Sebab kehadiran Project S atau TikTok Shop dikhawatirkan dapat mengancam UMKM lokal. Apalagi TikTok merupakan media sosial yang tergabung dengan platform e-commerce di dalamnya, sehingga menjadi platform social commerce.
Intan Fauzi menyebutkan, Project S platform elektronik niaga yang diluncurkan oleh perusahaan induk TikTok secara langsung dapat mengancam tumbuh kembangnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air. Karenanya, ia meminta pihak TikTok untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di Indonesia.
"Perdagangan online di Indonesia diatur dalam Permendag 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Semuanya harus mengikuti aturan tanpa kecuali," menurut Intan.
Dia menyatakan, DPR memberikan perhatian terhadap perlindungan UMKM dalam negeri. Kehadiran TikTok Shop dikhawatirkan akan semakin mempersulit tumbuh kembangnya UMKM Tanah Air pasca pandemi COVID-19. Terlebih konsumen tidak bisa membedakan mana produk lokal dan mana produk impor.
"Pelaku usaha dalam negeri harus mendapatkan perlindungan, jangan sampai kehadiran TikTok Shop mematikan UMKM dalam negeri disaat mereka mulai bangkit setelah dihantam badai pandemi COVID-19," ujar Intan Fauzi. 7
Komentar