Terpaksa Bergelantungan di Pohon Selama 8 Jam
Tiga krama Banjar Menungul, Desa Bajera Utara, Kecamatan Selemadeg, Tabanan terjebak air bah selama 8 jam di Tukad Yeh Otan saat ngayah menangkap ikan untuk pelengkap sarana upacara Nyambutin dan Matatah massal, Senin (26/6) malam.
Tiga Krama Desa Bajera Utara Terjebak Air Bah di Tukad Yeh Otan
TABANAN, NusaBali
Mereka berhasil selamat dari maut dengan memanjat pohon Bunut di tengah sungai. Bahkan, mereka harus bergelantungan di pohon selama 8 jam, sebelum berhasil dievakuasi petugas.
Ketiga krama yang terjebak air bah di Tukad Yeh Otan, kawasan Desa Bajera Utara tersebut masing-masing I Wayan Suyadnyana, 47, I Made Artawan, 27, dan I Nyoman Agung Ariadi, 16. Musibah yang nyaris merenggut nyawa ketiga krama Banjar Menungul, Desa Bajera Utara ini berawal Senin sore sekitar pukul 15.30 Wita, ketika mereka berangkat bersama 7 krama lainnya ke Tukad Yeh Otan. Mereka ngayah mencari ikan nyalian, udang, lindung (belut), dan yuyu (kepiting) untuk pelengkap sarana upacara Manusa Yadnya ‘Nyambutin dan Matatah’ yang akan digelar pada Buda Wage Menail, Rabu (28/6) ini.
Korban Wayan Suyadnyana mengisahkan, saat mereka berangkat ke Tukad Yeh Otan yang berjarak sekitar 500 meter arah barat Bale Banjar Menungul, cuaca sedang gerimis. “Kami berangkat sekitar 10 orang, beberapa anak-anak juga ikut serta. Saya bawa penyetruman (setrum ikan) dan sau,” ungkap Suyadnyana yang ditemui NusaBali saat ngayah di Bale Banjar Menungul, Desa Bajera Utara, Selasa (27/6).
Setibanya di Tukad Yeh Otan yang menjadi batas alam Desa Bajera Utara (Kecamatan Selemadeg) dan Desa Tiying Gading (Kecamatan Selemadeg Barat), hanya 4 orang yang turun ke sungai. Mereka masing-masing Nyoman Agung Ariadi, Made Artawan, I Made Arya Wibawa, 30, dan wayan Suyadnyana sendiri. Sedangkan 6 orang lainnya pilih balik ke bale banjar, karena mulai turun hujan.
“Kami meneruskan nyetrum karena belum dapat yuyu (kepiting). Sedangkan ikan jenis lainnya sudah kami dapatkan,” cerita Suyadnyana yang kesehariannya bekerja sebagai sopir Truk.
Sekitar pukul 16.00 Wita, air sungai di Tukad Yeh Otan mendadak meninggi, dengan arus sangat kuat. Made Arya Wibawa berhasil keluar dari sungai dan menyeberang ke arah barat yang masuk wilayah Desa Tiying Gading, Kecamatan Selemadeg Barat. Saat Arya Wibawa sudah berada di pinggir sungai, debit air Tukad Yeh Otan semakin naik.
Tak pelak, tiga korban yang masih berada di sungai: Suyadnyana, Made Artawan, dan Agung Ariadi terjebak di Tukad Yeh Otan, tanpa mampu menyusul Arya Wibawa ke tepi. Dalam kondisi panik, ketiganya pilih menyelamatkan diri dengan naik ke gundukan tanah, yang tingginya sekkitar 2,5 meter dari dasar sungai. Namun, air bah justru semakin meninggi, melewati gundukan tanah.
Takut terseret air bah, ketiga korban langsung naik ke pohon Bunut yang berada di gundukan tanah tersebut. Suyadnyana yang sudah berkeluarga, memprioritaskan Made Artawan dan Agung Ariadi yang masih bujangan untuk mencari tempat berlindung lebih baik di atas pohon. “Mereka berdua lebih nyaman, karena bisa duduk di dahan pohon. Sementara saya tidak dapat tempat, hanya sekuat tenaga memeluk bangsing (akar pohon bunut),” tutur Suyadnyana.
Melihat tiga rekannya terjebak di tengah sungai dan berlindung di pohon Bunut, Arya Wibawa yang berada di sebelah barat sungai kemudian menyusuri jalan, lalu menyeberangi jembatan untuk pulang ke Banjar Menungul, Desa Bajera Utara. Arya Wibawa kemudian menginformasikan musibah di Tukad Yeh Otan kepada prajuru banjar dan krama lainnya.
Begitu mendapat laporan, prajuru dan krama banjar kemudian terjun ke Tukad Yeh Otan untuk menyelamatkan trio Suyadnyana, Made Artawan, dan Agung Ariadi yang terjebak air bah dan bergelantungan di pohon Bunut. Namun, upaya evakuasi ketiga korban terkendala oleh derasnya air sungai. Itu sebabnya, musibah ini dilaporkan ke Mapolsek Selemadeg.
Senin malam sekitar pukul 19.00 Wita, Tim SAR, petugas kepolisian, dan BPBD Tabanan tiba di lokasi musibah di Tukad Yeh Otan. Namun, tim gabungan harus berjuang ekstra keras selama 5 jam hingga tengah malam pukul 24.00 Wita untuk mengevakuasi ketiga korban dari pohon Bunut di tengah sungai.
Malam itu, tim gabungan terlebih dulu mengevakuasi korban Agung Ariadi dan Artawan karena punya masa depan lebih panjang. Setelah keduanya dievakuasi dari atas pohon Bunut, barulah tim gabungan mengevakuasi Suyadnyana. Mereka dievakuasi dengan cara dipasangi sling dan meluncur di tali. Jadi, Suyadnyana cs sempat terjebak selama 8 jam di tengan sungai, sejak musibah terjadi Senin sores pukul 16.00 Wita hingga diselamatkan tim gabungan.
Setelah berhasil dievakuasi, ketiga korban dibawa berobat ke Puskesmas Selemadeg di Desa Bajera, yang berjarak sekitar 2 kilometer di sebelah selatan Banjar Menungul, Desa Bajera Utara. “Ketiganya berhasil dievakuasi dan dalam keadaan selamat,” ungkap Kapolsek Selemadeg, Kompol Nyoman Sukanada, saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa kemarin.
Sementara itu, korban Wayan Suyadnyana mengisahkan, sebelum bantuan datang malam itu, dia bersama dua rekannya terus mencoba bertahan di atas pohon. “Hujan deras, saya kedinginan dan tenaga hampir habis. Doa terus saya panjatkan agar selamat,” kenang Suyadnyana.
Dalam kondisi kurang menguntungkan, ayah lima anak dari pernikahannya dengan Ni Pu-tu Sariantiasih ini hanya bisa pasrah. Dalam kepasrahan itu, Suyadnyana sempat masesangi (berkaul) akan menghaturkan soda putih kuning maulam bebek sabulu, jika selamat dari maut.
Menurut Suyadnyana, sang istri Putu Sariantiasih bahkan sempat pingsan, mendengar kabar dirinya terjebak air bah di Tukad Yeh Otan. Demikian pula lima putra-putrinya dilanda kepanikan. Apalagi putri pertama dan keduanya, Putu Fitriyanti dan Kadek Meli, akan ikut upacara Matatah massal.
“Sampai sekarang kondisi saya masih lemas. Masih terbayang air bah menerjang kami,” katanya. Suyadnyana amat bersyukur selamat dari maut dan bisa menyaksikan kedua putrinya menjalani upacara Matatah di bale banjar, hari ini.
Sedangkan korban Made Artawan mengatakan, saat ikut ngayah cari ikan di Tukad Yeh Otan sore itu, dirinya berada di belakang Suyadnyanya. Sedangkan di belakang dirinya adalah Agung Ariadi. Made Aryawan dan Agung Ariadi tidak bawa apa-apa, hanya Suyadnyana yang bawa setrum dan sau. “Awalnya tidak ada suara gemuruh air. Namun, tiba-tiba air sungai terus meninggi dan arusnya kuat. Kami naik ke sekak (gundukan tanah),” cerita Artawan yang ditemui terpisah di rumahnya, Selasa kemarin.
Menurut putra bungsu dari dua saudara keluarga pasangan I Wayan Nyuaja dan Ni Wa-yan Srinteg ini, dirinya terpaksa naik pohon Bunut karena air sungai terus meninggi hingga gundukan tanah tak terlihat lagi. Saat duduk di atas pohon Bunut, alumnus SMK Saraswati Tabanan ini sempat mengambil daun Jaka (enau) untuk dijadikan payung.
Bujangan yang kesehariannya sebagai montir ini mencoba bertahan dan baru memikirkan pulang ke rumah keesokan paginya, setelah air sungai surut. “Kami bertahan dalam kondisi kehujanan,” tutur Artawan. Gara-gara terjebak selama 8 jam di atas pohon sambil diguyur hujan, Artawan mengaku masih kedinginan.
Sebaliknya, korban Agung Ariadi belum bisa dimintai keterangannya, karena remaja tamatan SMPN 1 Selemadeg ini kemarin tak ada di rumahnya. Menurut sang ayah, Made Puspa Mahayana, kondisi Agung Ariadi sudah bagus. Puspa Mahayana sendiri tak berani ikut serta ke Tukad Yeh Otan untuk membantu evakuasi putra ketiganya, Senin malam, karena punya riwayat tekanan darah tinggi. Puspa Mahayana mengaku shock sepulang dari ngarit (menyabit rumput), setelah mendapat kabar putranya terjebak air bah.
Sementara, Kelian Dinas Banjar Menungul, Desa Bajera Utara, I Wayan Sugata menceritakan warganya memang bergotong royong cari ikan perlengkapan sarana upacara di Tukad Yeh Otan, Senin sore. Mereka cari ikan untuk sarana upacara Manusa Yadnya ‘Nyambutin dan Matatah’ yang digelar krama banjar, hari ini. Upacara Nyambutin diikuti 19 orang, sementara Matatah massal diikuti 18 orang.
“Dalam gotong royong mencari ikan di Tukad Yeh Otan, tiga warga kami terjebak air bah. Tengah malam sekitar pukul 24.00 Wita, barulah mereka bisa dievakuasi,” jelas Wayan Sugata, Selasa kemarin. *k21
Komentar