Alternatif Pengganti Gedebong Pisang untuk Pertunjukan Wayang
Jro Dalang I Gede Suartana ‘Wayang Pancadatu’ Perkenalkan Kayu Mepulas Gedebong
Inovasi ini dilatar belakangi perkembangan zaman ketika semakin sedikit warga menanam pohon pisang di pekarangan rumah, sehingga sulit mencari gedebong pisang untuk upakara
GIANYAR, NusaBali
Jro Dalang Drs I Gede Suartana yang memiliki Hak Cipta atas Wayang Pancadatu, memperkenalkan gedebong modern. Disebut modern karena gedebong ini berbahan kayu yang dipulas menyerupai gedebong pisang.
Dalang yang juga perajin perak asal Banjar/Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini mengatakan kreativitasnya ini akan dimohonkan hak kekayaan intelektual. "Saya ingin memperkenalkan desain baru gedebong kayu," ungkapnya usai mempertontonkan pertunjukan wayang peteng saat Piodalan di Pura Dalem Sukaluwih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, bertepatan dengan hari raya Galungan pada Buda Kliwon Dungulan, Rabu (2/8) malam.
Jro Dalang mengungkapkan, inovasi pembuatan gedebong kayu ini dilatar belakangi oleh perkembangan zaman. Ketika semakin sedikit warga yang menanam pohon pisang di pekarangan rumah, menyebabkan mulai sulit mencari gedebong pisang untuk keperluan upakara. "Dengan memakai gedebong kayu untuk meringankan yang menanggap wayang dan tidak menebang pohon pisang besar yang akan berbuah," jelasnya.
Jro Dalang berharap inovasi ini dapat membangkitkan kembali tradisi wayang peteng. Agar selalu eksis, tidak pernah usang karena umur. "Tak lekang karena panas dan tak lapuk karena dinginnya zaman," ujarnya. Dasar kayu dilubangi dan dicat. "Gedebong itu simbol bumi, saya buat ini karena saat ini semakin sulit cari pohon pisang yang besar. Apalagi kasihan harus ditebang saat sedang berbuah. Jadi menurut saya, kayu sudah bergambar gedebong ini akan sangat membantu," jelasnya.
Jro Dalang Drs I Gede Suartana yang memiliki Hak Cipta atas Wayang Pancadatu, memperkenalkan gedebong modern. Disebut modern karena gedebong ini berbahan kayu yang dipulas menyerupai gedebong pisang.
Dalang yang juga perajin perak asal Banjar/Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini mengatakan kreativitasnya ini akan dimohonkan hak kekayaan intelektual. "Saya ingin memperkenalkan desain baru gedebong kayu," ungkapnya usai mempertontonkan pertunjukan wayang peteng saat Piodalan di Pura Dalem Sukaluwih, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, bertepatan dengan hari raya Galungan pada Buda Kliwon Dungulan, Rabu (2/8) malam.
Jro Dalang mengungkapkan, inovasi pembuatan gedebong kayu ini dilatar belakangi oleh perkembangan zaman. Ketika semakin sedikit warga yang menanam pohon pisang di pekarangan rumah, menyebabkan mulai sulit mencari gedebong pisang untuk keperluan upakara. "Dengan memakai gedebong kayu untuk meringankan yang menanggap wayang dan tidak menebang pohon pisang besar yang akan berbuah," jelasnya.
Jro Dalang berharap inovasi ini dapat membangkitkan kembali tradisi wayang peteng. Agar selalu eksis, tidak pernah usang karena umur. "Tak lekang karena panas dan tak lapuk karena dinginnya zaman," ujarnya. Dasar kayu dilubangi dan dicat. "Gedebong itu simbol bumi, saya buat ini karena saat ini semakin sulit cari pohon pisang yang besar. Apalagi kasihan harus ditebang saat sedang berbuah. Jadi menurut saya, kayu sudah bergambar gedebong ini akan sangat membantu," jelasnya.
Baginya, penggunaan kayu sebagai Gedebong wayang tidaklah berlebihan. "Keduanya sama-sama sebagai simbol tanah, simbol bumi," terangnya yang juga meracik minyak wayang peteng menjadi Minyak Wayang Tualen Pancadatu ini.
Untuk diketahui, Jro Dalang Gede Suartana merupakan Pemegang Hak Cipta Desain Wayang Pancadatu. Terkait minyak wayang, bahwa zaman dahulu diyakini secara niskala sebagai obat. Masyarakat biasanya nunas beberapa tetes minyak wayang dari Damar Blencong Jro Dalang setelah pertunjukan wayang peteng (malam hari, red) selesai.
Ekstrak minyak wayang yang ditunas itupun kemudian dicampur dengan minyak tanusan asli setiba di rumah. Oleh masyarakat zaman dahulu, racikan ini biasa dipakai minyak urut. Umpamanya sebagai penurun panas diisi bawang merah, untuk penghangat diisi jahe merah, sere, isin ceraken. Namun di era globalisasi saat ini, hiburan masyarakat semakin banyak. Sehingga pertunjukan wayang peteng kurang menarik lagi bagi penonton. Dalang Gede Suartana pun mengungkapkan bahwa saat ini pertunjukan wayang peteng cukup langka. Dengan meracik minyak wayang, pemilik Mar's Artshop dan Maramis’S Artshop ini berharap keyakinan masyarakat zaman dahulu tentang khasiat minyak wayang ini tetap terjaga.
"Saya rasakan itu. Mengingat sekarang jarang ada wayang tradisi peteng, jadi jarang pakai damar blencong. Ngaben saja tidak ada wayang peteng. Kalau dulu Ngaben dan Nyekah pasti diadakan wayang peteng karena ada kaitannya juga untuk nunas Tirta Sudamala, itu tirta utama," ungkapnya. Minyak yang sudah diracik memadukan unsur sekala niskala ini dikemas dalam botol 25 ml. Telah mendapatkan izin BPOM RI POM TR226051141 bisa didapatkan di apotek. Diproduksi oleh PT Vision Bali, Denpasar.
"Minyak urut ini perpaduan minyak tanusan asli yang sudah diproses hangat. Sekalinya ngeramu terdiri jahe merah pohon bokasi, sere, cengkeh dan bahan penghangat lainnya. Perpaduan sekala niskala," jelasnya. Dipercaya dapat membantu meredakan sakit pinggang, hangatkan lemaskan otot menjelang Olga, jelang akitivitas, digigit serangga. "Pilek, sakit kepala. Keseleo, perut kembung. Dan sangat cocok bagi orang yang lahir di wuku wayang," terangnya. Keberadaan minyak wayang ini pula, sejalan dengan pengukuhan pengurus Gotra Pangusada Bali yang selaras dengan ekonomi Kerthi Bali melalui kebijakan peraturan Gubernur Bali No.55 Tahun 2019 tentang pelayananan kesehatan tradisional Bali dan Peraturan Daerah Provinsi Bali No.6 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan kesehatan. 7 nvi
1
Komentar