Kadisdikpora Diperiksa Tim Penyidik Kejagung
Terkait Kasus Dugaan Gratifikasi Mantan Kajari Buleleng
SINGARAJA, NusaBali - Ditetapkannya mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng, Fahrur Rozi sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menyeret sejumlah pejabat hingga mantan Perbekel di Buleleng.
Setelah Sekda Buleleng Gede Suyasa, kini giliran Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadisdikpora) Kabupaten Buleleng Made Astika diperiksa tim penyidik Kejagung.
Astika diperiksa pada, Selasa (8/8) di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng. Pemeriksaan berlangsung selama sekitar lima jam sejak pukul 15.30 Wita hingga 20.30 Wita. Seperti diketahui, Fahrur Rozi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 24 miliar. Fahrur Rozi diduga menerima gratifikasi sejak tahun 2006 hingga 2019 dari Dirut perusahaan penerbitan dan percetakan buku CV Aneka Ilmu, Suswanto. Adapun pengadaan buku itu terjadi di Buleleng pada tahun 2017.
Saat itu, pihak sekolah hingga desa diminta untuk menganggarkan pengadaan buku yang yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS). Fahrur Rozi selama menjabat di Buleleng diduga memaksa sejumlah pejabat hingga Perbekel di Buleleng untuk memuluskan proyek pengadaan perpustakaan sekolah dan desa. Astika sendiri diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan Buleleng yang menjabat pada tahun 2017. Ia dicecar sebanyak 17 pertanyaan oleh penyidik terkait pengadaan buku di sekolah-sekolah. "Saya kooperatif atas panggilan di Kejari Buleleng," ujar Astika ditemui usai pemeriksaan, Selasa malam.
Hanya saja Astika enggan membeberkan terkait pemeriksaan terhadap dirinya. Menurutnya, hal itu menyangkut materi penyidikan dan hanya bisa disampaikan penyidik. "Substansi pemeriksaan tidak boleh, hanya bisa diungkap ke pengadilan. Yang jelas terkait dugaan gratifikasi Pak Suswanto (Dirut CV Aneka Ilmu ke mantan Kajari Buleleng (Fahrur Rozi)," katanya. Astika menyebutkan, proses pengadaan buku memang diizinkan dan diatur di Kemendikbud RI. Setiap tahun sekolah bisa melakukan pengadaan buku tergantung kebutuhan dan dianggarkan sendiri oleh sekolah.
Apakah pada 2017 sekolah-sekolah melakukan pengadaan buku lewat CV Aneka Ilmu, dia enggan menjawab jelas. "Siapa saja yang berjualan boleh. Yang penting memenuhi kriteria," singkatnya. Selain Astika, penyidik Kejagung juga memeriksa Mantan Perbekel Dencarik, Made Suteja yang pada tahun 2017 menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Desa dan Kelurahan (Forkomdeslu) Buleleng. Ia menegaskan, kala itu menolak untuk melakukan pengadaan buku pada tahun anggaran 2017, lantaran takut menjadi masalah saat pemeriksaan anggaran. Pasalnya, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kabupaten sudah final dan tidak menganggarkan pengadaan buku perpustakaan. Sehingga para Perbekel tidak dapat mengubah anggaran untuk pengadaan buku senilai Rp 50 juta. Di samping itu, saat itu di desa-desa belum memiliki gedung perpustakaan.
"Saya bilang saya menolak, karena kami belum punya perpustakaan di desa dan belum menganggarkan itu. Musrenbang sudah final, tidak bisa digeser. Kami bisa terkena masalah, karena salah peruntukan. Tidak ada dana kok dianggarkan untuk membeli buku dan sebagainya. Anggarannya Rp 50 juta per paket," kata dia. Suteja mengaku sempat dipaksa Fahrur Rozi untuk menganggarkan pengadaan perpustakaan desa. Namun, dirinya bersama sejumlah Perbekel saat itu sepakat menolak. Kata dia, akibat penolakan tersebut, dirinya menjadi korban kesewenangan jabatan Fahrur Rozi. Suteja dijerat kasus korupsi APBDes pada tahun 2015-2016 dan ditahan 1 tahun.
"Itu memang ada dipaksakan seperti itu, saya tolak itu. Karena tidak dianggarkan, di mana ambil dana. Akhirnya beliau (Fahrur Rozi) marah sama saya pada saat itu. Sehingga ada kriminalisasi. Setelah itu jadi mengefek ke Perbekel yang lain, ketakutan di tahun 2018 akhirnya dianggarkan untuk pengadaan buku," tukas dia.
Sementara itu, Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada membenarkan penydik Kejagung meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus eks Kajari Buleleng, Fahrur Rozi. Namun, pihaknya tidak bisa menyampaikan lebih lanjut terkait pemeriksaan tersebut. Sebab, penanganannya ada pada Kejagung.
"Terkait substansi pemeriksaannya saya tidak bisa sampaikan. Karena ranah penanganannya ada di Kejagung. Pihak Kejagung hanya meminjam tempat di Kejari Buleleng untuk pemeriksaan selama tiga hari," katanya singkat. 7 mzk
Astika diperiksa pada, Selasa (8/8) di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng. Pemeriksaan berlangsung selama sekitar lima jam sejak pukul 15.30 Wita hingga 20.30 Wita. Seperti diketahui, Fahrur Rozi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 24 miliar. Fahrur Rozi diduga menerima gratifikasi sejak tahun 2006 hingga 2019 dari Dirut perusahaan penerbitan dan percetakan buku CV Aneka Ilmu, Suswanto. Adapun pengadaan buku itu terjadi di Buleleng pada tahun 2017.
Saat itu, pihak sekolah hingga desa diminta untuk menganggarkan pengadaan buku yang yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS). Fahrur Rozi selama menjabat di Buleleng diduga memaksa sejumlah pejabat hingga Perbekel di Buleleng untuk memuluskan proyek pengadaan perpustakaan sekolah dan desa. Astika sendiri diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan Buleleng yang menjabat pada tahun 2017. Ia dicecar sebanyak 17 pertanyaan oleh penyidik terkait pengadaan buku di sekolah-sekolah. "Saya kooperatif atas panggilan di Kejari Buleleng," ujar Astika ditemui usai pemeriksaan, Selasa malam.
Hanya saja Astika enggan membeberkan terkait pemeriksaan terhadap dirinya. Menurutnya, hal itu menyangkut materi penyidikan dan hanya bisa disampaikan penyidik. "Substansi pemeriksaan tidak boleh, hanya bisa diungkap ke pengadilan. Yang jelas terkait dugaan gratifikasi Pak Suswanto (Dirut CV Aneka Ilmu ke mantan Kajari Buleleng (Fahrur Rozi)," katanya. Astika menyebutkan, proses pengadaan buku memang diizinkan dan diatur di Kemendikbud RI. Setiap tahun sekolah bisa melakukan pengadaan buku tergantung kebutuhan dan dianggarkan sendiri oleh sekolah.
Apakah pada 2017 sekolah-sekolah melakukan pengadaan buku lewat CV Aneka Ilmu, dia enggan menjawab jelas. "Siapa saja yang berjualan boleh. Yang penting memenuhi kriteria," singkatnya. Selain Astika, penyidik Kejagung juga memeriksa Mantan Perbekel Dencarik, Made Suteja yang pada tahun 2017 menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Desa dan Kelurahan (Forkomdeslu) Buleleng. Ia menegaskan, kala itu menolak untuk melakukan pengadaan buku pada tahun anggaran 2017, lantaran takut menjadi masalah saat pemeriksaan anggaran. Pasalnya, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kabupaten sudah final dan tidak menganggarkan pengadaan buku perpustakaan. Sehingga para Perbekel tidak dapat mengubah anggaran untuk pengadaan buku senilai Rp 50 juta. Di samping itu, saat itu di desa-desa belum memiliki gedung perpustakaan.
"Saya bilang saya menolak, karena kami belum punya perpustakaan di desa dan belum menganggarkan itu. Musrenbang sudah final, tidak bisa digeser. Kami bisa terkena masalah, karena salah peruntukan. Tidak ada dana kok dianggarkan untuk membeli buku dan sebagainya. Anggarannya Rp 50 juta per paket," kata dia. Suteja mengaku sempat dipaksa Fahrur Rozi untuk menganggarkan pengadaan perpustakaan desa. Namun, dirinya bersama sejumlah Perbekel saat itu sepakat menolak. Kata dia, akibat penolakan tersebut, dirinya menjadi korban kesewenangan jabatan Fahrur Rozi. Suteja dijerat kasus korupsi APBDes pada tahun 2015-2016 dan ditahan 1 tahun.
"Itu memang ada dipaksakan seperti itu, saya tolak itu. Karena tidak dianggarkan, di mana ambil dana. Akhirnya beliau (Fahrur Rozi) marah sama saya pada saat itu. Sehingga ada kriminalisasi. Setelah itu jadi mengefek ke Perbekel yang lain, ketakutan di tahun 2018 akhirnya dianggarkan untuk pengadaan buku," tukas dia.
Sementara itu, Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada membenarkan penydik Kejagung meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus eks Kajari Buleleng, Fahrur Rozi. Namun, pihaknya tidak bisa menyampaikan lebih lanjut terkait pemeriksaan tersebut. Sebab, penanganannya ada pada Kejagung.
"Terkait substansi pemeriksaannya saya tidak bisa sampaikan. Karena ranah penanganannya ada di Kejagung. Pihak Kejagung hanya meminjam tempat di Kejari Buleleng untuk pemeriksaan selama tiga hari," katanya singkat. 7 mzk
1
Komentar