4 Anak Berkualitas Pengusung Budaya Bali
Menuju Pelestarian KB Versi Krama Bali
Untuk sekadar mempertahankan jumlah penduduk saat ini yang sekitar 4,3 juta orang dibutuhkan nilai TFR sebesar minimal 2,10. Angka TFR Bali juga diprediksi akan semakin menyusut sampai 1,96 anak per wanita pada 2035 nanti.
DENPASAR, NusaBali
Bali kini dihantui penurunan jumlah populasi penduduk. Kondisi ini akibat nilai kesuburan total atau total fertility rate (TFR) yang terus merosot dalam beberapa tahun terakhir. Gubernur Bali Wayan Koster pun, dalam beberapa waktu belakangan, mengungkapkan keresahannya Bali akan kekurangan pengusung kebudayaannya.
Dalam beberapa kesempatan Gubernur Koster mengungkapkan mulai langkanya siswa sekolah dasar yang menyandang nama Ketut (nama anak keempat) ataupun Nyoman dan Komang (nama anak ketiga). Berbeda dengan nama Putu atau Gede (nama anak pertama) ataupun Kadek dan Made (nama anak kedua) yang masih cukup banyak ditemukan. Padahal mereka tersebut nantinya diharapkan menjadi tulang punggung eksistensi budaya Bali di masa depan. Untuk itu, Gubernur Wayan Koster mengajak masyarakat, khususnya generasi muda Bali calon orangtua, untuk menengok tradisi Bali yang memiliki anak hingga empat orang.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, nilai TFR Bali yang mencerminkan jumlah anak per wanita di Bali terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Nilai TFR Bali menurut sensus BPS tahun 2020 sebesar 2,04 anak per wanita. Karena itu, wajar nama Nyoman/Komang ataupun Ketut mulai jarang ditemui pada anak usia sekolah dasar saat ini.
Padahal untuk sekadar mempertahankan jumlah penduduk saat ini yang sekitar 4,3 juta orang dibutuhkan nilai TFR sebesar minimal 2,10. Angka TFR Bali juga diprediksi akan semakin menyusut sampai 1,96 anak per wanita pada 2035 nanti.
Sampai tahun 2035 nanti jumlah penduduk Bali diperkirakan masih akan meningkat meski laju pertumbuhannya melambat. Jika tidak diintervensi maka jumlah penduduk Bali pada 2047 diperkirakan mengalami kejenuhan dan berlanjut mengalami penurunan jumlah populasi.
Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Provinsi Bali Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa mengatakan data kependudukan yang dirilis BPS tersebut harus dimaknai secara komprehensif. Ia mewanti-wanti seluruh pihak menahan ego sektoral dengan kepentingannya masing-masing.
"Pemecahan persoalan kependudukan adalah multidisiplin, antarsektor. Ego sektoral dalam pembangunan kependudukan mesti dikaji kembali," ujarnya dalam kegiatan 'Sosialisasi Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2020-2035 Hasil Sensus Penduduk 2020', di Sanur, Denpasar, Kamis (10/8).
Menurut akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana tersebut perencanaan pembangunan Bali secara keseluruhan tidak bisa berpaling dari data kependudukan. Ia juga mengingatkan bahwa sumber daya manusia (SDM) Bali yang berkualitas adalah tujuan yang harus dicapai pemangku kepentingan.
Menanggapi kampanye Keluarga Berencana (KB) Krama Bali dengan empat anak, Murjana meminta agar program tersebut dimaknai dengan membangun keluarga berkualitas yang berjalan seiring dengan kuantitasnya. Ia tidak menampik bahwa kearifan lokal Bali yang memiliki anak hingga empat sebagai salah satu solusi untuk menekan penurunan jumlah penduduk produktif Bali di masa depan. Ia pun mendorong agar program tersebut terus disosialisasikan.
"Saya sarankan begini. Kita sekarang tetap orientasikan kepada kualitas tetapi dengan pengendalian kuantitas. Kuantitas yang berbasis pada kualitas," sebutnya.
Berdasarkan penelitiannya, Murjana melihat anak muda calon orangtua nanti berpikir untuk memiliki anak membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika sampai memiliki empat anak. Untuk itu, menurutnya, salah satu solusi yang harus diupayakan adalah pembangunan sektor pelayanan publik yang memadai, adil, dan merata terutama pada sektor kesehatan dan pendidikan. Dengan memadainya pelayanan negara terhadap sektor vital tersebut diharapkan menekan biaya hidup masyarakat sehingga lebih termotivasi memiliki anak lebih dari dua orang.
"Untuk mengurus anak memerlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu ke depan sasaran kita adalah pelayanan publik yang efektif, efisien, pada bidang kesehatan dan pendidikan," kata Murdana.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Dr Ali Said MA dalam kesempatan yang sama mendukung program KB hingga empat anak yang digalang Pemerintah Provinsi Bali. Meski hal tersebut menurutnya akan menemui sejumlah tantangan, salah satunya yakni gaya hidup masyarakat dunia yang saat ini lebih mengutamakan pekerjaan dan kesenangan.
"Itu tentu seharusnya menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah, bagaimana menjaga agar tingkat fertilitas jangan turun terus kalau bisa dijaga di angka TFR 2 saya kira masih ideal," ujar Ali Said.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali Sarles Brabar juga mendorong upaya terus menerus sosialisasi mengenai kependudukan khususnya kepada generasi muda. Ia menekankan agar seluruh pihak duduk bersama untuk membicarakan bagaimana menuju kuantitas penduduk yang memadai namun di sisi lain juga tidak melupakan dari sisi kualitas manusianya.
"Kita harus duduk dengan semua pihak karena ini terkait dengan permasalahan sosial, budaya, dan juga ekonomi. Maka bagaimana kita mempertahanakan jumlah penduduk sekaligus meningkatkan kualitasnya," tandas Sarles.
Sementara itu Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Bali Ida Bagus Gde Wesnawa Punia menekankan, Pemerintah Provinsi Bali saat ini selain memiliki program peningkatan jumlah penduduk juga tidak melupakan pembangunan kualitas SDM-nya.
"Program KB Krama Bali tidak bertentangan dengan program dua anak cukup. Adalah bagaimana mengelola keluarga hingga empat anak bisa sejahtera," ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya pertumbuhan jumlah penduduk Bali jika tidak diiringi dengan pertumbuhan ekonomi maka akan percuma. Sejumlah program bekerjasama dengan pemangku kepentingan, seperti menekan angka stunting dan mendorong kewirausahaan telah dilakukan oleh Pemprov Bali sebagai bagian dari transformasi ekonomi Kerthi Bali.7cr78
Bali kini dihantui penurunan jumlah populasi penduduk. Kondisi ini akibat nilai kesuburan total atau total fertility rate (TFR) yang terus merosot dalam beberapa tahun terakhir. Gubernur Bali Wayan Koster pun, dalam beberapa waktu belakangan, mengungkapkan keresahannya Bali akan kekurangan pengusung kebudayaannya.
Dalam beberapa kesempatan Gubernur Koster mengungkapkan mulai langkanya siswa sekolah dasar yang menyandang nama Ketut (nama anak keempat) ataupun Nyoman dan Komang (nama anak ketiga). Berbeda dengan nama Putu atau Gede (nama anak pertama) ataupun Kadek dan Made (nama anak kedua) yang masih cukup banyak ditemukan. Padahal mereka tersebut nantinya diharapkan menjadi tulang punggung eksistensi budaya Bali di masa depan. Untuk itu, Gubernur Wayan Koster mengajak masyarakat, khususnya generasi muda Bali calon orangtua, untuk menengok tradisi Bali yang memiliki anak hingga empat orang.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, nilai TFR Bali yang mencerminkan jumlah anak per wanita di Bali terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Nilai TFR Bali menurut sensus BPS tahun 2020 sebesar 2,04 anak per wanita. Karena itu, wajar nama Nyoman/Komang ataupun Ketut mulai jarang ditemui pada anak usia sekolah dasar saat ini.
Padahal untuk sekadar mempertahankan jumlah penduduk saat ini yang sekitar 4,3 juta orang dibutuhkan nilai TFR sebesar minimal 2,10. Angka TFR Bali juga diprediksi akan semakin menyusut sampai 1,96 anak per wanita pada 2035 nanti.
Sampai tahun 2035 nanti jumlah penduduk Bali diperkirakan masih akan meningkat meski laju pertumbuhannya melambat. Jika tidak diintervensi maka jumlah penduduk Bali pada 2047 diperkirakan mengalami kejenuhan dan berlanjut mengalami penurunan jumlah populasi.
Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Provinsi Bali Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa mengatakan data kependudukan yang dirilis BPS tersebut harus dimaknai secara komprehensif. Ia mewanti-wanti seluruh pihak menahan ego sektoral dengan kepentingannya masing-masing.
"Pemecahan persoalan kependudukan adalah multidisiplin, antarsektor. Ego sektoral dalam pembangunan kependudukan mesti dikaji kembali," ujarnya dalam kegiatan 'Sosialisasi Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2020-2035 Hasil Sensus Penduduk 2020', di Sanur, Denpasar, Kamis (10/8).
Menurut akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana tersebut perencanaan pembangunan Bali secara keseluruhan tidak bisa berpaling dari data kependudukan. Ia juga mengingatkan bahwa sumber daya manusia (SDM) Bali yang berkualitas adalah tujuan yang harus dicapai pemangku kepentingan.
Menanggapi kampanye Keluarga Berencana (KB) Krama Bali dengan empat anak, Murjana meminta agar program tersebut dimaknai dengan membangun keluarga berkualitas yang berjalan seiring dengan kuantitasnya. Ia tidak menampik bahwa kearifan lokal Bali yang memiliki anak hingga empat sebagai salah satu solusi untuk menekan penurunan jumlah penduduk produktif Bali di masa depan. Ia pun mendorong agar program tersebut terus disosialisasikan.
"Saya sarankan begini. Kita sekarang tetap orientasikan kepada kualitas tetapi dengan pengendalian kuantitas. Kuantitas yang berbasis pada kualitas," sebutnya.
Berdasarkan penelitiannya, Murjana melihat anak muda calon orangtua nanti berpikir untuk memiliki anak membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika sampai memiliki empat anak. Untuk itu, menurutnya, salah satu solusi yang harus diupayakan adalah pembangunan sektor pelayanan publik yang memadai, adil, dan merata terutama pada sektor kesehatan dan pendidikan. Dengan memadainya pelayanan negara terhadap sektor vital tersebut diharapkan menekan biaya hidup masyarakat sehingga lebih termotivasi memiliki anak lebih dari dua orang.
"Untuk mengurus anak memerlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu ke depan sasaran kita adalah pelayanan publik yang efektif, efisien, pada bidang kesehatan dan pendidikan," kata Murdana.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Dr Ali Said MA dalam kesempatan yang sama mendukung program KB hingga empat anak yang digalang Pemerintah Provinsi Bali. Meski hal tersebut menurutnya akan menemui sejumlah tantangan, salah satunya yakni gaya hidup masyarakat dunia yang saat ini lebih mengutamakan pekerjaan dan kesenangan.
"Itu tentu seharusnya menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah, bagaimana menjaga agar tingkat fertilitas jangan turun terus kalau bisa dijaga di angka TFR 2 saya kira masih ideal," ujar Ali Said.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali Sarles Brabar juga mendorong upaya terus menerus sosialisasi mengenai kependudukan khususnya kepada generasi muda. Ia menekankan agar seluruh pihak duduk bersama untuk membicarakan bagaimana menuju kuantitas penduduk yang memadai namun di sisi lain juga tidak melupakan dari sisi kualitas manusianya.
"Kita harus duduk dengan semua pihak karena ini terkait dengan permasalahan sosial, budaya, dan juga ekonomi. Maka bagaimana kita mempertahanakan jumlah penduduk sekaligus meningkatkan kualitasnya," tandas Sarles.
Sementara itu Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Bali Ida Bagus Gde Wesnawa Punia menekankan, Pemerintah Provinsi Bali saat ini selain memiliki program peningkatan jumlah penduduk juga tidak melupakan pembangunan kualitas SDM-nya.
"Program KB Krama Bali tidak bertentangan dengan program dua anak cukup. Adalah bagaimana mengelola keluarga hingga empat anak bisa sejahtera," ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya pertumbuhan jumlah penduduk Bali jika tidak diiringi dengan pertumbuhan ekonomi maka akan percuma. Sejumlah program bekerjasama dengan pemangku kepentingan, seperti menekan angka stunting dan mendorong kewirausahaan telah dilakukan oleh Pemprov Bali sebagai bagian dari transformasi ekonomi Kerthi Bali.7cr78
Komentar