Jegog Jembrana Getarkan Ayodya
Supaya membaur bersama penonton, ada dua tari pergaulan yang dipentaskan. Yaitu Tari Kreasi 'Jejangeran' dan Tari 'Jejogedan
DENPASAR, NusaBali
Memasuki pekan keempat pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX, penampilan Sekaa Jegog Mekar Sari Desa Pakraman Tegal Badeng timur, Jembrana berhasil menggetarkan panggung Ayodya, Taman Budaya Bali, Minggu (2/7) siang. Kesenian yang terkenal energik ini membuat penonton terjaga hingga akhir pementasan.
Diawali dengan Tabuh Terentungan berjudul 'Pabuan'. Sekaa yang didominasi oleh seniman remaja ini mampu membuat alunan musik yang tidak disangka oleh penonton. Awalnya, alunan nada itu dimainkan pelan dan lembut. Lalu di pertengahannya terdengar rancak dan keras. Penonton pun dibuat terkesima.
Selain tabuh, beberapa tarian juga ditampilkan untuk mengundang perhatian penonton. Beberapa di antaranya Tari Kreasi 'Luih Ing Paksi'. Tarian ini menggambarkan kehidupan sekelompok burung Jalak Bali di tengah hutan. Jalak Bali ini hanya hidup di Bumi Mekepung, Jembrana.
Tidak hanya itu. Supaya membaur bersama penonton, ada dua tari pergaulan yang dipentaskan. Yaitu Tari Kreasi 'Jejangeran' dan Tari 'Jejogedan'. Kedua tarian ini merupakan tarian kerakyatan dengan ekspresi gerak yang mengajak penonton untuk menari bersama. Seni berjoget bersama ini, mengekspresikan keindahan dengan tetap mengedepankan etika, logika, dan estetika. Tak pelak penonton pun diajak bersuka ria.
Koordinator Sekaa Jegog Mekar Sari,Gusti Ngurah Kade Natih, mengatakan penampilannya di PKB merupakan hasil seleksi yang dilakukan di tingkat Kabupaten Jembrana. Sekaa Jegog Mekar Sari ini menampilkan sedikitnya delapan jenis tari dan tabuh. “Setiap tahunnya memang ada festival Jegog di Jembrana. Tahun ini kami yang mewakili, karena kami yang menang di festival itu,” katanya.
Dikatakan, kesenian Jegog hingga saat ini masih terus berkembang di Bumi Mekepung itu. Mencari regenerasi pun, menurut dia, tidak begitu sulit. Karena generasi muda di Jembrana cukup antusias mau melestarikan kesenian Jegog ini. Namun seiring waktu, Jegog dalam perkembangannya kini ditambahkan dengan kekebyaran. “Awal keluarnya Jegog memang klasik. Namun dengan adanya gong kebyar, Jegog pun dibuat kebyar juga, apalagi adanya keterlibatan kaum muda,” ujarnya.
Meski demikian, masyarakat masih bisa melihat keaslian gamelan Jegog. Untuk bisa membedakan antara Jegog klasik dan kebyar adalah bisa dilihat dari karakter nadanya. “Jegog itu berkarakter. Tergantung tabuh yang dibawakan. Bisa lembut dan keras ,tapi dominan Jegog itu berkarakter keras,” imbuhnya.
Belum diketahui kapan kesenian Jegog ini muncul di Jembrana. Namun Ngurah Kade memperkirakan kesenian ini berkembang pesat sekitar 1970-an. Kesenian ini bisa lestari karena banyak dipergunakan dalam acara-acara manusa yadnya. Seperti pernikahan, potong gigi, tiga bulanan, dan upacara manusa yadnya lainnya. Termasuk juga di acara hajatan pemerintah, tidak jarang pula digunakan untuk mengiringi upacara dewa yadnya di pura.
Ia hanya berharap ke depannya pihak pemerintah selalu memberikan perhatian kepada kesenian Jegog ini. Dalam proses pelestariannya, mereka tetap mendapat modal dana. “Proses pengeringan bambunya saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Saat ini pemerintah kabupaten masih tetap memperhatikan. Kami berharap ke depannya pemerintah tetap memberikan perhatian agar kesenian Jegog ini tetap lestari,” pungkasnya. *In
Diawali dengan Tabuh Terentungan berjudul 'Pabuan'. Sekaa yang didominasi oleh seniman remaja ini mampu membuat alunan musik yang tidak disangka oleh penonton. Awalnya, alunan nada itu dimainkan pelan dan lembut. Lalu di pertengahannya terdengar rancak dan keras. Penonton pun dibuat terkesima.
Selain tabuh, beberapa tarian juga ditampilkan untuk mengundang perhatian penonton. Beberapa di antaranya Tari Kreasi 'Luih Ing Paksi'. Tarian ini menggambarkan kehidupan sekelompok burung Jalak Bali di tengah hutan. Jalak Bali ini hanya hidup di Bumi Mekepung, Jembrana.
Tidak hanya itu. Supaya membaur bersama penonton, ada dua tari pergaulan yang dipentaskan. Yaitu Tari Kreasi 'Jejangeran' dan Tari 'Jejogedan'. Kedua tarian ini merupakan tarian kerakyatan dengan ekspresi gerak yang mengajak penonton untuk menari bersama. Seni berjoget bersama ini, mengekspresikan keindahan dengan tetap mengedepankan etika, logika, dan estetika. Tak pelak penonton pun diajak bersuka ria.
Koordinator Sekaa Jegog Mekar Sari,Gusti Ngurah Kade Natih, mengatakan penampilannya di PKB merupakan hasil seleksi yang dilakukan di tingkat Kabupaten Jembrana. Sekaa Jegog Mekar Sari ini menampilkan sedikitnya delapan jenis tari dan tabuh. “Setiap tahunnya memang ada festival Jegog di Jembrana. Tahun ini kami yang mewakili, karena kami yang menang di festival itu,” katanya.
Dikatakan, kesenian Jegog hingga saat ini masih terus berkembang di Bumi Mekepung itu. Mencari regenerasi pun, menurut dia, tidak begitu sulit. Karena generasi muda di Jembrana cukup antusias mau melestarikan kesenian Jegog ini. Namun seiring waktu, Jegog dalam perkembangannya kini ditambahkan dengan kekebyaran. “Awal keluarnya Jegog memang klasik. Namun dengan adanya gong kebyar, Jegog pun dibuat kebyar juga, apalagi adanya keterlibatan kaum muda,” ujarnya.
Meski demikian, masyarakat masih bisa melihat keaslian gamelan Jegog. Untuk bisa membedakan antara Jegog klasik dan kebyar adalah bisa dilihat dari karakter nadanya. “Jegog itu berkarakter. Tergantung tabuh yang dibawakan. Bisa lembut dan keras ,tapi dominan Jegog itu berkarakter keras,” imbuhnya.
Belum diketahui kapan kesenian Jegog ini muncul di Jembrana. Namun Ngurah Kade memperkirakan kesenian ini berkembang pesat sekitar 1970-an. Kesenian ini bisa lestari karena banyak dipergunakan dalam acara-acara manusa yadnya. Seperti pernikahan, potong gigi, tiga bulanan, dan upacara manusa yadnya lainnya. Termasuk juga di acara hajatan pemerintah, tidak jarang pula digunakan untuk mengiringi upacara dewa yadnya di pura.
Ia hanya berharap ke depannya pihak pemerintah selalu memberikan perhatian kepada kesenian Jegog ini. Dalam proses pelestariannya, mereka tetap mendapat modal dana. “Proses pengeringan bambunya saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Saat ini pemerintah kabupaten masih tetap memperhatikan. Kami berharap ke depannya pemerintah tetap memberikan perhatian agar kesenian Jegog ini tetap lestari,” pungkasnya. *In
1
Komentar