Konsumen dan Penunggu Stand Transaksi dengan Bahasa Isyarat
Warung Tuna Rungu harus menunggu selama sebulan, sebelum dapat kepastian dari panitia boleh buka stand kuliner Denfest 2015. Itu pun, setelah mereka ubah daftar menu masakan khas Bali yang disajikan.
"Sebenarnya, gampang kok berkomunikasi dengan mereka (penyandang tuna rungu). Fokus mereka ke mulut dan ekspresi wajah kita. Dan, mereka bisa paham apa yang kita bicarakan hanya dengan memperhatikan gerakan mulut. Hanya saja, memang harus perlahan," tandas Pundra.
Pundra berharap, keikutsertaan komunitas Denpa CC buka stand Warung Tuna Rungu buat kali pertama di ajang Denfes 2015 ini, bisa menjadi momentum awal supaya ke depan mereka selalu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang positif. Bahkan, Pundra berharap bisa ikut serta di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar rutun setahun sekali sejak 1978 silam. "Inginnya sih bisa ikut di setiap festival, supaya anak-anak ini termotivasi," harap Pundra.
Menurut Pundra, keikutsertaan komunitas Denpa CC buat pertama kalinya dalam ajang Denfest 2015 ini juga beranjak dari rasa ingin unjuk diri mereka. "Kami tidak cari keuntungan di sini. Tapi. ini lebih pada memperkenalkan diri bahwa mereka juga pantas diberikan ruang. Ternyata, mereka mampu mengisi ruang yang disediakan," katanya.
Untuk bisa lolos sebagai peserta stand kuliner di ajang Denfest 2015, Warung Tuna Rungu yang digawangi para penyandang disabilitas ini harus menempuh proses yang cukup panjang. Bahkan, mereka harus menunggu selama sebulan untuk mendapatkan kepastian dari panitia.
"Kita ikut serta di ajang Denfest 2015, supaya bisa mengisi akhir tahun dengan hal positif, tidak keluyuran di jalan. Akhirnya, kita putuskan untuk ikut mendaftar," ujar Pundra.
Pundra bersama komunitas Denpa CC pun mulai merancang menu yang akan dijual di Warung Tuna Rungu. Selama sebulan menunggu, mereka sempat dibuat galau karena lama tidak dipanggil-panggil. Padahal, warung-warung lainnya yang ikut mendaftar sebagai pesrta stand kuliner di Denfest 2015 rata-rata telah dipanggil duluan.
Pundra pun berinisiatif mendatangi panitia, dalam hal ini Pemkot Denpasar, untuk bertanya. "Ternyata menu yang kita sajikan dianggap kurang pas. Ada satu syarat supaya tidak menjual minuman atau makanan bermerk. Kami kemudian disarankan panitia untuk mengubah menu," ungkap Pundra.
Setelah berubah menu, kata Pundra, pihaknya kembali galau karena tetap saja belum ada panggilan ikut mengisi stand kuliner Denfest 2015. Bahkan, pihaknya sampai putus asa. "Sudah pasrah, saya mulai lupakan angan-angan buka Warung Tuna Rungu di Denfest 2015. Namun, tiba-tiba ada telepon, saya angkat ternyata dari panitia dan diminta datang untuk technical meeting. Betapa senangnya anak-anak ketika saya kabari hal ini. Kami pun mulai bersiap-siap," katanya.
Keuntungan yang didapatkan dari buka stand kuliner di ajang Denfest 2015 ini, kata Pundra, nantinya akan digunakan bersama-sama untuk kegiatan spiritual tirtayatra (tangkil ke tempat-tempat suci) ke Lombok, NTB. Karena itu, anggota yang bertugas jaga stand Warung Tuna Rungu di Denfest 2015, tidak dibayar per hari, apalagi sebagian besar dari mereka sudah bekerja.
“Keuntungan juga tidak dihitung per hari. Mereka sendiri yang meminta supaya keuntungan dihitung pas terakhir saja. Nanti, uangnya akan dipakai untuk biaya kegiatan tirtayatra ke Lombok," tandas Pundra. 7 nv
1
2
Komentar