Tradisi Mapeed Saat Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton Jadi Daya Tarik Wisata
Pesertanya Ibu PKK dari 12 Banjar
Upacara harus selesai sebelum sandikala, sesuai dengan penuturan para tetua saat lepas sandikala masih ada lagi penangkilan, namun dari dunia gaib atau wong samar
TABANAN, NusaBali
Krama Desa Adat Kukuh, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan menggelar tradisi Mapeed sebagai rangkaian Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton di areal Objek Wisata Alas Kedaton pada Anggara Kliwon Medangsia (Anggarakasih Medangsia), Selasa (22/8). Tradisi yang menampilkan ratusan perempuan berpakaian adat berjalan beriringan dan mengusung pajegan (rangkaian buah dan kue untuk persembahan) ini membius para wisatawan yang hadir di lokasi kawasan objek wisata tersebut.
Barisan ibu-ibu yang tampil cantik, berbaris rapi dan berjalan pelan sambil mengusung pajegan di kepala masing-masing tentu saja menciptakan pemandangan yang indah. Para wisatawan pun langsung mengabadikan momen unik tersebut lewat jepretan kamera. Tak hanya wisatawan, tradisi mapeed yang dilaksanakan mulai pukul 13.00 Wita ini juga diabadikan para fotografer dan videografer domestik maupun asing yang khusus datang ke Alas Kedaton. Tradisi Mapeed yang dilaksanakan Desa Adat Kukuh ini diikuti 12 banjar adat. Krama utamanya ibu-ibu PKK melaksanakan tradisi ini mengambil start dari banjar masing-masing menuju Pura Dalem Kahyangan Kedaton.
Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Artha Wijaya mengatakan tradisi Mapeed rutin digelar setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia (Anggarakasih Medangsia), Selasa kemarin. Mapeed dilaksanakan oleh krama di 12 banjar adat.
"Masing-masing banjar adat mapeed secara bergantian di hari yang sama. Bahkan tapakan (barong) yang ada di masing-masing banjar adat juga ikut lunga katurang bhakti ring Pura Dalem Kahyangan Kedaton," jelasnya.
Setelah seluruh banjar berada di Pura barulah prosesi upacara dimulai. Di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini upacara harus sudah selesai sebelum sandikala atau sandyakala (pertemuan siang dan malam). Ini dilakukan sesuai dengan penuturan tetua (orang tua) bahwa lepas sandikala itu ada lagi penangkilan namun dari dunia gaib seperti wong samar.
Krama Desa Adat Kukuh, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan menggelar tradisi Mapeed sebagai rangkaian Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton di areal Objek Wisata Alas Kedaton pada Anggara Kliwon Medangsia (Anggarakasih Medangsia), Selasa (22/8). Tradisi yang menampilkan ratusan perempuan berpakaian adat berjalan beriringan dan mengusung pajegan (rangkaian buah dan kue untuk persembahan) ini membius para wisatawan yang hadir di lokasi kawasan objek wisata tersebut.
Barisan ibu-ibu yang tampil cantik, berbaris rapi dan berjalan pelan sambil mengusung pajegan di kepala masing-masing tentu saja menciptakan pemandangan yang indah. Para wisatawan pun langsung mengabadikan momen unik tersebut lewat jepretan kamera. Tak hanya wisatawan, tradisi mapeed yang dilaksanakan mulai pukul 13.00 Wita ini juga diabadikan para fotografer dan videografer domestik maupun asing yang khusus datang ke Alas Kedaton. Tradisi Mapeed yang dilaksanakan Desa Adat Kukuh ini diikuti 12 banjar adat. Krama utamanya ibu-ibu PKK melaksanakan tradisi ini mengambil start dari banjar masing-masing menuju Pura Dalem Kahyangan Kedaton.
Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Artha Wijaya mengatakan tradisi Mapeed rutin digelar setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia (Anggarakasih Medangsia), Selasa kemarin. Mapeed dilaksanakan oleh krama di 12 banjar adat.
"Masing-masing banjar adat mapeed secara bergantian di hari yang sama. Bahkan tapakan (barong) yang ada di masing-masing banjar adat juga ikut lunga katurang bhakti ring Pura Dalem Kahyangan Kedaton," jelasnya.
Setelah seluruh banjar berada di Pura barulah prosesi upacara dimulai. Di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini upacara harus sudah selesai sebelum sandikala atau sandyakala (pertemuan siang dan malam). Ini dilakukan sesuai dengan penuturan tetua (orang tua) bahwa lepas sandikala itu ada lagi penangkilan namun dari dunia gaib seperti wong samar.
"Nah terakhir bagian dari proses upacara adalah tradisi Ngerebeg. Ngerebeg ini seluruh lelontekan (perangkat upacara) mengelilingi pura sebanyak 3 kali dari arah kanan ke kiri sebagai ungkapan sukacita bahwa Pujawali telah berjalan dengan lancar tanpa hambatan," terang Artha Wijaya. Terkait dengan di Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang tak boleh menggunakan api-apian ada sejarahnya. Bendesa Artha Wijaya menjelaskan, dulu sekitar tahun 1977 ketika Pura Dalem Kahyangan Kedaton ditemukan lingkungan pura dalam kondisi sangat panas. Lalu sejak itulah larangan tidak menghidupkan dupa mulai diberlakukan.
"Tetapi kalau secara logika pengertiannya adalah Pura Dalem Kahyangan Kedaton ada di tengah hutan Alas Kedaton yang memiliki banyak habitat kera. Jadi kalau menghidupkan dupa, lalu tiba-tiba dibawa kera ke tengah hutan, tentunya ditakutkan akan terjadi kebakaran hutan," jelasnya.
Sementara itu Manager DTW Alas Kedaton, I Wayan Sudarma mengatakan dengan adanya sejumlah tradisi di Pura Dalem Kahyangan Kedaton terlepas dari sisi niskala bisa memberikan nuansa positif untuk menjadi daya tarik wisatawan.
"Kebetulan saya berkecimpung di pariwisata, tradisi ini sudah kami sampaikan kepada agen maupun guide mudah-mudahan tradisi ini menjadi daya tarik tersendiri. Mengingat rutin dilaksanakan setiap 6 bulan sekali," harap Sudarma.
Dihimpun dari berbagai sumber Pura Dalem Kahyangan Alas Kedaton atau Pura Alas Kedaton, merupakan pura peninggalan dari zaman megalitikum kuno di Pulau Bali. Pura Alas Kedaton terletak di tengah-tengah hutan monyet/hutan kera Alas Kedaton, tepatnya di Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Piodalan di Pura Alas Kedaton jatuh pada Anggara Kasih Medangsia (10 hari setelah raya Kuningan). Salah satu keunikan di pura ini, yakni selama upacara berlangsung tidak menggunakan sarana dupa dan Kwangen selama persembahyangan. 7 des
Komentar