Catatan Inspiratif bagi Regenerasi Seni
Biografi 'Kembali ke Asal' I Dewa Nyoman Batuan
Pariwisata masuk, juga ada campur tangan I Dewa Nyoman Batuan bersama Anak Agung Rai (Arma), Mangku Made Gina yang berperan pada waktu kedatangan Ratu Elizabeth tahun 1974.
GIANYAR, NusaBali
Nama perupa I Dewa Nyoman Batuan (almarhum) sudah tidak asing di telinga insan seni, baik di Bali, nasional, hingga mancanegara. Maestro seni lukis asal Banjar Pengosekan, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, tersebut dikenal dengan lukisan-lukisannya yang khas berkonsep mandala.
Dengan identitasnya tersebut, I Dewa Nyoman Batuan telah menginspirasi banyak seniman muda untuk terus berkarya. Tak terkecuali sang cucu sendiri, Desak Putu Yogi Antari Tirta Yasa. Dia menggarap karya spesial berupa buku biografi visual dan film dokumenter berjudul 'Kembali ke Asal' untuk dipersembahkan kepada kakeknya sang maestro I Dewa Nyoman Batuan.
Menurut Desak Yogi, kakeknya I Dewa Nyoman Batuan memang layak disebut maestro. Karya-karyanya yang mengangkat konsep mandala telah banyak mendapat apresiasi termasuk dari pemerintah berupa Penghargaan Wijaya Kusuma.
“Itulah alasan saya mempersembahkan dua karya, yakni buku biografi visual dan film dokumenter I Dewa Nyoman Batuan. Saya berharap, dua karya ini bisa menginspirasi generasi muda dalam berkarya,” kata Desak Yogi Antari di sela-sela pemutaran film dokumenter dan pembukaan pameran di Museum ARMA Ubud, Kamis (24/8) malam.
Buku biografi visual karya Desak Yogi memuat profil I Dewa Nyoman Batuan, antara lain, kisah perjalanan hidup, utamanya konsep lukisan mandala, serta foto-foto lukisannya. Secara visual seni lukis mandala ala I Dewa Nyoman Batuan menampilkan bentuk-bentuk simbol tentang nilai-nilai adat, budaya dan ajaran agama Hindu di Bali.
Seni lukis mandala adalah karya seni tradisional yang mampu mengadakan terobosan, keluar dari pola-pola yang mengikat dalam penciptaan dengan tidak meninggalkan ciri khas dari seni lukis tradisional itu sendiri, sehingga seni lukis mandala merupakan corak atau gaya seni lukis tradisional baru yang ikut menambah khasanah seni lukis Bali khususnya, dan seni lukis Indonesia pada umumnya.
Menurut Desak Yogi, ratusan lukisan I Dewa Nyoman Batuan masih tersimpan rapi di rumahnya. Lukisan itu masih ada, karena keluarga tidak berniat untuk menjual dan menyimpannya di galeri sendiri. Selain itu, lukisannya juga banyak tersimpan di museum-museum di Bali, dan beberapa dibeli oleh kolektor. Ada juga lukisannya diberikan secara cuma-cuma kepada para kolega.
Nama perupa I Dewa Nyoman Batuan (almarhum) sudah tidak asing di telinga insan seni, baik di Bali, nasional, hingga mancanegara. Maestro seni lukis asal Banjar Pengosekan, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, tersebut dikenal dengan lukisan-lukisannya yang khas berkonsep mandala.
Dengan identitasnya tersebut, I Dewa Nyoman Batuan telah menginspirasi banyak seniman muda untuk terus berkarya. Tak terkecuali sang cucu sendiri, Desak Putu Yogi Antari Tirta Yasa. Dia menggarap karya spesial berupa buku biografi visual dan film dokumenter berjudul 'Kembali ke Asal' untuk dipersembahkan kepada kakeknya sang maestro I Dewa Nyoman Batuan.
Menurut Desak Yogi, kakeknya I Dewa Nyoman Batuan memang layak disebut maestro. Karya-karyanya yang mengangkat konsep mandala telah banyak mendapat apresiasi termasuk dari pemerintah berupa Penghargaan Wijaya Kusuma.
“Itulah alasan saya mempersembahkan dua karya, yakni buku biografi visual dan film dokumenter I Dewa Nyoman Batuan. Saya berharap, dua karya ini bisa menginspirasi generasi muda dalam berkarya,” kata Desak Yogi Antari di sela-sela pemutaran film dokumenter dan pembukaan pameran di Museum ARMA Ubud, Kamis (24/8) malam.
Buku biografi visual karya Desak Yogi memuat profil I Dewa Nyoman Batuan, antara lain, kisah perjalanan hidup, utamanya konsep lukisan mandala, serta foto-foto lukisannya. Secara visual seni lukis mandala ala I Dewa Nyoman Batuan menampilkan bentuk-bentuk simbol tentang nilai-nilai adat, budaya dan ajaran agama Hindu di Bali.
Seni lukis mandala adalah karya seni tradisional yang mampu mengadakan terobosan, keluar dari pola-pola yang mengikat dalam penciptaan dengan tidak meninggalkan ciri khas dari seni lukis tradisional itu sendiri, sehingga seni lukis mandala merupakan corak atau gaya seni lukis tradisional baru yang ikut menambah khasanah seni lukis Bali khususnya, dan seni lukis Indonesia pada umumnya.
Menurut Desak Yogi, ratusan lukisan I Dewa Nyoman Batuan masih tersimpan rapi di rumahnya. Lukisan itu masih ada, karena keluarga tidak berniat untuk menjual dan menyimpannya di galeri sendiri. Selain itu, lukisannya juga banyak tersimpan di museum-museum di Bali, dan beberapa dibeli oleh kolektor. Ada juga lukisannya diberikan secara cuma-cuma kepada para kolega.
“Lukisan itu, ada yang berjudul 'Mandala Aku Kecil' (cerita kecil) hingga cerita terakhir sebelum meninggal. Setiap lukisannya selalu ada tulisan puisi-puisi deskripsi tentang cerita karya itu,” ujar Desak Yogi.
Desak Yogi menjelaskan, tulisan-tulisan tersebut telah membantunya dalam mengkurasi karya-karya I Dewa Nyoman Batuan. Dikatakannya, selain sebagai pelukis I Dewa Nyoman Batuan juga seorang penulis, karena latar belakangnya seorang guru. Namun profesi tersebut ditinggalkannya untuk memilih sebagai pedagang acung.
“I Dewa Nyoman Batuan meninggalkan banyak catatan. Bahkan, ada buku tulis dan cetak secara independen, sehingga saya bersama teman-teman meneliti dengan membaca kembali semua tulisan itu, sehingga menemukan lukisan-lukisan ini yang sesungguhnya menceritakan hidupnya sendiri,” paparnya.
Sementara itu, karya film dokumenter ‘Kembali ke Asal’ merupakan kesaksian dari sudut pandang orang-orang terdekat dari I Dewa Nyoman Batuan. Antara lain, istri, kerabat, dan orang-orang terdekat lainnya yang menceritakan sosok I Dewa Nyoman Batuan dari kacamata mereka masing-masing.
"Seniman Adi Siput menerjemahkan lukisan I Dewa Nyoman Batuan ke dalam tari kontemporer. Sementara Institut Seni Indonesia Denpasar telah mendukung saya dengan meminjamkan studio yang memungkinkan munculnya gambar-gambar estetik dalam film, serta Selonding Rasasvadana pada performance,” tambahnya.
Desak Yogi menuturkan produksi buku maupun film dokumenter mendapat dukungan keluarga besar I Dewa Nyoman Batuan, keluarga di Banjar Sigaran-Sedang, dan para informan, seperti Tjokorda Raka Kerthyasa, Mangku Made Gina, dan Anak Agung Rai yang merupakan para sahabat I Dewa Nyoman Batuan, serta manajemen Museum Arma di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar.
“Proses pembuatan buku dan film ini sekitar satu tahun lamanya. Saya melakukan mulai dari riset dari teks yang ada, dan wawancara dikumpulkan lalu diolah lagi sampai kemudian bisa menemukan tema yang diangkat,” ungkapnya.
Dalam momentum peluncuran buku biografi visual dan pemutaran film dokumenter, juga dibuka pameran lukisan yang menyajikan karya-karya I Dewa Nyoman Batuan. Pameran memajang 19 karya lukis karya I Dewa Nyoman Batuan dari tahun 1975 hingga karya sebelum meninggalnya tahun 2013.
Tak dapat dipungkiri karya-karya I Dewa Nyoman Batuan tidak sedikit pengaruhnya pada perkembangan seni lukis di Bali. Pun, sosoknya yang dikenal hingga mancanegara juga semakin membuka mata dunia akan keberadaan desa kelahirannya Pengosekan.
“Pariwisata masuk, juga ada campur tangan I Dewa Nyoman Batuan bersama Anak Agung Rai (Arma), Mangku Made Gina yang berperan pada waktu kedatangan Ratu Elizabeth tahun 1974. Saat itu, Ratu Elizabeth berkunjung ke rumah Mangku Made Gina, setelah itu Pengosekan 'booming'. Jadi lukisan Pengosekan banyak dibeli,” kata Desak Yogi.7cr78
1
Komentar