Lima Bulan Ekspor Kakao Bali Kosong
Dampak cuaca ekstrem dan membaiknya pariwisata sehingga kakao diserap pasar lokal
DENPASAR, NusaBali
Ekspor kakao Bali dalam lima bulan terakhir, yakni Januari-Mei kosong. Pemicunya karena tidak ada produksi. Cuaca ekstrem, yakni kemarau panjang diduga jadi penyebab tidak adanya produksi kakao. Akibatnya tidak ada ekspor kakao dari Bali. Hal itu terungkap dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali.
Untuk diketahui, ada empat katagori komoditas ekspor Bali. Keempatnya adalah Industri, Kerajinan, Perkebunan dan Pertanian. Total nilai ekspor Bali dalam periode 5 bulan tersebut 121.702.467,61 dollar.
Dari 121.702.467,61 dollar itu, kontribusi terbesar dari ekspor komoditas hasil pertanian, 42,17 persen. Dimana total nilai ekspor pertanian, dalamnya ada 11 item produksi, yang didominasi produk perikanan, 51.318.394,37 dollar.
Berikutnya setelah hasil pertanian adalah ekspor hasil industri yang menjadi kedua penyumbang ekspor Bali. Hasil industri terdiri dari ikan kaleng, komponen rumah jadi, plastik, sepatu alas kaki, tas dan tekstil dan produksi tekstil.Total ekspor Industri dari Januari-Mei, 35.596.181,25 dollar atau 29,25 persen dari nilai ekspor Bali.
Kemudian ekspor hasil kerajinan, yang terdiri dari 17 item.Mulai dari kerajinan alat musik sampai dengan kerajinan tulang. Total nilai ekspor 33.387.147,31 atau 27,43 persen keseluruhan nilai ekspor Bali.
Yang paling kecil nilai ekspor dari hasil atau komoditas perkebunan. Nilai ekspornya 57.682,55 dollar atau hanya 0,05 persen dari keseluruhan nilai ekspor Bali. Komoditi perkebunan paling sedikit itemnya, yakni kakao, kopi dan vanili. Nilai ekspornya memang kecil. Kopi 22.530,15 (0,02 persen), vanili 35.152,40 (0,03 persen). Bahkan kakao kosong sama sekali.
Dari penuturan petani, kosongnya ekspor kakao (biji) karena produksi minim. Hal itu dampak dari cuaca ekstrem, yakni cuaca terik yang berlangsung cukup lama.
”Karena cuaca ekstrem, sehingga panen mundur,” ujar I Ketut Wiadnyana, petani kakao dari Jembrana, Minggu (27/8).
“Iya memang demikian,” sahutnya mengiyakan nihil ekspor kakao dalam 5 bulan.
Wiadnyana yang juga pengurus Koperasi Kerta Semaya Samaniya- salah satu koperasi yang mewadahi petani kakao, mengaku ekspor baru mulai bulan Agustus ini.
Faktor cuaca ekstrem yang mempengaruhi ekspor kakao juga dibenarkan kalangan produsen kakao olahan atau coklat.
“Produksi (kakao) menurun karena dampak pemanasan cuaca,” ujar Kadek Surya Eka Prastya Wiguna, Dirut PT Cau Coklat Internasional di Tabanan.
Di pihak lain, permintaan kakao dari industry (pengelohan) meningkat, sehubungan bangkitnya pariwisata Bali. Dampak salah satunya adalah meningkatnya coklat olahan. Otomatis, kebutuhan bahan baku bertambah.
“Jadi hasil kakao, sudah terserap oleh industri, sehingga tidak ada kelebihan untuk ekspor,” terang Kadek Surya.
Jadi selain faktor cuaca ekstrem, karena kebutuhan kakao di dalam negeri, termasuk di Bali, makanya hasil produk kakao tak sampai keluar yakni ekspor.
“Jadi bukan karena cuaca saja, namun juga karena produk sudah habis diserap pasar dalam negeri,” kata Kadek Surya. K17.
Komentar