Mahasiswa Sikapi Penghapusan Wajib Skripsi
DENPASAR, NusaBali - Mahasiswa menyambut baik kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim yang menghapus kewajiban pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang sarjana (S1).
Tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan tidak harus berupa skripsi tapi juga dapat berupa prototipe, proyek, atau bentuk lainnya yang dikerjakan secara individu maupun berkelompok.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana I Putu Bagus Padmanegara mengatakan, kebijakan baru ini merupakan angin segar bagi pendidikan tinggi di Indonesia.
"Tentu tetap diperlukan standar kompetensi bagi mahasiswa. Memang di luar negeri sudah lama diterapkan. Mahasiswa harusnya khawatir, bukan bersyukur," ujar Padma, Kamis (31/8).
Ia melihat kebijakan ini bisa membuat oknum jual beli skripsi ketar-ketir. Karena diakuinya masih ada mahasiswa yang malas membuat skripsi hingga akhirnya mengambil jalan pendek membeli skripsi.
"Mahasiswa harus cemas dengan dunia kerja yang akan lebih kompetitif lagi. Mahasiswa dipermudah untuk lulus, tapi kembali lagi tergantung ketekunan masing-masing," ujarnya.
Kebijakan baru ini, ujar mahasiswa Fakultas Hukum, sebaiknya direspons mahasiswa dengan bijak. Meski tidak menyusun skripsi, kreativitas mahasiswa tetap dituntut untuk menyelesaikan project atau prototype yang berkualitas bukan hanya sebagai formalitas kelulusan.
Ia mengatakan, menjadi PR besar juga bagi kampus untuk menentukan standarisasi dan menjaga kualitas mahasiswanya, karena jangan sampai dijadikan celah untuk memperluas komersialisasi pendidikan, dan ada jual beli kelulusan.
"Semoga dengan opsionalnya skripsi saat ini tidak menurunkan kualitas SDM menuju 2045, namun meningkatkan kreativitas melalui keleluasaan dalam tugas akhir," tambahnya.
Universitas Udayana sendiri masih mempelajari kebijakan baru dari Kemendikbudristek. Juru bicara Unud Putu Ayu Asty Senja Pratiwi menjelaskan jika
program baru ini dijalankan maka pihaknya perlu merombak dan mengupdate kurikulum agar tujuan pembelajaran setiap mata kuliah memiliki capaian target kompetensi yang jelas, saling mendukung satu mata kuliah dengan mata kuliah yang lain, terstruktur dan berkelanjutan dari semester satu sampai semester akhir.
Kebijakan Menteri Nadiem ini sejatinya bukan hal baru dalam dunia pendidikan tinggi khususnya di kampus-kampus di luar negeri. Konsepnya adalah mahasiswa tetap melakukan penelitian atau project, namun produk akhirnya dalam bentuk laporan project/ prototype atau sejenisnya.
"Kalau memang itu kebijakan Kementerian tentu kami juga akan melaksanakan sesuai aturan. Mudah-mudahan kebijakan baru lulus tanpa skripsi tersebut tidak disalahartikan oleh masyarakat untuk menjadi sarjana secara instan," ujar Senja Pratiwi. 7 cr78
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana I Putu Bagus Padmanegara mengatakan, kebijakan baru ini merupakan angin segar bagi pendidikan tinggi di Indonesia.
"Tentu tetap diperlukan standar kompetensi bagi mahasiswa. Memang di luar negeri sudah lama diterapkan. Mahasiswa harusnya khawatir, bukan bersyukur," ujar Padma, Kamis (31/8).
Ia melihat kebijakan ini bisa membuat oknum jual beli skripsi ketar-ketir. Karena diakuinya masih ada mahasiswa yang malas membuat skripsi hingga akhirnya mengambil jalan pendek membeli skripsi.
"Mahasiswa harus cemas dengan dunia kerja yang akan lebih kompetitif lagi. Mahasiswa dipermudah untuk lulus, tapi kembali lagi tergantung ketekunan masing-masing," ujarnya.
Kebijakan baru ini, ujar mahasiswa Fakultas Hukum, sebaiknya direspons mahasiswa dengan bijak. Meski tidak menyusun skripsi, kreativitas mahasiswa tetap dituntut untuk menyelesaikan project atau prototype yang berkualitas bukan hanya sebagai formalitas kelulusan.
Ia mengatakan, menjadi PR besar juga bagi kampus untuk menentukan standarisasi dan menjaga kualitas mahasiswanya, karena jangan sampai dijadikan celah untuk memperluas komersialisasi pendidikan, dan ada jual beli kelulusan.
"Semoga dengan opsionalnya skripsi saat ini tidak menurunkan kualitas SDM menuju 2045, namun meningkatkan kreativitas melalui keleluasaan dalam tugas akhir," tambahnya.
Universitas Udayana sendiri masih mempelajari kebijakan baru dari Kemendikbudristek. Juru bicara Unud Putu Ayu Asty Senja Pratiwi menjelaskan jika
program baru ini dijalankan maka pihaknya perlu merombak dan mengupdate kurikulum agar tujuan pembelajaran setiap mata kuliah memiliki capaian target kompetensi yang jelas, saling mendukung satu mata kuliah dengan mata kuliah yang lain, terstruktur dan berkelanjutan dari semester satu sampai semester akhir.
Kebijakan Menteri Nadiem ini sejatinya bukan hal baru dalam dunia pendidikan tinggi khususnya di kampus-kampus di luar negeri. Konsepnya adalah mahasiswa tetap melakukan penelitian atau project, namun produk akhirnya dalam bentuk laporan project/ prototype atau sejenisnya.
"Kalau memang itu kebijakan Kementerian tentu kami juga akan melaksanakan sesuai aturan. Mudah-mudahan kebijakan baru lulus tanpa skripsi tersebut tidak disalahartikan oleh masyarakat untuk menjadi sarjana secara instan," ujar Senja Pratiwi. 7 cr78
Komentar