Unik, Tradisi Perang Gandu Setiap Tumpek Uye di Desa Adat Tumbak Bayuh
MANGUPURA, NusaBali.com - Desa Adat Tumbak Bayuh, Kecamatan Mengwi menggelar tradisi Perang Gandu di Jaba Pura Desa lan Puseh Tumbak Bayuh saat Tumpek Uye atau Tumpek Kandang pada Saniscara Kliwon Uye, Sabtu (21/10).
Ini merupakan tradisi turun temurun sebagai penghormatan kepada Ida Bhatara Siwa dalam perwujudan Rare Angon atas karunia dan keberkahan dalam pertanian, peternakan, dan yang lainnya.
Tradisi digelar usai persembahyangan piodalan Ida Bhatara yang bersthana di Pelinggih Pan Balang Tamak. Sekitar 17.15 Wita, anak-anak dan remaja yang terlibat nampak antusias turun ke jalan dan saling melempar bola gandu yang terbuat dari janur tersebut ke arah lawan. Tidak ada emosi ataupun kemarahan. Justru mereka tertawa ceria selayaknya asyik bermain. Mulanya diawali dari aksi saling lempar dari anak-anak. Kemudian dilanjutkan dengan para remaja. Perang Gandu berakhir sekitar pukul 17.40 Wita.
Bendesa Adat Tumbak Bayuh, Ida Bagus Gede Widnyana mengatakan, tradisi perang gandu tak bisa dipisahkan Tumpek Kandang atau Tumpek Uye, sekaligus bersamaan piodalan dengan Pelinggih Pan Balang Tamak. Hal ini karena secara filosofi berkaitan dengan penghormatan kepada Tuhan yang menciptkanan Rwa Bhineda, kemudian menciptakan sesuatu yang berguna untuk kehidupan. Dalam hal ini, seperti keberhasilan bertani dan berternak.
“Jadi Perang Gandu ini tidak bisa dilepaskan dari makna Tumpek Kandang sebagai penghormatan kepada Tuhan dalam manifestasinya Ida Bhatara Siwa yang turun sebagai Rare Angon, atas anugerah yang Beliau berikan dalam pertanian, peternakan, dan di berbagai bidang kehidupan manusia,” jelasnya.
Tradisi Perang Gandu diawali dengan pujawali yang dihaturkan kepada Ida Bhatara yang bersthana di Pelinggih Pan Balang Tamak yang dilanjutkan dengan persembahyangan bersama. Setelah itu, Pemangku pura akan menghaturkan pejati upasaksi dan di tengah lokasi perang gandu dihaturkan segehan di Jaba Pura Desa lan Puseh Tumbak Bayuh. Sebelum dimulai, terlebih dahulu para peserta Perang Gandu dilukat terlebih dahulu menggunakan tirta suci. Kemudian, Perang Gandu pun dimulai.
Adapun yang dilibatkan antara lain anak-anak dan remaja dari tujuh banjar yang ada di Desa Adat Tumbak Bayuh. Disinggung mengenai pesertanya yang hanya anak-anak dan remaja, IB Widnyana menambahkan, berdasarkan cerita dari Rare Angon yang merupakan perwujudan anak-anak atau seseorang yang masih bujang. Sehingga ditafsirkan anak-anak dan remaja yang belum mendekati pernikahan.
“Kalau Rare Angon perwujudan Beliau bukan pengembala sapi itu anak kecil, tetapi masih bujang atau masih sukla (suci). Kalau orang Bali bilang, dari masih bayi dan belum menek kelih, belum meraja sewala atau meraja singa,” jelasnya.ind
Komentar