Seniman Papua Dicky Takndare Eksplorasi Media Kulit Kayu
MANGUPURA, NusaBali.com - Seniman lukis asal Papua, Dicky Takndare, dikenal dengan karya-karyanya yang realistis, dekoratif, dan menampilkan figur manusia. Namun, ada yang berbeda dari karya-karya Dicky yang saat ini dipamerkan dalam 'Indonesia: The Land of Art' di The Apurva Kempinski Bali, Nusa Dua.
Kali ini, Dicky menggunakan media kulit kayu sebagai kanvasnya. Kulit kayu yang digunakannya adalah kulit kayu beringin atau melinjo yang memiliki warna coklat alami.
"Saya menggunakan kulit kayu sebagai media lukis karena ingin mengeksplorasi material baru. Saya ingin menampilkan karya lukis yang berbeda dari yang lain," ujar Dicky saat ditemui di The Apurva Kempinski, pada Jumat (9/9/2023) malam.
Seniman lukis yang lahir dan besar di Sentani, Papua namun berdarah Maluku itu menerangkan saat ini dirinya senang mengeksplorasi material dalam seni lukis. Salah satunya dengan memanfaatkan media kulit kayu yang pipih sebagai pengganti canvas.
Dicky mengatakan, kulit kayu memiliki tekstur yang berbeda dari canvas. Selain itu, kulit kayu juga memiliki warna dasar yang sudah terbentuk alami.
"Tekstur kulit kayu lebih kasar dan berpori. Warna dasar kulit kayu juga sudah coklat alami, sehingga saya tidak perlu memberikan warna dasar lagi," jelas Dicky.
Dalam karya lukisnya kali ini, Dicky mengangkat tema ikonografi. Namun, ikonografi yang dimaksud oleh Dicky adalah ikonografi dalam konteks spiritual.
"Saya ingin mengeksplorasi ikonografi dalam konteks spiritual," kata Dicky.
Dicky berharap, karya-karyanya dapat menjadi sarana untuk memaknai ikonografi secara lebih mendalam.
"Saya ingin mengajak orang untuk melihat ikonografi dari sudut pandang yang berbeda," ujar Dicky.
"Saya menggunakan kulit kayu sebagai media lukis karena ingin mengeksplorasi material baru. Saya ingin menampilkan karya lukis yang berbeda dari yang lain," ujar Dicky saat ditemui di The Apurva Kempinski, pada Jumat (9/9/2023) malam.
Seniman lukis yang lahir dan besar di Sentani, Papua namun berdarah Maluku itu menerangkan saat ini dirinya senang mengeksplorasi material dalam seni lukis. Salah satunya dengan memanfaatkan media kulit kayu yang pipih sebagai pengganti canvas.
Dicky mengatakan, kulit kayu memiliki tekstur yang berbeda dari canvas. Selain itu, kulit kayu juga memiliki warna dasar yang sudah terbentuk alami.
"Tekstur kulit kayu lebih kasar dan berpori. Warna dasar kulit kayu juga sudah coklat alami, sehingga saya tidak perlu memberikan warna dasar lagi," jelas Dicky.
Dalam karya lukisnya kali ini, Dicky mengangkat tema ikonografi. Namun, ikonografi yang dimaksud oleh Dicky adalah ikonografi dalam konteks spiritual.
"Saya ingin mengeksplorasi ikonografi dalam konteks spiritual," kata Dicky.
Dicky berharap, karya-karyanya dapat menjadi sarana untuk memaknai ikonografi secara lebih mendalam.
"Saya ingin mengajak orang untuk melihat ikonografi dari sudut pandang yang berbeda," ujar Dicky.
Dicky Takndare merupakan seniman lukis yang telah aktif di dunia seni lukis sejak usia dini. Ia telah mengikuti berbagai pameran seni lukis di tingkat nasional dan internasional.
“Sedari SD di Papua saya sudah menekuni bidang lukis ini. Keahlian memang keinginan saya sendiri dan kemudian saya punya guru dan beberapa master yang mengajari saya,” terangnya
Soal material kulit kayu yang digunakan, kata Dicky, material tersebut dapat dicari dimana saja dan gampang ditemui di daerah lain selain Papua. Biasanya ia menggunakan dua jenis kulit kayu yakni dari pohon beringin ataupun melinjo. Tak hanya itu, ia juga membenarkan hampir semua jenis pohon dapat dimanfaatkan sebagai bahan media lukis.
Namun, sambung Dicky terdapat perbedaan signifikan ketika dirinya melukis dalam media kulit kayu. Seperti perbedaan tekstur dan warna dasar kulit kayu yang sudah memiliki warna coklat alami dan terkesan tradisional.
“Tentu dilihat dari tekstur berbeda dan saya bisa memanfaatkan warna dasar dari kulit kayu tersebut. Kalau dibandingkan dengan media canvas, warna dasarnya itu putih dan harus diberi warna dasar lagi. Namun, jika kulit kayu ini tidak perlu karena sudah ada warna dasar,” ungkap seniman lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.
Berbicara soal kariernya sebagai seorang seniman lukis, Dicky mengakui jika ia secara individu atau kelompok sangat aktif mengikuti ajang pameran berskala nasional hingga internasional.
Ia juga berhasil menyabet beberapa penghargaan lain seperti Nomination of Sovereign Asian Art Award tahun 2021 dan Afield Network Peer tahun 2022. Karya seni lukis yang sudah dibuat pun terang Dicky sudah tak terhitung. Meski demikian, ia berharap ke depannya seniman lukis di Indonesia bisa tetap eksis dan dapat selalu berkarya.
“Karya yang dibuat tidak terhitung, saya tidak berani menyebutkan ratusan atau ribuan tetapi cukup banyak. Yang penting kita tetap berkarya dan saya harap setiap seniman di Indonesia bisa survive dan berkarya selama mungkin,” tutupnya. *ris
1
Komentar