Bendesa Tista Buka Suara soal Dana BKK
Bantah Tudingan Selewengkan Dana
SINGARAJA , NusaBali - Bendesa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Nyoman Supardi buka suara atas tudingan dirinya melakukan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali tahun 2015-2022 usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.
Dia menyebut, dalam rentang tahun itu dirinya masih aktif berdinas di Polri, sehingga jarang mengikuti kegiatan di Desa Adat.
Supardi juga membantah melakukan korupsi melalui pembangunan tembok panyengker pura tahun 2015 lalu. Kata dia, Desa Adat Tista sudah mengirimkan proposal ke provinsi terkait dengan pembangunan itu. Namun ternyata, salah satu krama memberikan donasi pembangunan tembok pura dan candi bentar senilai Rp 120 juta.
Supardi menyebutkan bahwa dirinya bersama Prajuru Desa Adat Tista tidak diberitahukan terkait pembangunan tersebut. Hal itu juga sempat membuat kegaduhan di desa adat. Apalagi, tukang suruh pendonasi sudah membongkar tembok lama dan pengerjaan saat itu sudah mencapai 25 persen. Karena pembangunan itu di areal pura, sehingga pihak Desa Adat Tista meredam gejolak krama, lantaran menganggap pembangunan itu merupakan perbuatan yang baik. Pangliman (Wakil Kelian Desa Adat/Bendesa) dan bendahara pun mendatangi dan bertanya kepada tukang di lokasi, namun dijawab mereka hanya disuruh oleh pendonasi.
"Sebenarnya yang terjadi, pembangunan pagar pura dan candi bentar sudah diajukan proposalnya oleh bendahara, seharusnya pembangunannya tahun 2015 itu menggunakan dana BKK," ujar Supardi saat ditemui, Rabu (13/9) di Buleleng didampingi Bendahara Desa Adat I Kadek Budiasa. "Kemudian itu dibangun oleh pendonasi, warga kami yang juga pamangku nilai donasi sebesar Rp 120 juta. Saat dibangun tidak diberitahukan dan tidak seizim dari prajuru desa sehingga sempat menjadi polemik," lanjutnya.
Setelah pembangunan selesai, dana BKK sebesar Rp 400-an juta dengan serapan Rp 120 juta untuk pembangunan tembok pura. Pangliman dan Bendahara berinisiatif untuk memberikan dana BKK untuk pembangunan tembok kepada pendonasi untuk mengganti uang yang sudah dikeluarkannya. Hal ini karena rencana pembangunan sudah masuk ke dalam proposal. Tetapi pendonatur yang menerima uang tersebut secara tunai memberikan kembali kepada Pangliman dan Bendahara untuk digunakan sebagai kas desa adat. Mereka berdua lalu memberitahukan niat baik pendonatur itu kepada Bendesa Adat, yang kemudian dilakukan paruman (rapat) bersama krama.
Menurutnya, saat itu tidak terjadi permasalahan. Bahkan laporan pertanggungjawaban (LPJ) ke krama dan Provinsi telah diterima. Sehingga Supardi merasa heran dengan adanya laporan terkait dugaan korupsi dana BKK tahun 2015 di tahun 2022 lalu. Padahal, kata dia, pada tahun-tahun sebelumnya hal itu tidak dipermasalahkan. Supardi mengaku, setelah ada laporan yang dilayangkan ke Kejari Buleleng membuat situasi di desanya menjadi tidak harmonis. "Saya menghormati dan menghargai hukum, silakan saja ini terproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Tapi saya berharap penyelesaian tidak berlanjut lagi di proses hukum dan lebih memilih musyawarah untuk menjaga stabilitas desa kami," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya Bendesa dan Bendahara Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Buleleng beberapa waktu lalu. Kedua prajuru atau pengurus Desa Adat ini diduga menyelewengkan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2015-2022.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada menyampaikan, perbuatan kedua tersangka menimbulkan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 378 juta lebih. Modus kedua tersangka melakukan perbuatan korupsi yakni dengan memalsukan laporan keuangan.
Salah satunya, dalam kegiatan pembangunan tembok panyengker Pura Desa Adat yang menggunakan dana bersumber dari sumbangan krama sebanyak Rp 130 juta. Sedangkan dalam laporannya, disebutkan jika kegiatan tersebut menggunakan dana BKK. Adapun kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 7 mzk
Supardi juga membantah melakukan korupsi melalui pembangunan tembok panyengker pura tahun 2015 lalu. Kata dia, Desa Adat Tista sudah mengirimkan proposal ke provinsi terkait dengan pembangunan itu. Namun ternyata, salah satu krama memberikan donasi pembangunan tembok pura dan candi bentar senilai Rp 120 juta.
Supardi menyebutkan bahwa dirinya bersama Prajuru Desa Adat Tista tidak diberitahukan terkait pembangunan tersebut. Hal itu juga sempat membuat kegaduhan di desa adat. Apalagi, tukang suruh pendonasi sudah membongkar tembok lama dan pengerjaan saat itu sudah mencapai 25 persen. Karena pembangunan itu di areal pura, sehingga pihak Desa Adat Tista meredam gejolak krama, lantaran menganggap pembangunan itu merupakan perbuatan yang baik. Pangliman (Wakil Kelian Desa Adat/Bendesa) dan bendahara pun mendatangi dan bertanya kepada tukang di lokasi, namun dijawab mereka hanya disuruh oleh pendonasi.
"Sebenarnya yang terjadi, pembangunan pagar pura dan candi bentar sudah diajukan proposalnya oleh bendahara, seharusnya pembangunannya tahun 2015 itu menggunakan dana BKK," ujar Supardi saat ditemui, Rabu (13/9) di Buleleng didampingi Bendahara Desa Adat I Kadek Budiasa. "Kemudian itu dibangun oleh pendonasi, warga kami yang juga pamangku nilai donasi sebesar Rp 120 juta. Saat dibangun tidak diberitahukan dan tidak seizim dari prajuru desa sehingga sempat menjadi polemik," lanjutnya.
Setelah pembangunan selesai, dana BKK sebesar Rp 400-an juta dengan serapan Rp 120 juta untuk pembangunan tembok pura. Pangliman dan Bendahara berinisiatif untuk memberikan dana BKK untuk pembangunan tembok kepada pendonasi untuk mengganti uang yang sudah dikeluarkannya. Hal ini karena rencana pembangunan sudah masuk ke dalam proposal. Tetapi pendonatur yang menerima uang tersebut secara tunai memberikan kembali kepada Pangliman dan Bendahara untuk digunakan sebagai kas desa adat. Mereka berdua lalu memberitahukan niat baik pendonatur itu kepada Bendesa Adat, yang kemudian dilakukan paruman (rapat) bersama krama.
Menurutnya, saat itu tidak terjadi permasalahan. Bahkan laporan pertanggungjawaban (LPJ) ke krama dan Provinsi telah diterima. Sehingga Supardi merasa heran dengan adanya laporan terkait dugaan korupsi dana BKK tahun 2015 di tahun 2022 lalu. Padahal, kata dia, pada tahun-tahun sebelumnya hal itu tidak dipermasalahkan. Supardi mengaku, setelah ada laporan yang dilayangkan ke Kejari Buleleng membuat situasi di desanya menjadi tidak harmonis. "Saya menghormati dan menghargai hukum, silakan saja ini terproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Tapi saya berharap penyelesaian tidak berlanjut lagi di proses hukum dan lebih memilih musyawarah untuk menjaga stabilitas desa kami," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya Bendesa dan Bendahara Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Buleleng beberapa waktu lalu. Kedua prajuru atau pengurus Desa Adat ini diduga menyelewengkan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2015-2022.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada menyampaikan, perbuatan kedua tersangka menimbulkan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 378 juta lebih. Modus kedua tersangka melakukan perbuatan korupsi yakni dengan memalsukan laporan keuangan.
Salah satunya, dalam kegiatan pembangunan tembok panyengker Pura Desa Adat yang menggunakan dana bersumber dari sumbangan krama sebanyak Rp 130 juta. Sedangkan dalam laporannya, disebutkan jika kegiatan tersebut menggunakan dana BKK. Adapun kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 7 mzk
Komentar