Kemenkumham Soroti Penjiplakan Lagu Halo Halo Bandung
MANGUPURA, NusaBali - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menyoroti masalah lagu Halo-Halo Bandung yang dijiplak pembuat video YouTube dari Malaysia. DJKI menyayangkan karya Ismail Marzuki itu liriknya diubah dan ditayangkan di platform digital.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen, mengatakan judul lagu Halo Halo Bandung itu pertama kali diumumkan pada 1 Mei 1946 dan saat ini telah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor permohonan EC00202106966. Namun kini muncul Halo Kuala Lumpur dari kanal YouTube Laku Kanak TV. Lagu tersebut diduga telah melanggar hak cipta atas karya lagu Halo Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki karena dianggap telah mengambil musik dan mengubah lirik aslinya.
“Apabila suatu pihak ingin menggunakan sebagian maupun secara keseluruhan karya orang lain, maka pihak tersebut haruslah meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta maupun pemegang hak cipta. Hal ini sebagai wujud untuk menghargai hak moral pencipta atas karya tersebut,” tegasnya melalui siaran pers yang diterima dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali pada Jumat (15/9).
Dia melanjutkan, apabila ada orang maupun pihak lain yang mengambil musik atau pun mengubah lirik dari suatu karya lagu tanpa meminta izin dan tidak mencantumkan nama penciptanya, maka hal tersebut patut diduga sebagai bentuk pelanggaran hak cipta atas hak moral. Kemudian, apabila lagu tersebut diunggah ke platform digital tentunya tindakan itu juga akan merugikan pencipta dan pemegang hak cipta baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi.
“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, kita tidak bisa mengubah karya milik orang lain tanpa persetujuan pencipta maupun pemegang hak cipta,” tegasnya lagi.
Yang sangat disayangkan, kata dia, Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Konvensi Bern. Indonesia meratifikasi Konvensi Bern lewat Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For the Protection of Literary and Artistic Work, telah diundangkan pada 7 Mei 1997 silam. Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka karya cipta lagu Halo Halo Bandung yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern yang sampai saat ini berjumlah 181 negara termasuk di Malaysia sebagai anggota Konvensi Bern atas hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut. “Kemenkumham melalui DJKI sebagai pemangku kepentingan Kekayaan Intelektual di Indonesia akan berusaha agar perlindungan terhadap kekayaan intelektual baik komunal maupun individu tetap ditegakkan,” ungkapnya.
Untuk itu, DJKI berupaya melakukan penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain. Yang mana, hal itu diatur dalam Konvensi Bern, memakai asas Independence of Protection, yang artinya, pelindungan dan penegakan hukum hak cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara karya hak cipta tersebut dilanggar. Dalam hal ini, menggunakan hukum Malaysia. Namun apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan Alternative Dispute Resolution (ADR), yakni suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. ADR ini adalah semacam musyawarah.
“Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang-Undang Hak Cipta di negara tersebut,” katanya. 7 dar
“Apabila suatu pihak ingin menggunakan sebagian maupun secara keseluruhan karya orang lain, maka pihak tersebut haruslah meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta maupun pemegang hak cipta. Hal ini sebagai wujud untuk menghargai hak moral pencipta atas karya tersebut,” tegasnya melalui siaran pers yang diterima dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali pada Jumat (15/9).
Dia melanjutkan, apabila ada orang maupun pihak lain yang mengambil musik atau pun mengubah lirik dari suatu karya lagu tanpa meminta izin dan tidak mencantumkan nama penciptanya, maka hal tersebut patut diduga sebagai bentuk pelanggaran hak cipta atas hak moral. Kemudian, apabila lagu tersebut diunggah ke platform digital tentunya tindakan itu juga akan merugikan pencipta dan pemegang hak cipta baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi.
“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, kita tidak bisa mengubah karya milik orang lain tanpa persetujuan pencipta maupun pemegang hak cipta,” tegasnya lagi.
Yang sangat disayangkan, kata dia, Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Konvensi Bern. Indonesia meratifikasi Konvensi Bern lewat Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For the Protection of Literary and Artistic Work, telah diundangkan pada 7 Mei 1997 silam. Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka karya cipta lagu Halo Halo Bandung yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern yang sampai saat ini berjumlah 181 negara termasuk di Malaysia sebagai anggota Konvensi Bern atas hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut. “Kemenkumham melalui DJKI sebagai pemangku kepentingan Kekayaan Intelektual di Indonesia akan berusaha agar perlindungan terhadap kekayaan intelektual baik komunal maupun individu tetap ditegakkan,” ungkapnya.
Untuk itu, DJKI berupaya melakukan penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain. Yang mana, hal itu diatur dalam Konvensi Bern, memakai asas Independence of Protection, yang artinya, pelindungan dan penegakan hukum hak cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara karya hak cipta tersebut dilanggar. Dalam hal ini, menggunakan hukum Malaysia. Namun apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan Alternative Dispute Resolution (ADR), yakni suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. ADR ini adalah semacam musyawarah.
“Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang-Undang Hak Cipta di negara tersebut,” katanya. 7 dar
1
Komentar