Adi Arnawa Buka Pasamuan Paruman Pandita Se-Badung
MANGUPURA, NusaBali - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Badung menginisiasi Pasamuan Paruman Pandita se-Badung di Ruang Rapat Gosana III Kantor DPRD, Puspem Badung, Senin (18/9). Ada beberapa poin yang dibahas, salah duanya mengenai tata cara Sudhi Wadani hingga penerusan warisan umat Hindu Bali.
Pasamuan dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Badung I Wayan Adi Arnawa mewakili Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. Turut hadir Ketua DPRD Badung Putu Parwata, Dharma Upapati PHDI Provinsi Bali Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari, Dharma Upapati PHDI Badung Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Wijayananda, para Sulinggih se-Badung, Ketua PHDI Provinsi Bali Nyoman Kenak, Ketua PHDI Badung Gede Rudia Adiputra, Kepala Dinas Kebudayaan Badung Gde Eka Sudarwitha.
Selain itu dihadiri juga Kepala Kantor Kemenag Badung Komang Giriyasa, Perwakilan Bandesa Madya MDA Badung Nyoman Sujapa, Ketua Komda Lansia Badung Gede Eka Pertama, Ketua WHDI Badung Ni Wayan Lutri, Ketua Listibiya Badung Nyoman Darmu, Ketua PSN Badung Jro Mangku Nyoman Sugata dan undangan lainnya.
Ketua PHDI Kabupaten Badung Gede Rudia Adiputra, mengatakan Pasamuan Paruman Pandita se-Badung mengambil tema ‘Merapikan Tatanan Beragama Memantapkan Rohani’. Ada lima point penting yang dibahas terkait dengan tatanan beragama. Pertama, hal yang berkaitan dengan sanggah natah. Kedua, syarat dan prosesi upacara sudhi wadani. Ketiga, fungsi pemujaan pelangkiran balai. Keempat, pis bolong dalam upacara agama. Kelima, penerusan warisan Umat Hindu Bali.
“Kelima poin ini dibahas bertujuan untuk membuat suatu tuntunan dan pedoman bagi umat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, yang nantinya akan kami bahas dan ditetapkan dalam Pasamuan Madya pada 24 September 2023,” ujarnya.
Sementara itu, Adi Arnawa menyambut baik kegiatan Pasamuan Paruman Pandita se-Badung ini. “Perlu adanya satu kesatuan tafsir yang kuat, terutama terkait pelaksanaan upakara dan upacara. Ini penting disampaikan agar jangan sampai nanti ada multitafsir yang mana tergantung keinginan. Pemerintah berharap ada satu tuntunan, pedomanan, acuan yang bisa dijadikan pedoman terutama dalam rangka pelaksanaan upakara dan upacara keagamaan di Bali,” ujarnya.
Menurut birokrat asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan ini, apabila sudah ada pedoman yang kuat, tentunya tidak ada multitafsir. “Seperti apa yang disampaikan oleh Dharma Upapati PHDI Provinsi Bali, saya kira itu sudah sangat tepat dan memang sudah saatnya kita harus memiliki pedoman yang kuat. Tentu berbasis sastra yang kuat, apakah itu menyangkut masalah merajan, jajar kemiri, bagaimana dengan penggunaan jinah bolong, fungsi pelangkiran dan termasuk juga terkait pemargin upakara dan upacara sudhi wadani,” kata Adi Arnawa.
Sedangkan untuk komitmen dalam pelestarian budaya dan agama, Adi Arnawa menyampaikan bahwa Pemkab Badung sangat komit dan selalu hadir untuk mendukung, baik itu dari sisi anggaran maupun tempat. “Ini sebagai bentuk komitmen dan dukungan terhadap pelaksanaan Pasamuan Pandita ini, sehingga bisa mengeluarkan suatu rekomendasi yang bisa digunakan sebagai pedoman dan tuntunan kepada umat sedharma,” katanya. 7 ind
Selain itu dihadiri juga Kepala Kantor Kemenag Badung Komang Giriyasa, Perwakilan Bandesa Madya MDA Badung Nyoman Sujapa, Ketua Komda Lansia Badung Gede Eka Pertama, Ketua WHDI Badung Ni Wayan Lutri, Ketua Listibiya Badung Nyoman Darmu, Ketua PSN Badung Jro Mangku Nyoman Sugata dan undangan lainnya.
Ketua PHDI Kabupaten Badung Gede Rudia Adiputra, mengatakan Pasamuan Paruman Pandita se-Badung mengambil tema ‘Merapikan Tatanan Beragama Memantapkan Rohani’. Ada lima point penting yang dibahas terkait dengan tatanan beragama. Pertama, hal yang berkaitan dengan sanggah natah. Kedua, syarat dan prosesi upacara sudhi wadani. Ketiga, fungsi pemujaan pelangkiran balai. Keempat, pis bolong dalam upacara agama. Kelima, penerusan warisan Umat Hindu Bali.
“Kelima poin ini dibahas bertujuan untuk membuat suatu tuntunan dan pedoman bagi umat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, yang nantinya akan kami bahas dan ditetapkan dalam Pasamuan Madya pada 24 September 2023,” ujarnya.
Sementara itu, Adi Arnawa menyambut baik kegiatan Pasamuan Paruman Pandita se-Badung ini. “Perlu adanya satu kesatuan tafsir yang kuat, terutama terkait pelaksanaan upakara dan upacara. Ini penting disampaikan agar jangan sampai nanti ada multitafsir yang mana tergantung keinginan. Pemerintah berharap ada satu tuntunan, pedomanan, acuan yang bisa dijadikan pedoman terutama dalam rangka pelaksanaan upakara dan upacara keagamaan di Bali,” ujarnya.
Menurut birokrat asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan ini, apabila sudah ada pedoman yang kuat, tentunya tidak ada multitafsir. “Seperti apa yang disampaikan oleh Dharma Upapati PHDI Provinsi Bali, saya kira itu sudah sangat tepat dan memang sudah saatnya kita harus memiliki pedoman yang kuat. Tentu berbasis sastra yang kuat, apakah itu menyangkut masalah merajan, jajar kemiri, bagaimana dengan penggunaan jinah bolong, fungsi pelangkiran dan termasuk juga terkait pemargin upakara dan upacara sudhi wadani,” kata Adi Arnawa.
Sedangkan untuk komitmen dalam pelestarian budaya dan agama, Adi Arnawa menyampaikan bahwa Pemkab Badung sangat komit dan selalu hadir untuk mendukung, baik itu dari sisi anggaran maupun tempat. “Ini sebagai bentuk komitmen dan dukungan terhadap pelaksanaan Pasamuan Pandita ini, sehingga bisa mengeluarkan suatu rekomendasi yang bisa digunakan sebagai pedoman dan tuntunan kepada umat sedharma,” katanya. 7 ind
Komentar