Pakrimik PPDB, Mendikbud Beri Kelonggaran
SE Mendikbud No 3/2017 mengisyaratkan, sekolah pada setiap provinsi/kabupaten/kota dapat melaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kesiapan masing-masing.
MANGUPURA, NusaBali
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy akhirnya mengeluarkan surat edaran menyikapi kisruh dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2018. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2017 yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2017, sekolah diberikan keleluasaan mengikuti Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 seutuhnya atau dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing sekolah.
Setelah keluarnya SE tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung I Ketut Widia Astika berharap kekisruhan selama pelaksanaan PPDB bisa cair. Dia juga berharap tidak ada lagi orangtua siswa pakrimik lantaran anaknya tidak masuk di sekolah negeri. SE dari Kemendikbud tersebut bisa jadi acuan pihak sekolah.
“Saya raya ini dapat mencairkan suasana. Karena kami akui apabila PPDB sepenuhnya merujuk pada ketentuan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, maka terkesan dipaksakan meski tujuannya bagus,” kata Astika, Minggu (9/10). “Mungkin untuk di daerah lain bisa diterapkan. Tapi untuk di Badung kami rasa sangat susah, terutama daerah perbatasan tidak serta merta bisa. Apalagi ada daerah yang siswanya padat, ada juga yang tidak. Ini fakta di lapangan,” imbuhnya.
Apabila merujuk Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, lanjut Astika, rombongan belajar paling banyak 32 siswa/orang, dan jumlah rombongan belajar paling banyak 33. Menurutnya hal itu cukup memberatkan. Terlebih di Badung, dengan banyaknya siswa tamatan SD, beberapa sekolah terpaksa menerapkan double shift untuk bisa menampung. Nah, apabila seketika harus menerapkan aturan yang baru maka sangat sulit.
Dengan keluarnya SE tersebut, Astika menekankan agar dapat menjadi acuan bagi sekolah, sehingga tidak perlu ragu lagi bila memang tidak siap dengan ketentuan yang baru. Pada poin ketiga SE tersebut mengisyaratkan, jika sekolah pada setiap provinsi/kabupaten/kota masih belum dapat menampung peserta didik yang tersedia sesuai dengan ketentuan zonasi, jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar, dan jumlah rombongan belajar pada sekolah, maka dapat dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kesiapan masing-masing provinsi/kabupaten/kota.
Walau begitu, lanjut mantan Kepala SMKN 1 Kuta Selatan, ini dengan adanya kelonggaran tersebut tidak serta merta semua siswa dapat masuk ke sekolah negeri. “Sebelum aturan baru keluar pun, tidak semua bisa masuk ke negeri. Karena sekolah di Badung kan juga ada keterbatasan daya tampung, hanya bisa menampung 36 siswa tiap kelas. Jadi sekarang itu yang kami maksimalkan,” tutur Astika. Menurutnya, acuan rombongan belajar 36 siswa mengacu pada Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 dengan perubahannya Permindikbud Nomor 23 Tahun 2013.
“Makanya kami berharap sekali kepada orangtua siswa, apabila tidak memungkinkan masuk ke negeri, masuk ke sekolah swasta. Di Badung kualitas sekolah swasta tidak kalah dengan sekolah negeri,” tandasnya.
Menanggapi pakrimik orangtua siswa karena ternyata ada anak angkat bupati dari luar Bali yang diterima di SMPN 2 Kuta Utara, menurut Astika, sudah diklarifikasi pihak sekolah. “Betul memang ada dan sekolah sudah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada menganakemaskan siswa tersebut. Begini, siswa itu kebetulan anak angkat bupati, tapi sudah lama tinggal di Badung. Jadi bukan tiba-tiba mencari (mendaftar) sekolah di sini dan langsung diterima,” ungkapnya.
Sementara Kepala SMPN 2 Kuta Utara AA Putu Oka Sujana mengakui menerima anak angkat salah satu bupati dari Nusa Tenggara Timur (NTT). “Iya yang bersangkutan diterima berdasarkan ketentuan jalur luar zonasi 5 persen. Artinya prosesnya sudah sesuai prosedur,” kata AA Oka Sujana. *asa
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy akhirnya mengeluarkan surat edaran menyikapi kisruh dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2018. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2017 yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2017, sekolah diberikan keleluasaan mengikuti Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 seutuhnya atau dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing sekolah.
Setelah keluarnya SE tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung I Ketut Widia Astika berharap kekisruhan selama pelaksanaan PPDB bisa cair. Dia juga berharap tidak ada lagi orangtua siswa pakrimik lantaran anaknya tidak masuk di sekolah negeri. SE dari Kemendikbud tersebut bisa jadi acuan pihak sekolah.
“Saya raya ini dapat mencairkan suasana. Karena kami akui apabila PPDB sepenuhnya merujuk pada ketentuan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, maka terkesan dipaksakan meski tujuannya bagus,” kata Astika, Minggu (9/10). “Mungkin untuk di daerah lain bisa diterapkan. Tapi untuk di Badung kami rasa sangat susah, terutama daerah perbatasan tidak serta merta bisa. Apalagi ada daerah yang siswanya padat, ada juga yang tidak. Ini fakta di lapangan,” imbuhnya.
Apabila merujuk Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, lanjut Astika, rombongan belajar paling banyak 32 siswa/orang, dan jumlah rombongan belajar paling banyak 33. Menurutnya hal itu cukup memberatkan. Terlebih di Badung, dengan banyaknya siswa tamatan SD, beberapa sekolah terpaksa menerapkan double shift untuk bisa menampung. Nah, apabila seketika harus menerapkan aturan yang baru maka sangat sulit.
Dengan keluarnya SE tersebut, Astika menekankan agar dapat menjadi acuan bagi sekolah, sehingga tidak perlu ragu lagi bila memang tidak siap dengan ketentuan yang baru. Pada poin ketiga SE tersebut mengisyaratkan, jika sekolah pada setiap provinsi/kabupaten/kota masih belum dapat menampung peserta didik yang tersedia sesuai dengan ketentuan zonasi, jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar, dan jumlah rombongan belajar pada sekolah, maka dapat dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kesiapan masing-masing provinsi/kabupaten/kota.
Walau begitu, lanjut mantan Kepala SMKN 1 Kuta Selatan, ini dengan adanya kelonggaran tersebut tidak serta merta semua siswa dapat masuk ke sekolah negeri. “Sebelum aturan baru keluar pun, tidak semua bisa masuk ke negeri. Karena sekolah di Badung kan juga ada keterbatasan daya tampung, hanya bisa menampung 36 siswa tiap kelas. Jadi sekarang itu yang kami maksimalkan,” tutur Astika. Menurutnya, acuan rombongan belajar 36 siswa mengacu pada Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 dengan perubahannya Permindikbud Nomor 23 Tahun 2013.
“Makanya kami berharap sekali kepada orangtua siswa, apabila tidak memungkinkan masuk ke negeri, masuk ke sekolah swasta. Di Badung kualitas sekolah swasta tidak kalah dengan sekolah negeri,” tandasnya.
Menanggapi pakrimik orangtua siswa karena ternyata ada anak angkat bupati dari luar Bali yang diterima di SMPN 2 Kuta Utara, menurut Astika, sudah diklarifikasi pihak sekolah. “Betul memang ada dan sekolah sudah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada menganakemaskan siswa tersebut. Begini, siswa itu kebetulan anak angkat bupati, tapi sudah lama tinggal di Badung. Jadi bukan tiba-tiba mencari (mendaftar) sekolah di sini dan langsung diterima,” ungkapnya.
Sementara Kepala SMPN 2 Kuta Utara AA Putu Oka Sujana mengakui menerima anak angkat salah satu bupati dari Nusa Tenggara Timur (NTT). “Iya yang bersangkutan diterima berdasarkan ketentuan jalur luar zonasi 5 persen. Artinya prosesnya sudah sesuai prosedur,” kata AA Oka Sujana. *asa
Komentar