Nelayan Serangan Pilih Budidaya Kerapu
Larangan penangkapan terhadap ‘bayi lobster’ atau bibit lobster 1,5 ons ke bawah membuat para nelayan Serangan di Kelurahan Serangan Denpasar Selatan (Densel) banting stir memanfaatkan peluang lain.
Dampak Larangan Penangkapan ‘Bayi Lobster’
DENPASAR, NusaBali
Selain melakoni mencari ikan hias, nelayan di Serangan membudidayakan ikan kerapu. Budidaya dilakukan pada keramba yang sebelumnya berfungsi menampung atau membesarkan bibit lobster.
Secara ekonomis pendapatan dari budidaya kerapu tidak sebanding dengan pendapatan bisnis lobster. Namun minimal nelayan punya alternatif sumber pendapatan, pasca larangan penangkapan bibit lobster.
“Kalau penghasilan jauh (kurang) dari panen lobster,” ujar I Made Riben, salah seorang nelayan di Serangan Minggu (9/7). Jika dalam 10 kotak keramba lobster, nelayan bisa mengantongi Rp 30 juta dalam tiga bulan atau sekali masa tebar. “ Tidak demikian dengan hasil kerapu,” ujarnya.
Menurut Riben, keuntungan per keramba tidak lebih dari Rp 1,5 juta. Itu pun dengan masa pemeliharaan selama 6 bulan.”Tidak bisa dibandingkan, masa waktu memelihara maupun dari pendapatan,” kata Riben, terkait beda budidaya lobster dengan budidaya kerapu.
Sejak larangan bayi lobster, nelayan mengaku tidak berani nekat menangkap bibit lobster. Mereka mengaku takut terjaring aparat keamanan patroli perairan.”Karenanya beralih ke kerapu,” kata Riben.
Syukurnya pasaran kerapu terbilang lumayan bagus. Dan hampir seluruhnya diserap pasar lokal untuk konsumsi. “Jadi ada penghasilan karena keramba bisa dimanfaatkan,” kata Riben.
Untuk kebutuhan budidaya bibit kerapu didatangkan dari Singaraja. Harga saat ini Rp 600 per centimeter. Biasanya nelayan membeli bibit dengan panjang 10 centimeter atau Rp 6000 per ekor. Sehingga untuk 1000 ekor bibit kerapu, modalnya Rp 6 juta. Itu baru bibit, belum terhitung biaya pakan selama masa pemeliharaan,rata-rata 6 bulan. “Banyak juga biayanya,” kata Riben. *k17`
Komentar