Turun Temurun Sejak Tahun 1648, Jadi Ungkapan Suka Cita Warga
Melihat Tradisi Unik ‘Mengarak Sokok’ di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng
Tradisi unik akan terus untuk dijaga eksistensinya, terlebih Tradisi Mengarak Sokok sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) secara nasional
SINGARAJA, NusaBali
Ribuan masyarakat Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng tumpah ruah di sepanjang jalan desa, terutama di depan Kantor Perbekel Pegayaman yang menjadi perlintasan pawai mengarak sokok, Kamis (28/9) siang. Tradisi yang menjadi ungkapan suka cita memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad (Maulid Nabi) ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1648 silam. Tahun ini pelaksanaan Tradisi Mengarak Sokok juga terasa istimewa bagi umat Islam Desa Pegayaman, sebab tradisi turun temurun ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI.
Total ada 170 sokok yang diarak dalam pawai kali ini. Sokok-sokok itu dibuat oleh keluarga yang ingin bersedekah. Bentuknya pun beraneka ragam dan sangat berwarna. Dalam pelaksanaan tradisi mengarak sokok ini juga diisi pawai budaya burdah, hadrah, pencak silat dan penampilan dari siswa sekolah di Desa Pegayaman.
Tokoh Masyarakat Desa Pegayaman, Ketut Muhammad Suharto ditemui di sela-sela pawai mengatakan tradisi mengarak sokok ini merupakan bagian dari seni hadrah. Tujuannya memberikan hiburan pembuat sokok dan juga masyarakat umum, selain juga ungkapan rasa syukur dan bahagia. Menurutnya sokok di Desa Pegayaman dibagi menjadi tiga jenis.
Ribuan masyarakat Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng tumpah ruah di sepanjang jalan desa, terutama di depan Kantor Perbekel Pegayaman yang menjadi perlintasan pawai mengarak sokok, Kamis (28/9) siang. Tradisi yang menjadi ungkapan suka cita memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad (Maulid Nabi) ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1648 silam. Tahun ini pelaksanaan Tradisi Mengarak Sokok juga terasa istimewa bagi umat Islam Desa Pegayaman, sebab tradisi turun temurun ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI.
Total ada 170 sokok yang diarak dalam pawai kali ini. Sokok-sokok itu dibuat oleh keluarga yang ingin bersedekah. Bentuknya pun beraneka ragam dan sangat berwarna. Dalam pelaksanaan tradisi mengarak sokok ini juga diisi pawai budaya burdah, hadrah, pencak silat dan penampilan dari siswa sekolah di Desa Pegayaman.
Tokoh Masyarakat Desa Pegayaman, Ketut Muhammad Suharto ditemui di sela-sela pawai mengatakan tradisi mengarak sokok ini merupakan bagian dari seni hadrah. Tujuannya memberikan hiburan pembuat sokok dan juga masyarakat umum, selain juga ungkapan rasa syukur dan bahagia. Menurutnya sokok di Desa Pegayaman dibagi menjadi tiga jenis.
Foto: Tokoh masyarakat Desa Pegayamana Ketut Muhammad Suharto. -LILIK SURYA ARIANI
Pertama Sokok Base/Gebogan. Sokok ini dibuat menggunakan bahan dasar telur rebus yang dihias dengan base (daun sirih) dan juga bunga. Bentuknya persis seperti gebogan (salah satu banten umat Hindu). Jenis sokok ini disebut Suharto memang diadopsi dari budaya Bali. Jenis kedua Sokok Gerodok. Sokok ini dibuat dari telur rebus dengan jumlah bervariasi kemudian dibungkus dengan kertas bunga maupun kertas minyak.
Di bagian dasar sokok gerodok yang berbentuk kubus diletakkan buah-buahan lokal hasil panen petani setempat. Kemudian ditusuk dengan bambu dan ditancapkan di batang pisang. Jenis ketiga adalah Sokok Kreasi. Sokok ini tetap menggunakan telur rebus, namun dibentuk bermacam-macam. Sesuai dengan kreasi dan imajinasi dari pembuat sokoknya.
Pertama Sokok Base/Gebogan. Sokok ini dibuat menggunakan bahan dasar telur rebus yang dihias dengan base (daun sirih) dan juga bunga. Bentuknya persis seperti gebogan (salah satu banten umat Hindu). Jenis sokok ini disebut Suharto memang diadopsi dari budaya Bali. Jenis kedua Sokok Gerodok. Sokok ini dibuat dari telur rebus dengan jumlah bervariasi kemudian dibungkus dengan kertas bunga maupun kertas minyak.
Di bagian dasar sokok gerodok yang berbentuk kubus diletakkan buah-buahan lokal hasil panen petani setempat. Kemudian ditusuk dengan bambu dan ditancapkan di batang pisang. Jenis ketiga adalah Sokok Kreasi. Sokok ini tetap menggunakan telur rebus, namun dibentuk bermacam-macam. Sesuai dengan kreasi dan imajinasi dari pembuat sokoknya.
“Membuat sokok ini sudah mentradisi di Desa Pegayaman hanya dibuat setahun sekali saat Maulid Nabi. Tradisi ini terlahir dari kolaborasi budaya Jawa, Bugis dan Bali. Kenapa pakai telur, menurut cerita tetua kami mengandung filosofi tersendiri. Kuning dan putih telur melambangkan Al Quran dan hadist,” ungkap Suharto. Tradisi unik di desa wilayah Buleleng yang didominasi umat muslim ini diupayakan untuk dijaga eksistensinya. Terlebih tahun ini Tradisi Mengarak Sokok sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI.
“Untuk pelestarian dan regenerasi kami sudah terapkan juga di sekolah-sekolah itu dilombakan dari jenjang SD. Sehingga tidak ada rasa khawatir tradisi ini akan hilang, sebab ini kearifan lokal yang luar biasa yang dibuat leluhur kami di sini,” terang Suharto. 7 k23
Komentar