Lahan Terbakar di Gunung Agung Capai 715 Hektare
BPBD Sudah Tak Temukan Titik Api
AMLAPURA, NusaBali - Walau tidak lagi terlihat titik api (hotspot), namun kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) di lereng Gunung Agung bagian timur, terdata mencapai 715 hektare terbagi dua wilayah.
Hal ini diungkapkan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa saat memaparkan hasil pantauannya di dua lokasi di Desa Ban, Desa Baturinggit, Desa Sukadana, dan Desa/Kecamatan Kubu, Karangasem, Rabu (4/10) pukul 20.40 Wita.
Arimbawa mengatakan petugas gabungan terbagi dua tim, yakni Tim 1 dan Tim 2. Tim 1 di bawah kendali Kepala RPH daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu I Gede Arta Susila, mencatat luas kebakaran hutan lindung mencapai 420 hektare. Tim 1 tersebut melakukan penelusuran dengan melibatkan 5 anggota BPBD Karangasem, 4 anggota BPBD Provinsi Bali, 3 anggota PMI dan masyarakat.
Penelusurannya mulai dari Banjar Belong, Desa Ban, Kecamatan Kubu, hingga Banjar Daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu pada pukul 09.00 Wita-20.40 Wita, namunm sudah tidak menemukan titik api.
Sedangkan Tim 2 di bawah koordinasi Kepala RPH Kubu, Desa/Kecamatan Kubu I Nengah Murna, melakukan pemantauan di Banjar Dukuh, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, hingga ke Banjar Nusu, Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, juga tidak menemukan adanya titik api. Luas hutan terbakar dalam pemantauan Tim 2 terdata seluas 295 hektare, sehingga total yang terbakar di wilayah pemantauan Tim 1 dan Tim 2 menjadi 715 hektare.
"Ancaman kebakaran tetap terjadi, bahkan meluas, mengingat cuaca panas, situasi di lapangan banyak semak-semak kering, karena musim kemarau dan angin kencang," jelas Arimbawa. Petugas gabungan tetap akan melakukan pemantauan di Gunung Agung terutama dari Desa Baturinggit, Desa Sukadana, Desa Kubu, Desa Dukuh, dan Desa Ban. Sementara Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH) Daya, Kecamatan Kubu I Gede Arta Susila, memaparkan hasil pantauannya di wilayah kerjanya tercatat 420 hektare hutan lindung yang terbakar. "Selama ini berupaya mencapai titik api, dan melakukan pemadaman secara manual," jelas Arta Susila.
Pemadaman katanya dengan menggunakan dahan kayu, sekop, dan cangkul. Dahan kayu untuk memukul-pukul kobaran api, sedangkan sekop untuk mengambil pasir, lalu pasir tersebut sebagai sarana menimbun di bagian kobaran api. "Kami memang kesulitan melakukan penanganan di lapangan, selain medannya terjal, terhalang jurang, panas, dan hembusan anginnya cukup kencang," jelas Arta Susila. Di samping itu akses jalan menuju titik api, tidak ada. Petugas gabungan melakukan pantauan terakhir dari Banjar Nusu, Desa Sukadana hingga pukul 20.40 Wita, tidak menemukan titik api.
Kebakaran hutan lindung di Gunung Agung berawal dari Rabu (27/9), terus meluas hingga mendekati lahan milik warga. Hanya saja pemukiman masih jauh sekitar 1 kilometer. Di bagian lain Humas Pangempon Pura Pasar Agung, I Wayan Suara memberlakukan larangan merokok bagi para pamedek yang hendak menggelar upacara mulang pakelem ke puncak Gunung Agung dari jalur selatan Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat. "Secara tidak sengaja usai merokok, puntung rokok masih menyala, terbuang begitu saja, bisa menimbulkan kebakaran hutan. Makanya kami lakukan antisipasi dan mengedukasi pamedek," jelas Wayan Suara.
Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau akan berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia mulai akhir Oktober 2023 ini, dan awal musim hujan secara bertahap dimulai awal November 2023. Namun, akibat tingginya keragaman iklim, maka awal musim hujan tidak terjadi secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sementara puncak musim hujan diprediksi akan terjadi pada bulan Januari-Februari 2024.
“Sesuai prediksi BMKG, puncak dampak El Nino terjadi pada bulan September, namun tadi kami juga menganalisis dari data satelit yang terkini, terlihat Oktober ini tampaknya intensitas El Nino belum turun. Fenomena El Nino ini diprediksi masih akan terus bertahan hingga tahun depan,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis dari Biro Hukum dan Organisasi, Bagian Hubungan Masyarakat BMKG di Jakarta, Selasa (3/10).
Dwikorita mengatakan, level El Nino moderat akan terus bertahan dan berakhir pada bulan Februari-Maret 2024. Awal musim hujan sendiri, kata dia, berkaitan erat dengan peralihan Monsun Australia menjadi Monsun Asia. Saat ini, lanjut Dwikorita, Monsun Asia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sehingga diprediksi bulan November akan mulai turun hujan.
“Artinya pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap. Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita pun mewanti-wanti masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu terjadinya kebakaran lantaran kemarau kering masih belum berakhir.
"Masyarakat dimohon selama bulan Oktober ini kondisinya masih kering, maka tidak dibakar pun bisa terbakar. Jadi jangan mencoba-coba untuk dengan sengaja atau tidak sengaja untuk mengakibatkan nyala api karena pemadamannya akan sulit untuk dilakukan," pungkasnya. 7 k16
Arimbawa mengatakan petugas gabungan terbagi dua tim, yakni Tim 1 dan Tim 2. Tim 1 di bawah kendali Kepala RPH daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu I Gede Arta Susila, mencatat luas kebakaran hutan lindung mencapai 420 hektare. Tim 1 tersebut melakukan penelusuran dengan melibatkan 5 anggota BPBD Karangasem, 4 anggota BPBD Provinsi Bali, 3 anggota PMI dan masyarakat.
Penelusurannya mulai dari Banjar Belong, Desa Ban, Kecamatan Kubu, hingga Banjar Daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu pada pukul 09.00 Wita-20.40 Wita, namunm sudah tidak menemukan titik api.
Sedangkan Tim 2 di bawah koordinasi Kepala RPH Kubu, Desa/Kecamatan Kubu I Nengah Murna, melakukan pemantauan di Banjar Dukuh, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, hingga ke Banjar Nusu, Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, juga tidak menemukan adanya titik api. Luas hutan terbakar dalam pemantauan Tim 2 terdata seluas 295 hektare, sehingga total yang terbakar di wilayah pemantauan Tim 1 dan Tim 2 menjadi 715 hektare.
"Ancaman kebakaran tetap terjadi, bahkan meluas, mengingat cuaca panas, situasi di lapangan banyak semak-semak kering, karena musim kemarau dan angin kencang," jelas Arimbawa. Petugas gabungan tetap akan melakukan pemantauan di Gunung Agung terutama dari Desa Baturinggit, Desa Sukadana, Desa Kubu, Desa Dukuh, dan Desa Ban. Sementara Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH) Daya, Kecamatan Kubu I Gede Arta Susila, memaparkan hasil pantauannya di wilayah kerjanya tercatat 420 hektare hutan lindung yang terbakar. "Selama ini berupaya mencapai titik api, dan melakukan pemadaman secara manual," jelas Arta Susila.
Pemadaman katanya dengan menggunakan dahan kayu, sekop, dan cangkul. Dahan kayu untuk memukul-pukul kobaran api, sedangkan sekop untuk mengambil pasir, lalu pasir tersebut sebagai sarana menimbun di bagian kobaran api. "Kami memang kesulitan melakukan penanganan di lapangan, selain medannya terjal, terhalang jurang, panas, dan hembusan anginnya cukup kencang," jelas Arta Susila. Di samping itu akses jalan menuju titik api, tidak ada. Petugas gabungan melakukan pantauan terakhir dari Banjar Nusu, Desa Sukadana hingga pukul 20.40 Wita, tidak menemukan titik api.
Kebakaran hutan lindung di Gunung Agung berawal dari Rabu (27/9), terus meluas hingga mendekati lahan milik warga. Hanya saja pemukiman masih jauh sekitar 1 kilometer. Di bagian lain Humas Pangempon Pura Pasar Agung, I Wayan Suara memberlakukan larangan merokok bagi para pamedek yang hendak menggelar upacara mulang pakelem ke puncak Gunung Agung dari jalur selatan Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat. "Secara tidak sengaja usai merokok, puntung rokok masih menyala, terbuang begitu saja, bisa menimbulkan kebakaran hutan. Makanya kami lakukan antisipasi dan mengedukasi pamedek," jelas Wayan Suara.
Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau akan berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia mulai akhir Oktober 2023 ini, dan awal musim hujan secara bertahap dimulai awal November 2023. Namun, akibat tingginya keragaman iklim, maka awal musim hujan tidak terjadi secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sementara puncak musim hujan diprediksi akan terjadi pada bulan Januari-Februari 2024.
“Sesuai prediksi BMKG, puncak dampak El Nino terjadi pada bulan September, namun tadi kami juga menganalisis dari data satelit yang terkini, terlihat Oktober ini tampaknya intensitas El Nino belum turun. Fenomena El Nino ini diprediksi masih akan terus bertahan hingga tahun depan,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis dari Biro Hukum dan Organisasi, Bagian Hubungan Masyarakat BMKG di Jakarta, Selasa (3/10).
Dwikorita mengatakan, level El Nino moderat akan terus bertahan dan berakhir pada bulan Februari-Maret 2024. Awal musim hujan sendiri, kata dia, berkaitan erat dengan peralihan Monsun Australia menjadi Monsun Asia. Saat ini, lanjut Dwikorita, Monsun Asia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sehingga diprediksi bulan November akan mulai turun hujan.
“Artinya pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap. Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita pun mewanti-wanti masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu terjadinya kebakaran lantaran kemarau kering masih belum berakhir.
"Masyarakat dimohon selama bulan Oktober ini kondisinya masih kering, maka tidak dibakar pun bisa terbakar. Jadi jangan mencoba-coba untuk dengan sengaja atau tidak sengaja untuk mengakibatkan nyala api karena pemadamannya akan sulit untuk dilakukan," pungkasnya. 7 k16
1
Komentar