Krama Desa Minta Penyelesaian Secara Adat
Kasus Dugaan Korupsi Dana BKK di Desa Adat Tista
Kejari Buleleng menyatakan akan mempertimbangkan, namun proses hukum tetap berjalan karena sudah tahap penyidikan dan menetapkan dua tersangka
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah krama (warga) Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Rabu (4/10) pagi. Kedatangan mereka untuk beraudiensi terkait kasus dugaan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali yang menjerat Bendesa Nyoman Supardi dan Bendahara I Kadek Budiasa sebagai tersangka.
Krama meminta persoalan tersebut dapat diselesaikan di adat. Selain itu, mereka juga yang membawa hasil paruman (rapat) Desa Adat Tista pada 26 September 2023 lalu dan meminta dijadikan pertimbangan penyelesaian proses hukum, apabila masalah tidak bisa diserahkan ke desa adat untuk penyelesaiannya.
"Krama berharap agar kembali bisa damai dalam melaksanakan tatanan adat dan desa di Tista. Jangan sampai karena kasus ini masuk ke meja hijau, terjadi perpecahan di masyarakat," jelas perwakilan krama, Ketut Yasa.
Ia menyebutkan, permasalahan hukum yang bergulir di Desa Adat Tista ini berimbas dengan terhambatnya upacara keagamaan di pura, seperti piodalan. Menurutnya, sebagian besar karma sebenarnya mendukung langkah-langkah bendesa.
"Dengan adanya laporan ini (terkait korupsi dana BKK), salah satu prajuru (pengurus desa adat) juga kaget karena setiap tahun dilaporkan (laporan pertanggungjawaban kepada krama) dan diterima, kenapa tiba-tiba ada laporan," ujarnya.
Sementara itu, Humas sekaligus Kasi Intelijen Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada menyampaikan pihaknya akan menerima setiap masukan dan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam penanganan proses hukum.
Alit Ambara menegaskan, proses hukum tetap berjalan apalagi saat ini sudah dalam proses penyidikan dan dua orang pengurus desa adat telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyebut, penegakan hukum akan dilakukan secara proporsional dan profesional serta transparan. Pihaknya juga memastikan tidak ada intervensi dalam penanganan kasus.
"Tidak ada intervensi dari manapun, ini murni proses penegakan hukum dan prosesnya sangat transparan dan terbuka terkait penanangan kasus ini. Proses hukum tetap berjalan, ada koridor tertentu dalam hal penanganan perkara. Memang harapan kami sebagai penegak hukum, jangan sampai warga Desa Adat Tista terpecah belah," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Bendesa dan Bendahara Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Buleleng beberapa waktu lalu. Kedua prajuru atau pengurus Desa Adat ini diduga menyelewengkan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2015-2022.
Perbuatan kedua tersangka menimbulkan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 378 juta lebih. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Modus kedua tersangka melakukan perbuatan korupsi yakni dengan memalsukan laporan keuangan. Salah satunya, dalam kegiatan pembangunan tembok panyengker Pura Desa Adat yang menggunakan dana bersumber dari sumbangan krama sebanyak Rp 130 juta. Sedangkan dalam laporannya, disebutkan jika kegiatan tersebut menggunakan dana BKK. 7mzk
Sejumlah krama (warga) Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Rabu (4/10) pagi. Kedatangan mereka untuk beraudiensi terkait kasus dugaan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali yang menjerat Bendesa Nyoman Supardi dan Bendahara I Kadek Budiasa sebagai tersangka.
Krama meminta persoalan tersebut dapat diselesaikan di adat. Selain itu, mereka juga yang membawa hasil paruman (rapat) Desa Adat Tista pada 26 September 2023 lalu dan meminta dijadikan pertimbangan penyelesaian proses hukum, apabila masalah tidak bisa diserahkan ke desa adat untuk penyelesaiannya.
"Krama berharap agar kembali bisa damai dalam melaksanakan tatanan adat dan desa di Tista. Jangan sampai karena kasus ini masuk ke meja hijau, terjadi perpecahan di masyarakat," jelas perwakilan krama, Ketut Yasa.
Ia menyebutkan, permasalahan hukum yang bergulir di Desa Adat Tista ini berimbas dengan terhambatnya upacara keagamaan di pura, seperti piodalan. Menurutnya, sebagian besar karma sebenarnya mendukung langkah-langkah bendesa.
"Dengan adanya laporan ini (terkait korupsi dana BKK), salah satu prajuru (pengurus desa adat) juga kaget karena setiap tahun dilaporkan (laporan pertanggungjawaban kepada krama) dan diterima, kenapa tiba-tiba ada laporan," ujarnya.
Sementara itu, Humas sekaligus Kasi Intelijen Kejari Buleleng, Ida Bagus Alit Ambara Pidada menyampaikan pihaknya akan menerima setiap masukan dan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam penanganan proses hukum.
Alit Ambara menegaskan, proses hukum tetap berjalan apalagi saat ini sudah dalam proses penyidikan dan dua orang pengurus desa adat telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyebut, penegakan hukum akan dilakukan secara proporsional dan profesional serta transparan. Pihaknya juga memastikan tidak ada intervensi dalam penanganan kasus.
"Tidak ada intervensi dari manapun, ini murni proses penegakan hukum dan prosesnya sangat transparan dan terbuka terkait penanangan kasus ini. Proses hukum tetap berjalan, ada koridor tertentu dalam hal penanganan perkara. Memang harapan kami sebagai penegak hukum, jangan sampai warga Desa Adat Tista terpecah belah," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Bendesa dan Bendahara Desa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Buleleng beberapa waktu lalu. Kedua prajuru atau pengurus Desa Adat ini diduga menyelewengkan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2015-2022.
Perbuatan kedua tersangka menimbulkan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 378 juta lebih. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Modus kedua tersangka melakukan perbuatan korupsi yakni dengan memalsukan laporan keuangan. Salah satunya, dalam kegiatan pembangunan tembok panyengker Pura Desa Adat yang menggunakan dana bersumber dari sumbangan krama sebanyak Rp 130 juta. Sedangkan dalam laporannya, disebutkan jika kegiatan tersebut menggunakan dana BKK. 7mzk
Komentar