Pengadaan Buku Miliaran Rupiah Seret Kejaksaan
Buku ini tidak disambut gembira karena harus disiapkan dana untuk pengadaannya mulai Rp 25 juta hingga Rp 150 juta.
SINGARAJA, NusaBali
Proyek pengadaan buku di Kabupaten Buleleng kini menjadi sorotan. Selain nilainya dianggap fantastis; miliaran rupiah, keterlibatan institusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja dalam pengadaan buku tersebut juga dipertanyakan.
Data dihimpun, proyek pengadaan buku tersebut tersebar di 14 Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sembilan kecamatan, serta 19 kelurahan yang ada di Buleleng. Proyek itu juga mewajibkan seluruh desa sebanyak 129 desa se-Buleleng mengalokasikan dana pembelian buku.
Alokasi dana pengadaan buku di 14 OPD bervariasi antara Rp 100-150 juta, sedangkan di tingkat kecamatan merata Rp 100 juta, termasuk di tingkat kelurahan sebesar Rp 25 juta. Di tingkat desa juga merata masing-masing Rp 50 juta.
Sedianya proyek itu sudah direalisasikan pada tri wulan pertama 2017. Namun konon karena ada tarik ulur pengalokasian dana di tingkat desa, proyek tersebut belum bisa terrealisasi sampai sekarang. Sejumlah desa masih menentang pengadaan buku tersebut dengan menolak alokasikan dana di APBDes 2017. Sedangkan OPD, kecamatan dan kelurahan seluruh dananya sudah dialokasikan melalui APBD 2017.
Kini proyek tersebut menuai sorotan masyarakat banyak. Masalahnya, proyek pengadaan buku dianggap tidak rasional karena nilainya cukup besar. Di samping itu bahan bacaan yang dianggarkan, sudah dapat ditemui di internet. Mengingat bahan yang dianggarkan lebih banyak terkait dengan regulasi pemerintahan. Selain itu pengadaan buku dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan rekanan yang sama.
Nah, institusi Kejari Singaraja ikut terseret karena disebutkan sangat proaktif mendorong agar proyek tersebut terealisasi. Bahkan, pihak Kejari Singaraja disebutkan intens memantau perkembangan pengalokasian dana pengadaan buku tersebut di tingkat desa.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Puspaka dikonfirmasi di ruang kerjanya Senin (10/7) mengakui ada pengadaan buku tersebut. Puspaka menegaskan proyek itu hingga kini belum berjalan. Menurut Puspaka, pemerintah sudah menyusun anggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2017.
Setelah melalui kajian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memandang penting pengadaan buku-buku itu. Pengadaan pun diarahkan pada SKPD yang mengalami banyak perubahan regulasi. Buku-buku itu pun didedikasikan sebagai referensi yang dapat dibaca secara konvensional. “Meski teknologi sudah canggih, banyak rekan-rekan di pemerintahan yang suka konvensional. Seperti saya, lebih afdol kalau baca bukunya,” kata Puspaka.
Dalam perjalanannya, pemerintah lantas mengundang Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja untuk melakukan rapat koordinasi di Inspektorat Buleleng, terkait dengan proses pengadaan buku. Kejaksaan diminta memberikan pendampingan hukum, sehingga proses pengadaan bisa berjalan. “Sarannya agar dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, tidak keluar dari mekanisme,” imbuhnya.
Seiring berjalannya waktu, pengadaan buku itu pun menjadi sorotan masyarakat. Sekkab Puspaka pun kini mempertimbangkan opsi membatalkan proyek itu, dan melakukan rasionalisasi anggaran pada APBD Perubahan 2017. Apalagi saat ini neraca anggaran Pemkab Buleleng dalam kondisi defisiit.
“Nanti kami lirik. Kita memang sedang defisit. Nanti kami cari-cari, kami sisir lagi, rasionalisasi lagi. kalau memang ini jadi isu negatif, lebih baik sudah (tidak dilanjutkan). Jangan sampai memunculkan praduga yang macam-macam,” imbuhnya.
SELANJUTNYA . . .
Proyek pengadaan buku di Kabupaten Buleleng kini menjadi sorotan. Selain nilainya dianggap fantastis; miliaran rupiah, keterlibatan institusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja dalam pengadaan buku tersebut juga dipertanyakan.
Data dihimpun, proyek pengadaan buku tersebut tersebar di 14 Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sembilan kecamatan, serta 19 kelurahan yang ada di Buleleng. Proyek itu juga mewajibkan seluruh desa sebanyak 129 desa se-Buleleng mengalokasikan dana pembelian buku.
Alokasi dana pengadaan buku di 14 OPD bervariasi antara Rp 100-150 juta, sedangkan di tingkat kecamatan merata Rp 100 juta, termasuk di tingkat kelurahan sebesar Rp 25 juta. Di tingkat desa juga merata masing-masing Rp 50 juta.
Sedianya proyek itu sudah direalisasikan pada tri wulan pertama 2017. Namun konon karena ada tarik ulur pengalokasian dana di tingkat desa, proyek tersebut belum bisa terrealisasi sampai sekarang. Sejumlah desa masih menentang pengadaan buku tersebut dengan menolak alokasikan dana di APBDes 2017. Sedangkan OPD, kecamatan dan kelurahan seluruh dananya sudah dialokasikan melalui APBD 2017.
Kini proyek tersebut menuai sorotan masyarakat banyak. Masalahnya, proyek pengadaan buku dianggap tidak rasional karena nilainya cukup besar. Di samping itu bahan bacaan yang dianggarkan, sudah dapat ditemui di internet. Mengingat bahan yang dianggarkan lebih banyak terkait dengan regulasi pemerintahan. Selain itu pengadaan buku dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan rekanan yang sama.
Nah, institusi Kejari Singaraja ikut terseret karena disebutkan sangat proaktif mendorong agar proyek tersebut terealisasi. Bahkan, pihak Kejari Singaraja disebutkan intens memantau perkembangan pengalokasian dana pengadaan buku tersebut di tingkat desa.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Puspaka dikonfirmasi di ruang kerjanya Senin (10/7) mengakui ada pengadaan buku tersebut. Puspaka menegaskan proyek itu hingga kini belum berjalan. Menurut Puspaka, pemerintah sudah menyusun anggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2017.
Setelah melalui kajian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memandang penting pengadaan buku-buku itu. Pengadaan pun diarahkan pada SKPD yang mengalami banyak perubahan regulasi. Buku-buku itu pun didedikasikan sebagai referensi yang dapat dibaca secara konvensional. “Meski teknologi sudah canggih, banyak rekan-rekan di pemerintahan yang suka konvensional. Seperti saya, lebih afdol kalau baca bukunya,” kata Puspaka.
Dalam perjalanannya, pemerintah lantas mengundang Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja untuk melakukan rapat koordinasi di Inspektorat Buleleng, terkait dengan proses pengadaan buku. Kejaksaan diminta memberikan pendampingan hukum, sehingga proses pengadaan bisa berjalan. “Sarannya agar dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, tidak keluar dari mekanisme,” imbuhnya.
Seiring berjalannya waktu, pengadaan buku itu pun menjadi sorotan masyarakat. Sekkab Puspaka pun kini mempertimbangkan opsi membatalkan proyek itu, dan melakukan rasionalisasi anggaran pada APBD Perubahan 2017. Apalagi saat ini neraca anggaran Pemkab Buleleng dalam kondisi defisiit.
“Nanti kami lirik. Kita memang sedang defisit. Nanti kami cari-cari, kami sisir lagi, rasionalisasi lagi. kalau memang ini jadi isu negatif, lebih baik sudah (tidak dilanjutkan). Jangan sampai memunculkan praduga yang macam-macam,” imbuhnya.
SELANJUTNYA . . .
Komentar