Kasus Dokter Aborsi Mandek
“Jika setelah pemberitahuan tersebut tidak juga diserahkan hasil penyidikan oleh penyidik maka dalam waktu 30 hari sejak P-20 dikirimkan, jaksa peneliti akan mengembalikan SPDP dan administrasi pengiriman berkas perkara kepada penyidik, dan menghapus register atas perkara tersebut,”
DENPASAR, NusaBali
Kasus dokter aborsi dengan tersangka I Ketut Arik Wiantara, 53, yang ditangani Dit Reskrimsus Polda Bali dikabarkan jalan di tempat alias mandek. Bahkan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sudah mengirimkan surat pemberitahuan waktu penyidikan tambahan telah habis (P-20) kepada penyidik Polda Bali.
Dalam surat tersebut juga menyatakan akan menghapus register perkara dokter Arik yang sudah mengaborsi 1.338 janin tak berdosa. “Jika setelah pemberitahuan tersebut tidak juga diserahkan hasil penyidikan oleh penyidik maka dalam waktu 30 hari sejak P-20 dikirimkan, jaksa peneliti akan mengembalikan SPDP dan administrasi pengiriman berkas perkara kepada penyidik, dan menghapus register atas perkara tersebut,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana via WhatsApp pada Kamis (5/10).
Ditambahkan, kalaupun penyidik nantinya mengirimkan kembali hasil penyidikan setelah batas waktu yang diberitahukan, maka proses harus diulangi dari awal, termasuk penerbitan sprindik baru/lanjutan, dan SPDP baru.
Sementara itu, Kasubdit V Dit Reskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko dikonfirmasi, Kamis sore mengatakan penyidik sudah mengirim berkas tahap I ke jaksa. Namun ada beberapa hal yang perlu penuhi lagi. "Sudah dikirim tahap I ke jaksa. Mencermati berkas itu ada petunjuk dari jaksa yang harus dipenuhi lagi," tuturnya.
Pihaknya pun merencanakan akan kembali mengirim berkas perkara tersebut yang sudah dilengkapi dalam waktu satu minggu ini. Sehingga, nantinya bisa dinyatakan lengkap (P21) untuk dilanjutkan ke pengadilan. Disinggung mengenai kendala yang dihadapi penyidik dalam pelengkapan berkas perkara tersebut, Nanang mengaku tidak ada. "Sementara belum kendala. Hanya ada beberapa tambahan-tambahan saja," ujarnya.
Seperti diketahui, dokter I Ketut Arik Wiantara sendiri diringkus aparat Subdit V Siber DitbReskrimsus Polda Bali di tempat praktek kedokteran ilegalnya di Jalan Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Senin (8/5) sekitar pukul 21.30 Wita. Lulusan dokter gigi yang tidak punya izin praktek resmi sebagai dokter ini berurusan dengan polisi karena membuka praktek aborsi. Praktek ilegalnya itu ditawarkan tersangka dengan memasang iklan di internet.
Kasus dokter aborsi dengan tersangka I Ketut Arik Wiantara, 53, yang ditangani Dit Reskrimsus Polda Bali dikabarkan jalan di tempat alias mandek. Bahkan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sudah mengirimkan surat pemberitahuan waktu penyidikan tambahan telah habis (P-20) kepada penyidik Polda Bali.
Dalam surat tersebut juga menyatakan akan menghapus register perkara dokter Arik yang sudah mengaborsi 1.338 janin tak berdosa. “Jika setelah pemberitahuan tersebut tidak juga diserahkan hasil penyidikan oleh penyidik maka dalam waktu 30 hari sejak P-20 dikirimkan, jaksa peneliti akan mengembalikan SPDP dan administrasi pengiriman berkas perkara kepada penyidik, dan menghapus register atas perkara tersebut,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana via WhatsApp pada Kamis (5/10).
Ditambahkan, kalaupun penyidik nantinya mengirimkan kembali hasil penyidikan setelah batas waktu yang diberitahukan, maka proses harus diulangi dari awal, termasuk penerbitan sprindik baru/lanjutan, dan SPDP baru.
Sementara itu, Kasubdit V Dit Reskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko dikonfirmasi, Kamis sore mengatakan penyidik sudah mengirim berkas tahap I ke jaksa. Namun ada beberapa hal yang perlu penuhi lagi. "Sudah dikirim tahap I ke jaksa. Mencermati berkas itu ada petunjuk dari jaksa yang harus dipenuhi lagi," tuturnya.
Pihaknya pun merencanakan akan kembali mengirim berkas perkara tersebut yang sudah dilengkapi dalam waktu satu minggu ini. Sehingga, nantinya bisa dinyatakan lengkap (P21) untuk dilanjutkan ke pengadilan. Disinggung mengenai kendala yang dihadapi penyidik dalam pelengkapan berkas perkara tersebut, Nanang mengaku tidak ada. "Sementara belum kendala. Hanya ada beberapa tambahan-tambahan saja," ujarnya.
Seperti diketahui, dokter I Ketut Arik Wiantara sendiri diringkus aparat Subdit V Siber DitbReskrimsus Polda Bali di tempat praktek kedokteran ilegalnya di Jalan Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Senin (8/5) sekitar pukul 21.30 Wita. Lulusan dokter gigi yang tidak punya izin praktek resmi sebagai dokter ini berurusan dengan polisi karena membuka praktek aborsi. Praktek ilegalnya itu ditawarkan tersangka dengan memasang iklan di internet.
Foto: Rumah yang dijadikan tempat praktek aborsi oleh tersangka Ketut Arik Wiantara, 53 di Jalan Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung. -DOK.NUSABALI
Praktek terlarang dari tersangka yang tinggal di Jalan Tukad Petanu, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan ini sudah lama dilakukannya. Bahkan tersangka sudah dua kali ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara. Pertama dia ditangkap tahun 2006. Pada waktu itu divonis 2,5 tahun. Selesai menjalani hukuman, tersangka kembali berpraktek dan ditangkap tahun 2009. Kala itu praktiknya terbongkar setelah salah seorang pasiennya meninggal dunia. Diapun dihukum 6 tahun penjara.
Selesai menjalani penjara untuk kedua kalinya itu, ternyata tidak membuatnya kapok. Dia kembali berpraktek yang sama sejak tahun 2020 di Jalan Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Kepada polisi tersangka mengakui dirinya membuka praktek aborsi di lokasi tersebut sejak 2020. Sejak 2020 tersangka mengaku kurang lebih mengaborsi 20 orang pasien. Dia melakukan aborsi berdasarkan permintaan pasien. Tarif untuk setiap pasien yang menggunakan jasanya sebesar Rp 3,8 juta. Tersangka juga mengaku selama buka praktek aborsi sejak dahulu sudah mengaborsi 1.338 orang pasien. Para pasiennya dari Bali dan luar Bali. Ada pelajar SMA, mahasiswi, korban pemerkosaan, hingga perempuan dewasa.
Atas perbuatannya penyidik menjerat tersangka Ketut Arik Wiantara dengan Pasal 77 Jo Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diancam dengan hukuman 5 tahun penjara. Pasal 78 Jo Pasal 73 ayat (2) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Ancaman,dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. 7 pol
Selesai menjalani penjara untuk kedua kalinya itu, ternyata tidak membuatnya kapok. Dia kembali berpraktek yang sama sejak tahun 2020 di Jalan Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Kepada polisi tersangka mengakui dirinya membuka praktek aborsi di lokasi tersebut sejak 2020. Sejak 2020 tersangka mengaku kurang lebih mengaborsi 20 orang pasien. Dia melakukan aborsi berdasarkan permintaan pasien. Tarif untuk setiap pasien yang menggunakan jasanya sebesar Rp 3,8 juta. Tersangka juga mengaku selama buka praktek aborsi sejak dahulu sudah mengaborsi 1.338 orang pasien. Para pasiennya dari Bali dan luar Bali. Ada pelajar SMA, mahasiswi, korban pemerkosaan, hingga perempuan dewasa.
Atas perbuatannya penyidik menjerat tersangka Ketut Arik Wiantara dengan Pasal 77 Jo Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diancam dengan hukuman 5 tahun penjara. Pasal 78 Jo Pasal 73 ayat (2) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Ancaman,dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. 7 pol
Komentar