SDN 4 Banyuasri Ikuti Edukasi Stop Perundungan
SINGARAJA, NusaBali - Seluruh siswa dan guru SDN 4 Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan/Kabupaten Buleleng mendapat penguatan gerakan stop perundungan di lingkungan sekolah.
Edukasi terkait perundungan dan pencegahan melibatkan konselor psikologi Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Buleleng, di aula SDN 4 Banyuasri, Jumat (6/10) pagi.
Kepala SDN 4 Banyuasri I Made Sumargajaya usai acara menjelaskan sosialisasi dan penguatan untuk stop perundungan di sekolah sangat penting dilakukan. Tidak hanya untuk siswa saja, tetapi seluruh warga sekolah. Karena menurutnya selama ini guru dan siswa pada umumnya belum memahami betul bagaimana perundungan dan hal-hal apa saja yang masuk dalam kategori perundungan.
“Seluruh warga sekolah memerlukan pencerahan apa dan bagaimana saja yang termasuk perundungan. Bahkan guru sekalipun secara tidak sengaja bisa saja melontarkan kata-kata yang menyebabkan sakit hati peserta didik, sehingga ini harus dipahami betul untuk mencegah terjadi perundungan yang dapat membuat siswa atau warga sekolah tidak nyaman berada di sekolah,” ucap Sumargajaya.
Sejauh ini kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah diakuinya terjadi, terutama saling mengejek saat siswa bercanda. Meskipun masih skala kecil, namun jika dibiarkan dapat menjadi ancaman di masa depan. “Sejauh ini kami tanggulangi dengan cepat kalau ada hal-hal seperti itu. Kami juga terapkan literasi dengan memberikan reward kepada siswa yang berani mengutarakan kejujurannya setiap hari,” imbuh dia.
Sementara itu Konselor Psikologi Dinas P2KBP3A Buleleng Luh Putu Yuli Surya Dewi mengatakan materi yang diberikan kepada anak-anak disederhanakan agar mudah dimengerti, apa itu perundungan dan bagaimana saja bentuk perundungan, bagaimana dampaknya dan kenapa tidak boleh dilakukan.
Yuli menyebut sejauh ini dari kasus yang ditemui, jenis perundungan yang terjadi di sekolah lebih cenderung pada perundungan verbal. Baik berkata kasar dengan sangat sering, menyebut bentuk tubuh teman (body shaming) hingga memanggil teman dengan nama orangtuanya, yang membuat tidak nyaman saat berada di lingkungan sekolah.
Namun sejauh ini kasus-kasus perundungan di sekolah itu teratasi baik oleh guru-guru. Sehingga belum ada kasus yang sampai berakibat fatal. “Dari hasil sosialisasi tadi sebenarnya anak-anak sudah memiliki keberanian untuk berbicara menanyakan hal yang pernah dialami apakah termasuk perundungan, artinya mereka mulai paham,” terang Yuli.
Dia pun menyarankan kepada sekolah ke depannya untuk mengantisipasi dan mencegah perundungan terjadi, agar ditempel poster-poster terkait perundungan. Sehingga bisa sebagai pengingat warga sekolah untuk menjauhi aksi perundungan. 7k23
Kepala SDN 4 Banyuasri I Made Sumargajaya usai acara menjelaskan sosialisasi dan penguatan untuk stop perundungan di sekolah sangat penting dilakukan. Tidak hanya untuk siswa saja, tetapi seluruh warga sekolah. Karena menurutnya selama ini guru dan siswa pada umumnya belum memahami betul bagaimana perundungan dan hal-hal apa saja yang masuk dalam kategori perundungan.
“Seluruh warga sekolah memerlukan pencerahan apa dan bagaimana saja yang termasuk perundungan. Bahkan guru sekalipun secara tidak sengaja bisa saja melontarkan kata-kata yang menyebabkan sakit hati peserta didik, sehingga ini harus dipahami betul untuk mencegah terjadi perundungan yang dapat membuat siswa atau warga sekolah tidak nyaman berada di sekolah,” ucap Sumargajaya.
Sejauh ini kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah diakuinya terjadi, terutama saling mengejek saat siswa bercanda. Meskipun masih skala kecil, namun jika dibiarkan dapat menjadi ancaman di masa depan. “Sejauh ini kami tanggulangi dengan cepat kalau ada hal-hal seperti itu. Kami juga terapkan literasi dengan memberikan reward kepada siswa yang berani mengutarakan kejujurannya setiap hari,” imbuh dia.
Sementara itu Konselor Psikologi Dinas P2KBP3A Buleleng Luh Putu Yuli Surya Dewi mengatakan materi yang diberikan kepada anak-anak disederhanakan agar mudah dimengerti, apa itu perundungan dan bagaimana saja bentuk perundungan, bagaimana dampaknya dan kenapa tidak boleh dilakukan.
Yuli menyebut sejauh ini dari kasus yang ditemui, jenis perundungan yang terjadi di sekolah lebih cenderung pada perundungan verbal. Baik berkata kasar dengan sangat sering, menyebut bentuk tubuh teman (body shaming) hingga memanggil teman dengan nama orangtuanya, yang membuat tidak nyaman saat berada di lingkungan sekolah.
Namun sejauh ini kasus-kasus perundungan di sekolah itu teratasi baik oleh guru-guru. Sehingga belum ada kasus yang sampai berakibat fatal. “Dari hasil sosialisasi tadi sebenarnya anak-anak sudah memiliki keberanian untuk berbicara menanyakan hal yang pernah dialami apakah termasuk perundungan, artinya mereka mulai paham,” terang Yuli.
Dia pun menyarankan kepada sekolah ke depannya untuk mengantisipasi dan mencegah perundungan terjadi, agar ditempel poster-poster terkait perundungan. Sehingga bisa sebagai pengingat warga sekolah untuk menjauhi aksi perundungan. 7k23
1
Komentar