TPST Kesiman Kertalangu Uji Coba 15-60 Ton Sampah dari Swakelola
Turunkan Bau, PT CMPP Minta Pengangkutan Sampah Tak Lebih dari Sehari
DENPASAR, NusaBali - Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar yang sempat ditutup sementara karena masalah bau, kini kembali dilakukan uji coba. Uji coba yang dilakukan pengelola yakni PT Bali CMPP dari 15 September 2023 baru menerima 15-60 ton sampah dari swakelola di wilayah terdekat.
Public & Government Relation PT Bali CMPP Andrean Raditha, Selasa (10/10), mengungkapkan TPST saat ini hanya menerima sampah dari swakelola untuk melakukan uji coba bau sampah yang ditimbulkan. Sebab, sampah dari swakelola biasanya belum begitu berbau, karena sampah tidak sampai didiamkan terlalu lama.
Hal itu menurutnya sangat mempengaruhi bau yang ditimbulkan saat proses pengolahan, selain saat ini PT Bali CMPP sudah melakukan upaya dengan membuat saluran asap agar bau sampah tidak menyebar.
“Sampai saat ini bau sampah sudah menurun drastis. Karena kami buat asap itu keluarnya di dalam air. Ditambah sampah fresh yang masuk membuat bau sampah tidak signifikan,” kata Adit, sapaan Andrean Raditha.
Menurut dia, bau sampah yang keras dipengaruhi karena sampah yang dibawa ke TPST sudah berminggu-minggu didiamkan dan terjadi pembusukan. Hal itu akan sangat mempengaruhi bau yang keluar dari cerobong asap saat pengolahan sampah menjadi refuse derived fuel (RDF). “Buktinya sekarang kami mengolah sampah dari swakelola itu normal, baunya pun sudah jauh berkurang,” ujarnya.
Adit mengungkapkan, TPST sebenarnya sudah siap menampung hingga 450 ton per hari. Bahkan sebelumnya sudah mencapai 280 ton per hari. Akan tetapi karena proses pengangkutan sampah bukan sekali angkut, maka bau yang ditimbulkan cukup tinggi ditambah harus dilakukan pemilahan.
“Selama ini kami menerima sampah yang tercampur dan menerima sampah yang sudah lama didiamkan. Kami ingin Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Denpasar biar bisa mengangkut sampah dalam sehari. Sekarang diterima di TPS langsung angkut ke TPST. Kan fresh sampahnya, jadi baunya itu bisa diminimalkan,” ucap Adit.
Menurutnya, proses pengangkutan sampah sangat mempengaruhi pengolahan. "Soalnya dalam proses pengeringan itu kan harusnya plastik saja. Karena ada pembusukan itu kan menempel ke sampah plastik karena ada airnya. Saat pemanasan ada penguapan dan uap itulah yang keluar, sehingga baunya menyengat. Kalau terima sampah sekarang langsung bawa ke TPST kan masih khas bau sampah seperti canang, jadi durasi pengangkutan sangat berpengaruh ini dari TPS ke TPST,” kata Adit. 7 mis
Hal itu menurutnya sangat mempengaruhi bau yang ditimbulkan saat proses pengolahan, selain saat ini PT Bali CMPP sudah melakukan upaya dengan membuat saluran asap agar bau sampah tidak menyebar.
“Sampai saat ini bau sampah sudah menurun drastis. Karena kami buat asap itu keluarnya di dalam air. Ditambah sampah fresh yang masuk membuat bau sampah tidak signifikan,” kata Adit, sapaan Andrean Raditha.
Menurut dia, bau sampah yang keras dipengaruhi karena sampah yang dibawa ke TPST sudah berminggu-minggu didiamkan dan terjadi pembusukan. Hal itu akan sangat mempengaruhi bau yang keluar dari cerobong asap saat pengolahan sampah menjadi refuse derived fuel (RDF). “Buktinya sekarang kami mengolah sampah dari swakelola itu normal, baunya pun sudah jauh berkurang,” ujarnya.
Adit mengungkapkan, TPST sebenarnya sudah siap menampung hingga 450 ton per hari. Bahkan sebelumnya sudah mencapai 280 ton per hari. Akan tetapi karena proses pengangkutan sampah bukan sekali angkut, maka bau yang ditimbulkan cukup tinggi ditambah harus dilakukan pemilahan.
“Selama ini kami menerima sampah yang tercampur dan menerima sampah yang sudah lama didiamkan. Kami ingin Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Denpasar biar bisa mengangkut sampah dalam sehari. Sekarang diterima di TPS langsung angkut ke TPST. Kan fresh sampahnya, jadi baunya itu bisa diminimalkan,” ucap Adit.
Menurutnya, proses pengangkutan sampah sangat mempengaruhi pengolahan. "Soalnya dalam proses pengeringan itu kan harusnya plastik saja. Karena ada pembusukan itu kan menempel ke sampah plastik karena ada airnya. Saat pemanasan ada penguapan dan uap itulah yang keluar, sehingga baunya menyengat. Kalau terima sampah sekarang langsung bawa ke TPST kan masih khas bau sampah seperti canang, jadi durasi pengangkutan sangat berpengaruh ini dari TPS ke TPST,” kata Adit. 7 mis
Komentar