Kelompok Nelayan Ulam Sari Bangun Jalan Inspeksi
MANGUPURA, NusaBali - Kelompok Nelayan Ulam Sari Kedonganan membangun jalan setapak di kawasan Mangrove, tepatnya Pantai Timur, Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan.
Jalan yang terbuat dari bambu itu memiliki panjang 450 meter. Keberadaan jalan itu sebagai jalan inspeksi dalam pemantauan mangrove serta sebagai akses para nelayan menuju perahu mereka.
Perwakilan Kelompok Nelayan Ulam Sari I Ketut Rai Sentana, menjelaskan akses jalan inspeksi tersebut sebenarnya dibuat untuk membantu aktivitas para nelayan setempat yang selama ini terkendala pasang surut air laut di Pesisir Timur Pantai Kedonganan. Jalan tersebut juga nantinya dipergunakan sebagai jalur inspeksi pengawasan kawasan hutan mangrove, serta untuk akses penelitian para akademisi, mahasiswa, serta siswa.
“Jalan inspeksi sepanjang 450 meter dibangun secara bertahap sejak September 2022, yang mana itu terbuat dari bambu dan menghabiskan dana yang cukup besar hingga Rp 250 juta,” kata Sentana, Senin (16/10).
Dengan adanya jalan inspeksi tersebut, dia ingin mengajak lapisan masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove. Dia menyebut tidak menutup kemungkinan ke depannya jalan inspeksi itu juga akan digunakan sebagai tempat wisata. “Ini bermula dari ide dari bapak I Wayan Mertha sebagai Jero Bendesa Kedonganan pada saat itu yang kemudian disambut baik oleh kelompok nelayan, sehingga kami mendekati donatur sebagai sponsor untuk membuat akses tersebut,” jelasnya.
Meski jalan inspeksi itu sudah rampung, namun dirinya masih berharap adanya peran serta dari pihak pemerintah maupun swasta untuk turut membantu pengembangan ke depan. Salah satu yang menjadi harapan dari nelayan adalah pembuatan dermaga untuk memfasilitasi nelayan agar bisa menambatkan kapal setelah melaut.
Dia juga berharap bisa difasilitasi untuk pembangunan fasilitas toilet umum yang berlokasi dekat dengan akses jalan inspeksi, karena saat ini keberadaan toilet umum berlokasi di luar kawasan Ulam Sari. “Semoga ke depan ada pihak lain yang turut membantu dalam pembuatan berbagai fasilitas di dekat tempat tersebut,” harap Sentana.
Dikonfirmasi terpisah, analis rehabilitasi dan konservasi UPTD Tahura Ngurah Rai Made Yuda Wibawa, mengatakan pembangunan jalan inspeksi itu memang sudah seizin pihak UPTD Tahura Ngurah Rai. Akses itu dibuat bertujuan untuk mempermudah pengawasan kawasan hutan mangrove. “Kami memberikan izin membuka jalur pantau ini karena juga sebagai aktivitas nelayan. Sekarang pasang air laut tidak cukup tinggi, sehingga akses keluar masuk untuk nelayan susah, sehingga diperlukan jalur ini untuk mempermudah nelayan,” jelasnya.
Selain sebagai jalan inspeksi, peruntukan akses jalan yang terbuat dari bambu itu nantinya akan dikembangkan untuk kunjungan. Namun, Yuda Wibawa menilai kawasan tersebut adalah kawasan hutan konservasi yang penanganannya berbeda dengan hutan lain. Oleh karena itu, pihaknya ingin regulasi kunjungan bisa lebih ketat mengingat untuk menjaga hutan mangrove. “Untuk saat ini kami belum mengizinkan adanya retribusi, kami belum mengatur regulasinya. Mungkin bisa sifatnya donasi tanpa tiket. Jadi kalau masuk ke kawasan harus ada izin dari kami. Tetapi untuk nelayan bisa menggunakan aksesnya kapan saja,” kata Yuda Wibawa.
Dengan keberadaan jalan inspeksi, dia berharap para nelayan bisa berkembang kreatif untuk ikut mengelola kawasan tersebut, baik itu ikut melindungi, mengawasi, hingga ikut membersihkan sampah plastik di kawasan tersebut. “Harapannya sama-sama menjaga dan melakukan pengawasan ke depannya,” harap Yuda Wibawa. 7 dar
Perwakilan Kelompok Nelayan Ulam Sari I Ketut Rai Sentana, menjelaskan akses jalan inspeksi tersebut sebenarnya dibuat untuk membantu aktivitas para nelayan setempat yang selama ini terkendala pasang surut air laut di Pesisir Timur Pantai Kedonganan. Jalan tersebut juga nantinya dipergunakan sebagai jalur inspeksi pengawasan kawasan hutan mangrove, serta untuk akses penelitian para akademisi, mahasiswa, serta siswa.
“Jalan inspeksi sepanjang 450 meter dibangun secara bertahap sejak September 2022, yang mana itu terbuat dari bambu dan menghabiskan dana yang cukup besar hingga Rp 250 juta,” kata Sentana, Senin (16/10).
Dengan adanya jalan inspeksi tersebut, dia ingin mengajak lapisan masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove. Dia menyebut tidak menutup kemungkinan ke depannya jalan inspeksi itu juga akan digunakan sebagai tempat wisata. “Ini bermula dari ide dari bapak I Wayan Mertha sebagai Jero Bendesa Kedonganan pada saat itu yang kemudian disambut baik oleh kelompok nelayan, sehingga kami mendekati donatur sebagai sponsor untuk membuat akses tersebut,” jelasnya.
Meski jalan inspeksi itu sudah rampung, namun dirinya masih berharap adanya peran serta dari pihak pemerintah maupun swasta untuk turut membantu pengembangan ke depan. Salah satu yang menjadi harapan dari nelayan adalah pembuatan dermaga untuk memfasilitasi nelayan agar bisa menambatkan kapal setelah melaut.
Dia juga berharap bisa difasilitasi untuk pembangunan fasilitas toilet umum yang berlokasi dekat dengan akses jalan inspeksi, karena saat ini keberadaan toilet umum berlokasi di luar kawasan Ulam Sari. “Semoga ke depan ada pihak lain yang turut membantu dalam pembuatan berbagai fasilitas di dekat tempat tersebut,” harap Sentana.
Dikonfirmasi terpisah, analis rehabilitasi dan konservasi UPTD Tahura Ngurah Rai Made Yuda Wibawa, mengatakan pembangunan jalan inspeksi itu memang sudah seizin pihak UPTD Tahura Ngurah Rai. Akses itu dibuat bertujuan untuk mempermudah pengawasan kawasan hutan mangrove. “Kami memberikan izin membuka jalur pantau ini karena juga sebagai aktivitas nelayan. Sekarang pasang air laut tidak cukup tinggi, sehingga akses keluar masuk untuk nelayan susah, sehingga diperlukan jalur ini untuk mempermudah nelayan,” jelasnya.
Selain sebagai jalan inspeksi, peruntukan akses jalan yang terbuat dari bambu itu nantinya akan dikembangkan untuk kunjungan. Namun, Yuda Wibawa menilai kawasan tersebut adalah kawasan hutan konservasi yang penanganannya berbeda dengan hutan lain. Oleh karena itu, pihaknya ingin regulasi kunjungan bisa lebih ketat mengingat untuk menjaga hutan mangrove. “Untuk saat ini kami belum mengizinkan adanya retribusi, kami belum mengatur regulasinya. Mungkin bisa sifatnya donasi tanpa tiket. Jadi kalau masuk ke kawasan harus ada izin dari kami. Tetapi untuk nelayan bisa menggunakan aksesnya kapan saja,” kata Yuda Wibawa.
Dengan keberadaan jalan inspeksi, dia berharap para nelayan bisa berkembang kreatif untuk ikut mengelola kawasan tersebut, baik itu ikut melindungi, mengawasi, hingga ikut membersihkan sampah plastik di kawasan tersebut. “Harapannya sama-sama menjaga dan melakukan pengawasan ke depannya,” harap Yuda Wibawa. 7 dar
1
Komentar