Beli Gabah Petani Badung, Rp 10 Miliar Disiapkan
MANGUPURA, NusaBali.com - Sebanyak Rp 10 miliar disiapkan Pemkab Badung untuk mendukung rencana pembelian gabah produksi petani dalam waktu dekat ini.
Dana ini masuk ke dalam Rp 231 miliar program 'Bangga Jadi Petani' yang digaungkan Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta.
Di samping itu, hal ini juga merespons laju alih fungsi lahan terutama lahan sawah akibat perkembang pariwisata. Di mana, salah satu kiat membendung problem ini adalah peningkatan kesejahteraan petani.
"Di APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023 ini, kami sudah menyiapkan Rp 231 miliar, di mana Rp 10 miliarnya itu untuk beli gabah petani," ujar Sekretaris Daerah Badung I Wayan Adi Arnawa.
Pernyataan ini diutarakan Adi Arnawa di sela membuka lomba lelakut yang digelar Pasikian Yowana Kuta Utara pada Minggu (15/10/2023) di Pura Subak Daksina, Desa Tibubeneng.
Langkah membeli gabah petani ini dilakukan untuk memerangi para tengkulak. Metode tengkulak adalah membeli padi tebasan bukan gabah berdasarkan beratnya.
Hal ini sangat merugikan kerja keras petani. Karena para tengkulak ini, optimisme petani terus menurun dan akhirnya menyerah dan menjual lahan sawah mereka.
"Dengan membeli produksi petani dalam bentuk gabah, nilai (harga jual) produksi petani itu naik 12 persen berdasarkan hitungan Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa)," tutur Adi Arnawa.
Kata mantan Camat Kuta Utara ini, paradigma pertanian di Badung juga harus diubah, terutama terkait subak. Subak, kata Adi Arnawa, harus dipandang sebagai sentra produksi pangan.
Selama ini subak sebagai ujung tombak pelestarian sawah di Bali hanya dilihat sebagai lembaga adat. Padahal, subak adalah penggerak produksi pangan lokal.
Ketika subak tidak dilindungi dari paradigma yang salah, sawah di Badung akan terus mengikis luasnya. Dan, pada akhirnya perut-perut rakyat Badung digantungkan ke daerah lain atau bahkan pangan impor.
I Wayan Wijana, Kepala Disperpa Badung menjelaskan, pembelian gabah petani ini akan dilakukan dalam waktu dekat meski pastinya belum diketahui kapan akan dimulai.
Mekanisme pembelian gabah ini tidak dilakukan langsung oleh Pemkab Badung. Kata Wijana, dananya akan dijadikan penyertaan modal di Perumda Pasar dan Pangan Mangu Giri Sedana (MGS).
"Anggaran itu diberikan ke Perumda MGS sebagai penyertaan modal. Saat ini masih dalam proses pencarian anggarannya," imbuh Wijana ketika dijumpai dalam kesempatan yang sama.
Ketut Asrawan, 77, Pakaseh Subak Daksina menyambut baik program pembelian gabah petani ini. Sebab, hal yang membuat petani di wilayahnya beralih profesi adalah ketimpangan penghasilan.
Mereka disebut menjual lahan sawah karena 'ingin maju' ketimbang bertahan sebagai petani dengan penghasilan yang tidak seberapa.
"Kami pakaseh di Badung sudah dikumpulkan dan diberikan bimbingan teknis terkait pengolahan lahan. Kalau mau seperti itu (gabah dibeli) akan bagus sekali," beber Asrawan. *rat
Di samping itu, hal ini juga merespons laju alih fungsi lahan terutama lahan sawah akibat perkembang pariwisata. Di mana, salah satu kiat membendung problem ini adalah peningkatan kesejahteraan petani.
"Di APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023 ini, kami sudah menyiapkan Rp 231 miliar, di mana Rp 10 miliarnya itu untuk beli gabah petani," ujar Sekretaris Daerah Badung I Wayan Adi Arnawa.
Pernyataan ini diutarakan Adi Arnawa di sela membuka lomba lelakut yang digelar Pasikian Yowana Kuta Utara pada Minggu (15/10/2023) di Pura Subak Daksina, Desa Tibubeneng.
Langkah membeli gabah petani ini dilakukan untuk memerangi para tengkulak. Metode tengkulak adalah membeli padi tebasan bukan gabah berdasarkan beratnya.
Hal ini sangat merugikan kerja keras petani. Karena para tengkulak ini, optimisme petani terus menurun dan akhirnya menyerah dan menjual lahan sawah mereka.
"Dengan membeli produksi petani dalam bentuk gabah, nilai (harga jual) produksi petani itu naik 12 persen berdasarkan hitungan Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpa)," tutur Adi Arnawa.
Kata mantan Camat Kuta Utara ini, paradigma pertanian di Badung juga harus diubah, terutama terkait subak. Subak, kata Adi Arnawa, harus dipandang sebagai sentra produksi pangan.
Selama ini subak sebagai ujung tombak pelestarian sawah di Bali hanya dilihat sebagai lembaga adat. Padahal, subak adalah penggerak produksi pangan lokal.
Ketika subak tidak dilindungi dari paradigma yang salah, sawah di Badung akan terus mengikis luasnya. Dan, pada akhirnya perut-perut rakyat Badung digantungkan ke daerah lain atau bahkan pangan impor.
I Wayan Wijana, Kepala Disperpa Badung menjelaskan, pembelian gabah petani ini akan dilakukan dalam waktu dekat meski pastinya belum diketahui kapan akan dimulai.
Mekanisme pembelian gabah ini tidak dilakukan langsung oleh Pemkab Badung. Kata Wijana, dananya akan dijadikan penyertaan modal di Perumda Pasar dan Pangan Mangu Giri Sedana (MGS).
"Anggaran itu diberikan ke Perumda MGS sebagai penyertaan modal. Saat ini masih dalam proses pencarian anggarannya," imbuh Wijana ketika dijumpai dalam kesempatan yang sama.
Ketut Asrawan, 77, Pakaseh Subak Daksina menyambut baik program pembelian gabah petani ini. Sebab, hal yang membuat petani di wilayahnya beralih profesi adalah ketimpangan penghasilan.
Mereka disebut menjual lahan sawah karena 'ingin maju' ketimbang bertahan sebagai petani dengan penghasilan yang tidak seberapa.
"Kami pakaseh di Badung sudah dikumpulkan dan diberikan bimbingan teknis terkait pengolahan lahan. Kalau mau seperti itu (gabah dibeli) akan bagus sekali," beber Asrawan. *rat
Komentar