Anggota Dewan Ngaku Tak Bersalah
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Made Wijaya, untuk kali pertama diperiksa penyidik Polda Bali sebagai tersangka kasus dugaan reklamasi liar di pesisir barat Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
Jadi Tersangka Reklamasi Liar Tanjung Benoa
DENPASAR, NusaBali
Usai pemeriksaan sebagai tersangka, Selasa (11/7) sore, anggota Dewan yang juga Bendesa Adat Tanjung Benoa ini menegaskan dirinya tidak bersalah dan siap membuktikan di pengadilan nanti.
Pemeriksaan tersangka Made Wijaya, Selasa kemarin, dilakukan penyidik di Ruangan Subdit IV Tipiter Polda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar. Tersangka diperiksa selama 5 jam, sejak siang pukul 11.00 Wita hingga sore pukul 16.00 Wita. Dalam pemeriksaan tersebut, Wijaya yang didampingi kuasa hukumnya, Agus Nahak cs, diperiksa sebagai tersangka pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kehutanan Pasal 82 C Junto 12 C.
Usai pemeriksaan kemarin sore, Wijaya menegaskan dugaan reklamasi liar yang dialamatkan kepada dirinya, tidaklah benar. Dia membantah lakukan reklamasi. “Tidak ada reklamasi liar di pesisir barat (Tanjung Benoa). Yang ada adalah penataan pantai pesisir barat, karena di pantai tersebut sangat kumuh,” papar politisi Gerindra asal Tanjung Benoa ini.
“Dan, ini adalah kemauan seluruh masyarakat yang ada di sana, sehingga saya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa melalukan penataan melalui program Panca Pesona. Apalagi, tidak menggunakan uang negara, karena semuanya dilakukan secara swadaya,” lanjut Wijaya, yang kemarin didampingi kuasa hukumnya, Agus Nahak.
Sedangkan sang kuasa hukum, Agus Nahak, menyatakan kliennya akan mengikuti semua prosedur hukum yang berlaku. Menurut Agus Nahak, orang yang menyandang status tersangka belum tentu bersalah, karena masih akan dibuktikan dalam proses persidangan di pengadilan. “Kami kooperatif dan ikuti semua prosesnya. Kita akan buktikan semuanya di pengadilan nanti,” ujar pengacara asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Made Wijaya sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka, pertengahan Juni 2017 lalu. Kabid Humas Polda Bali, Kombes Hengky Widjaja, mengatakan penetapan Wijaya sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan pemeriksaan saksi-saksi. Ada 10 saksi yang sudah diperiksa, 5 orang di antaranya merupakan pihak pengawas proyek Panca Pesona di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai. Sedangkan 5 orang lagi saksi ahli yaitu ahli pemetaan, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi Bali, ahli pidana, dan ahli dari Kementerian Kehutanan.
Dari keterangan para saksi, kata Kombes Hengky, diketahui alasan tersangka Wijaya melakukan aktivitas illegal di kawasan Tahura untuk dijadikan lahan komersial, yakni penangkaran penyu. Kegiatan itu didanai oleh lima orang yang ditunjuk sebagai pengawas. Per orang mengerluarkan uang Rp 50 juta, namun baru membayar Rp 10 juta. Nantinya, setelah proyek itu berjalan, hasilnya baru dibagikan.
“Alasan dia (tersangka Wijaya, Red) bahwa melakukan penataan di pesisir barat Tanjung Benoa, karena pantainya kumuh. Tapi, yang jelas tidak ada izin dari pihak mana pun, padahal itu merupakan kawasan Tahura. Kalau itu kawasan Tahura, berarti milik pemerintah atau negara, sehingga tidak ada alasan apa pun untuk melakukan aktivitas,” tegas Kombes Hengky didampingi Wadir Krimsus Polda Bali, AKBP Ruddi Setiawan, Selasa kemarin.
Meski sudah berstatus tersangka, namun anggota DPRD Badung ini tidak ditahan penyidik Polda Bali. Menurut Kombes Hengky, selama menjalani penyelidikan hingga penyidikan, tersangka Wijaya cukup koopratif. “Seseorang akan ditahan jika melarikan diri, menghilangkan barang bukti, merusak TKP, dan mengulangi perbuatannya. Dan ini diamati oleh penyidik tidak ada, sehingga yang bersangkutan tidak ditahan,” katanya.
Kasus dugaan reklamasi liar yang mehyeret anggota DPRD Badung sebagai tersangka ini berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat Tanjung Benoa. Karena kawasan ini merupakan lahan konservasi Tahura Ngurah Rai, FPM Bali pun melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali.
Wijaya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa mengaku memberikan surat kuasa kepada beberapa orang warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai. Setelah dilakukan penyelidikan selama 4 bulan, polisi akhirnya menetapkan Wijaya sebagai tersangka. *rez
DENPASAR, NusaBali
Usai pemeriksaan sebagai tersangka, Selasa (11/7) sore, anggota Dewan yang juga Bendesa Adat Tanjung Benoa ini menegaskan dirinya tidak bersalah dan siap membuktikan di pengadilan nanti.
Pemeriksaan tersangka Made Wijaya, Selasa kemarin, dilakukan penyidik di Ruangan Subdit IV Tipiter Polda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar. Tersangka diperiksa selama 5 jam, sejak siang pukul 11.00 Wita hingga sore pukul 16.00 Wita. Dalam pemeriksaan tersebut, Wijaya yang didampingi kuasa hukumnya, Agus Nahak cs, diperiksa sebagai tersangka pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kehutanan Pasal 82 C Junto 12 C.
Usai pemeriksaan kemarin sore, Wijaya menegaskan dugaan reklamasi liar yang dialamatkan kepada dirinya, tidaklah benar. Dia membantah lakukan reklamasi. “Tidak ada reklamasi liar di pesisir barat (Tanjung Benoa). Yang ada adalah penataan pantai pesisir barat, karena di pantai tersebut sangat kumuh,” papar politisi Gerindra asal Tanjung Benoa ini.
“Dan, ini adalah kemauan seluruh masyarakat yang ada di sana, sehingga saya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa melalukan penataan melalui program Panca Pesona. Apalagi, tidak menggunakan uang negara, karena semuanya dilakukan secara swadaya,” lanjut Wijaya, yang kemarin didampingi kuasa hukumnya, Agus Nahak.
Sedangkan sang kuasa hukum, Agus Nahak, menyatakan kliennya akan mengikuti semua prosedur hukum yang berlaku. Menurut Agus Nahak, orang yang menyandang status tersangka belum tentu bersalah, karena masih akan dibuktikan dalam proses persidangan di pengadilan. “Kami kooperatif dan ikuti semua prosesnya. Kita akan buktikan semuanya di pengadilan nanti,” ujar pengacara asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Made Wijaya sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka, pertengahan Juni 2017 lalu. Kabid Humas Polda Bali, Kombes Hengky Widjaja, mengatakan penetapan Wijaya sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan pemeriksaan saksi-saksi. Ada 10 saksi yang sudah diperiksa, 5 orang di antaranya merupakan pihak pengawas proyek Panca Pesona di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai. Sedangkan 5 orang lagi saksi ahli yaitu ahli pemetaan, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi Bali, ahli pidana, dan ahli dari Kementerian Kehutanan.
Dari keterangan para saksi, kata Kombes Hengky, diketahui alasan tersangka Wijaya melakukan aktivitas illegal di kawasan Tahura untuk dijadikan lahan komersial, yakni penangkaran penyu. Kegiatan itu didanai oleh lima orang yang ditunjuk sebagai pengawas. Per orang mengerluarkan uang Rp 50 juta, namun baru membayar Rp 10 juta. Nantinya, setelah proyek itu berjalan, hasilnya baru dibagikan.
“Alasan dia (tersangka Wijaya, Red) bahwa melakukan penataan di pesisir barat Tanjung Benoa, karena pantainya kumuh. Tapi, yang jelas tidak ada izin dari pihak mana pun, padahal itu merupakan kawasan Tahura. Kalau itu kawasan Tahura, berarti milik pemerintah atau negara, sehingga tidak ada alasan apa pun untuk melakukan aktivitas,” tegas Kombes Hengky didampingi Wadir Krimsus Polda Bali, AKBP Ruddi Setiawan, Selasa kemarin.
Meski sudah berstatus tersangka, namun anggota DPRD Badung ini tidak ditahan penyidik Polda Bali. Menurut Kombes Hengky, selama menjalani penyelidikan hingga penyidikan, tersangka Wijaya cukup koopratif. “Seseorang akan ditahan jika melarikan diri, menghilangkan barang bukti, merusak TKP, dan mengulangi perbuatannya. Dan ini diamati oleh penyidik tidak ada, sehingga yang bersangkutan tidak ditahan,” katanya.
Kasus dugaan reklamasi liar yang mehyeret anggota DPRD Badung sebagai tersangka ini berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat Tanjung Benoa. Karena kawasan ini merupakan lahan konservasi Tahura Ngurah Rai, FPM Bali pun melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali.
Wijaya selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa mengaku memberikan surat kuasa kepada beberapa orang warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai. Setelah dilakukan penyelidikan selama 4 bulan, polisi akhirnya menetapkan Wijaya sebagai tersangka. *rez
Komentar