Nelayan Serangan Keluhkan Dampak Pembangunan Pelabuhan Marina
DENPASAR, NusaBali.com - Rencana pembangunan Pelabuhan Marina di Pulau Serangan, Denpasar, Bali, dikeluhkan oleh para nelayan setempat. Mereka mengeluhkan dampak pengerukan pasir yang dilakukan untuk pembangunan pelabuhan tersebut.
Usman, salah satu nelayan di Pulau Serangan, mengatakan bahwa pengerukan pasir telah menyebabkan kualitas air di sekitar pulau menjadi keruh. Hal ini membuat para nelayan kesulitan untuk mencari ikan.
Selain itu, kata dia, pengerukan pasir ini juga telah berdampak pada kualitas air di sekitar Sanur hingga Nusa Dua. Airnya menjadi keruh, dan orang-orang yang mencari ikan gurita juga menghadapi kesulitan karena terdapat penimbunan lumpur.
Aktivitas pengerukan ini berlangsung secara aktif, dengan kapal tongkang yang terus mengangkut material hasil kerukan. “Lumpur yang dihasilkan dibuang di dekat pulau, yang mengganggu kehidupan laut dan biota di sekitarnya,” ungkap Usman, Jumat (20/10/2023).
Selain itu, Usman juga mengeluhkan adanya pembatasan akses bagi nelayan untuk masuk ke kawasan reklamasi yang dikelola oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), selaku pengembang Pelabuhan Marina. Pembatasan ini membuat para nelayan kesulitan untuk mencari ikan di sekitar kawasan reklamasi.
"Kami berharap ada solusi yang dapat mendukung perkembangan daerah kami tanpa mengorbankan mata pencaharian dan kualitas lingkungan," kata Usman.
Ketut Sudana, salah satu nelayan asal Serangan, juga mengeluhkan dampak pembangunan Pelabuhan Marina. Ia mengatakan bahwa pembangunan pelabuhan tersebut akan semakin mempersulit para nelayan untuk mencari ikan.
"Saya ini sebagai nelayan, mari kita bersatu masyarakat semua. Jangan ngeblong-blong dengan masyarakat tertentu, saya hanya ingin akses jalan masuk melaut saja," tegas Sudana.
Sementara itu I Nyoman Turut selaku Kepala Lingkungan (Kaling) Banjar Tengah Serangan, mengatakan bahwa masyarakat Serangan membutuhkan kepastian terkait pembangunan Pelabuhan Marina. Ia juga meminta BTID untuk memberikan akses bagi nelayan untuk masuk ke kawasan reklamasi.
"Masyarakat sekarang butuh kepastian, supaya tidak terkena hukum. Masyarakat ingin tentunya maju, apalagi Pulau Serangan ini airnya mengalami masalah tidak jernih. BTID juga supaya memiliki kebijakan, terlebih warga masyarakat kami didominasi sebagai nelayan. Siapapun yang berkepentingan di Serangan, mari bergandengan tangan," pinta Turut.
Sebelumnya Zakki Hakim, Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT BTID, mengatakan bahwa perusahaannya telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan dampak pembangunan Pelabuhan Marina terhadap masyarakat setempat.
Salah satunya adalah dengan menyediakan akses khusus bagi nelayan untuk masuk ke kawasan reklamasi.
"Kami juga telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat terkait rencana pembangunan pelabuhan ini," kata Zakki.
Selain itu dikatakan, masyarakat sebagai nelayan tradisional tetap bisa berkegiatan seperti biasa. Kecuali, nelayannya berubah menjadi badan hukum atau badan usaha.
Ia juga menepis isu miring terkait permasalahan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang menuding rencana BTID untuk menguasai wilayah laut dan Pulau Serangan secara keseluruhan.
“Tidak benar adanya pengaturan dan pembatasan akses masuk masyarakat nelayan tradisional. Sedangkan terkait PKKPRL justru adalah aturan yang datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” ungkap Zakki kepada wartawan.
Selain itu, Zakki mengklarifikasi bahwa pengajuan PKKPRL tersebut adalah untuk pengusahaan ruang laut, bukan penguasaan ruang laut. “Masyarakat nelayan tradisional seharusnya tidak terdampak dari kebijakan pemerintah ini, karena kebijakan ini diarahkan agar pemerintah pusat dapat menarik PNBP dari para pengusaha, badan usaha atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut, dan tidak menarik PNBP dari nelayan,” pungkasnya.
1
Komentar