Perkutut Mulai Langka, Pecinta Burung Lepasliarkan 75 Ekor
Tumpek Uye, DTW Uluwatu Siapkan Dua Gebogan untuk 650 Monyet
Pelepasliaran puluhan ekor burung perkutut dimaksudkan untuk membangkitkan kembali icon di Bukit (daerah Pecatu), yang mengalami kelangkaan sejak tahun 1990-an.
MANGUPURA, NusaBali
Pada momentum Rahina Tumpek Uye atau Tumpek Kandang pada Saniscara Kliwon Uye, Sabtu (21/10), Daya Tarik Wisata (DTW) Objek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, menyiapkan dua gebogan untuk ‘disantap’ oleh ratusan ekor monyet di dalam kawasan tersebut. Selain menyediakan gebogan ukuran jumbo, juga dilakukan pelepasliaran burung jenis perkutut. Menariknya, langkah tersebut bagian dari upaya membangkitkan kembali perkutut Pecatu yang kini mulai langka.
Panglingsir Puri Jro Kuta yang merupakan Pangempon Pura Uluwatu I Gusti Ngurah Jaka Pratidnya yang biasa disapa Turah Joko, mengemukakan setiap 6 bulan sekali (berdasar kalender Bali), seluruh umat sedharma merayakan Hari Tumpek Kandang.
“Hari ini (kemarin) kami di Pura Luhur Uluwatu bahwasanya kami ingin selalu dekat dengan para wanara dan para monyet di seluruh area Uluwatu,” ujarnya di sela-sela kegiatan tersebut.
Turah Joko menyebut jumlah monyet di Uluwatu semakin hari semakin berkembang. Bahkan saat ini populasinya ada sekitar 650 ekor monyet yang terdiri dari 6 kelompok. Turah Joko tidak memungkiri kalau monyet itu adalah aset yang dimiliki Pura Uluwatu.
“Karena pada dasarnya wisatawan yang hadir ini, menikmati empat kelebihan, yakni, pura, sunset, kecak, dan monyet yang ada di sini,” ucapnya.
Bendesa Adat Pecatu I Made Sumerta menambahkan, gebogan yang disediakan pada Tumpek Kandang kali ini berupa dua gebogan berisi berbagai macam buah. Disiapkannya dua gebogan ini karena saat ini pengunjung sudah mulai membaik dan ini harus disyukuri. Apalagi, monyet adalah salah satu icon yang ada di Uluwatu.
“Karena sekarang adalah Tumpek Kandang dan sesuai dengan tradisi, kami menghaturkan sesajen. Gebogan kami tambah karena seiring bertambahnya populasi monyet yang begitu pesat. Sehingga kami bersepakat dengan memberikan gebogan yang diminati oleh monyet,” kata Made Sumerta.
Selama pandemi, lanjut dia, pihaknya memang hanya menyediakan satu gebogan saja. Namun, untuk kali ini sudah disediakan dua sekaligus dengan berbagai macam buah-buahan yang disukai monyet. Made Sumerta yang juga anggota DPRD Badung ini mengaku kalau ada atau tidak ada hari raya, pihaknya tetap memberikan makanan secukupnya kepada monyet.
“Kami harus kembalikan kepada mereka, ada retribusi oleh wisatawan ke pundi-pundi kas, maka kami alokasikan makanan secukupnya juga untuk monyet ini. Apalagi, kita baru melewati pandemi Covid-19 yang memporakporandakan ekonomi khususnya kami di Pecatu yang sangat terdampak,” katanya.
Dikatakannya, selain memberi makan monyet, juga dilakukan pelepasliaran burung perkutut.
Pada momentum Rahina Tumpek Uye atau Tumpek Kandang pada Saniscara Kliwon Uye, Sabtu (21/10), Daya Tarik Wisata (DTW) Objek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, menyiapkan dua gebogan untuk ‘disantap’ oleh ratusan ekor monyet di dalam kawasan tersebut. Selain menyediakan gebogan ukuran jumbo, juga dilakukan pelepasliaran burung jenis perkutut. Menariknya, langkah tersebut bagian dari upaya membangkitkan kembali perkutut Pecatu yang kini mulai langka.
Panglingsir Puri Jro Kuta yang merupakan Pangempon Pura Uluwatu I Gusti Ngurah Jaka Pratidnya yang biasa disapa Turah Joko, mengemukakan setiap 6 bulan sekali (berdasar kalender Bali), seluruh umat sedharma merayakan Hari Tumpek Kandang.
“Hari ini (kemarin) kami di Pura Luhur Uluwatu bahwasanya kami ingin selalu dekat dengan para wanara dan para monyet di seluruh area Uluwatu,” ujarnya di sela-sela kegiatan tersebut.
Turah Joko menyebut jumlah monyet di Uluwatu semakin hari semakin berkembang. Bahkan saat ini populasinya ada sekitar 650 ekor monyet yang terdiri dari 6 kelompok. Turah Joko tidak memungkiri kalau monyet itu adalah aset yang dimiliki Pura Uluwatu.
“Karena pada dasarnya wisatawan yang hadir ini, menikmati empat kelebihan, yakni, pura, sunset, kecak, dan monyet yang ada di sini,” ucapnya.
Bendesa Adat Pecatu I Made Sumerta menambahkan, gebogan yang disediakan pada Tumpek Kandang kali ini berupa dua gebogan berisi berbagai macam buah. Disiapkannya dua gebogan ini karena saat ini pengunjung sudah mulai membaik dan ini harus disyukuri. Apalagi, monyet adalah salah satu icon yang ada di Uluwatu.
“Karena sekarang adalah Tumpek Kandang dan sesuai dengan tradisi, kami menghaturkan sesajen. Gebogan kami tambah karena seiring bertambahnya populasi monyet yang begitu pesat. Sehingga kami bersepakat dengan memberikan gebogan yang diminati oleh monyet,” kata Made Sumerta.
Selama pandemi, lanjut dia, pihaknya memang hanya menyediakan satu gebogan saja. Namun, untuk kali ini sudah disediakan dua sekaligus dengan berbagai macam buah-buahan yang disukai monyet. Made Sumerta yang juga anggota DPRD Badung ini mengaku kalau ada atau tidak ada hari raya, pihaknya tetap memberikan makanan secukupnya kepada monyet.
“Kami harus kembalikan kepada mereka, ada retribusi oleh wisatawan ke pundi-pundi kas, maka kami alokasikan makanan secukupnya juga untuk monyet ini. Apalagi, kita baru melewati pandemi Covid-19 yang memporakporandakan ekonomi khususnya kami di Pecatu yang sangat terdampak,” katanya.
Dikatakannya, selain memberi makan monyet, juga dilakukan pelepasliaran burung perkutut.
Ketua Persatuan Pecinta Perkutut Indonesia Budi Dharma menyatakan terima kasih kepada pengelola DTW Uluwatu, karena pihaknya diberikan kesempatan untuk bekerjasama, dan dalam waktu yang tepat saat Tumpek Kadang.
“Kami bekerjasama dengan pihak DTW Uluwatu melepasliarkan burung perkutut. Kami memberikan bibit burung perkutut sebanyak 10 pasang. Kami tidak hanya melepasliarkan saja tetapi kami bertanggung jawab soal keberlangsungan hidupnya,” ucap Budi Dharma.
Manajer Pengelola Objek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu I Wayan Wijana juga berterima kasih kepada persatuan pecinta perkutut Indonesia. Pelepasliaran burung perkutut ini suatu inovasi yang dilakukan di DTW Uluwatu. Wijana juga tidak memungkiri burung perkutut adalah icon di Bukit (daerah Pecatu) yang kini populasinya mulai langka. Kalau dulu, kata dia, orang kenal perkutut itu ada di Bukit, namun lambat laun punah, karena ada proses pembangunan dan lainnya.
“Selain kami menghargai monyet, kami sekarang ini juga berupaya membangun ekosistem kembali melestarikan lagi perkutut yang ada di Bukit,” tegas Wijana.
Menurut Wijana, pelepasliaran perkutut juga sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Dia berharap terjadi suatu ekosistem burung perkutut lagi di Uluwatu ke depannya.
“Kami berharap burung yang pernah eksis ini bisa kembali di Uluwatu. Sehingga kita bisa mendengar lagi suara burung berkicau dan tentunya akan memberikan suasana yang bagus bagi kita semua,” harapnya. Dikatakannya, burung perkutut Pecatu sudah mulai langka sejak tahun 1990-an. 7 dar
1
Komentar