Mengwi Ganjur Festival Wadahi Pembinaan Seni dan Karakter Sekaa Teruna
MANGUPURA, NusaBali.com - Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Badung menggelar Mengwi Ganjur Festival atau Mega Fest untuk kali kedua pada 21-22 Oktober 2023 malam di Madya Mandala Pura Taman Ayun.
Gelaran ini pertama kali digelar tahun 2017. Tahun ini, Pemerintah Desa Mengwi mencoba menghidupkan kembali festival ini untuk dijadikan wadah pembuktian sekaa teruna pasca menerima program pembinaan seni dan budaya.
I Ketut Gede Mardika, 41, Ketua Karang Taruna Wiratama Mandala Desa Mengwi menuturkan, festival balaganjur ngiring ini adalah luaran dari program pembinaan seni. Program ini dibentuk pada Mei 2023 lalu yang beranggotakan seniman muda desa.
"Pemerintah Desa Mengwi membentuk pembina seni yang terdiri dari seniman muda di setiap banjar. Pembina seni ini disebar ke sekaa teruna, pura pamaksan, dan sanggar," tutur Mardika ketika dijumpai di sela acara pada Minggu (22/10/2023) malam.
Cabang seni tabuh balaganjur ini, kata Mardika, jadi yang pertama di antara cabang seni pembinaan lain yang memiliki luaran berupa festival. Di mana, kebetulan acaranya sendiru sudah ada sebelumnya namun mati suri akibat pandemi Covid-19.
Mega Fest ini diikuti oleh 10 sekaa balaganjur dari sekaa teruna di Desa Adat Mengwi. Masing-masing membawakan karya garapan tabuh balaganjur ngiring. Tabuh balaganjur jenis ini sangat erat kaitannya dengan ritual ngiring atau pasucian sasuhunan.
Jelas Mardika, sengaja memang tabuh balaganjur ngiring ini dipilih untuk dilombakan. Sebab, hasil latihan persiapan lomba sejak Juni 2023 ini bisa bermanfaat jangka panjang. Misalkan, dipraktikkan oleh sekaa teruna ketika ngayah nabuh balaganjur saat upacara keagamaan.
Nyoman Sutama, 65, dewan juri Mega Fest memebeberkan, tabuh balaganjur ngiring ini berbeda dengan balaganjur lain. Sifat balaganjur ini lebih ritualistis karena ada pertalian dengan yadnya. Oleh karena itu, pengembangannya didasarkan interpretasi yadnya itu sendiri.
Meski ada improvisasi dan kreasi, ada batasan yang harus dijaga. Misalkan, atraksinya tidak seheboh balaganjur pertunjukan yang diisi dengan wiraga berlebih. Balaganjur ngiring ini disepakati mengutamakan komposisi karya dengan wiraga secukupnya.
"Ngiring itu kan ada bagian-bagiannya misalnya nedunan, mamargi, maprani, masucian, nyambleh, dan lainnya. Nanti, tergantung kreativitas komposer kunci karyanya itu ada di bagian mana. Mungkin ada yang masuknya di nyambleh misalnya," jelas Sutama yang juga juri balaganjur Provinsi Bali.
Seniman asal Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Badung ini pun memuji usaha Desa Mengwi untuk menyibukkan generasi muda dengan kegiatan positif. Menurutnya, gelaran ini sudah bukan mencari menang kalah tetapi dampaknya terhadap kualitas generasi muda yang berbudaya.
Mardika, Ketua Karang Taruna Wiratama Mandala menyebutkan, dengan dukungan desa, Mega Fest ini akan digelar berkala dengan tema yang sesuai trennya. Tahun ini sudah mengambil tema balaganjur ngiring, tahun berikutnya memgambil balaganjur melasti, dan lainnya.
"Kami berharap dengan menyasar generasi muda, balaganjur yang merupakan warisan leluhur bisa lestari. Untuk generasi muda, diharapkan gelaran ini bisa membentuk generasi muda yang kreatif dan berbudaya," tandas Mardika yang juga atlet yongmodoo Badung. *rat
I Ketut Gede Mardika, 41, Ketua Karang Taruna Wiratama Mandala Desa Mengwi menuturkan, festival balaganjur ngiring ini adalah luaran dari program pembinaan seni. Program ini dibentuk pada Mei 2023 lalu yang beranggotakan seniman muda desa.
"Pemerintah Desa Mengwi membentuk pembina seni yang terdiri dari seniman muda di setiap banjar. Pembina seni ini disebar ke sekaa teruna, pura pamaksan, dan sanggar," tutur Mardika ketika dijumpai di sela acara pada Minggu (22/10/2023) malam.
Cabang seni tabuh balaganjur ini, kata Mardika, jadi yang pertama di antara cabang seni pembinaan lain yang memiliki luaran berupa festival. Di mana, kebetulan acaranya sendiru sudah ada sebelumnya namun mati suri akibat pandemi Covid-19.
Mega Fest ini diikuti oleh 10 sekaa balaganjur dari sekaa teruna di Desa Adat Mengwi. Masing-masing membawakan karya garapan tabuh balaganjur ngiring. Tabuh balaganjur jenis ini sangat erat kaitannya dengan ritual ngiring atau pasucian sasuhunan.
Jelas Mardika, sengaja memang tabuh balaganjur ngiring ini dipilih untuk dilombakan. Sebab, hasil latihan persiapan lomba sejak Juni 2023 ini bisa bermanfaat jangka panjang. Misalkan, dipraktikkan oleh sekaa teruna ketika ngayah nabuh balaganjur saat upacara keagamaan.
Nyoman Sutama, 65, dewan juri Mega Fest memebeberkan, tabuh balaganjur ngiring ini berbeda dengan balaganjur lain. Sifat balaganjur ini lebih ritualistis karena ada pertalian dengan yadnya. Oleh karena itu, pengembangannya didasarkan interpretasi yadnya itu sendiri.
Meski ada improvisasi dan kreasi, ada batasan yang harus dijaga. Misalkan, atraksinya tidak seheboh balaganjur pertunjukan yang diisi dengan wiraga berlebih. Balaganjur ngiring ini disepakati mengutamakan komposisi karya dengan wiraga secukupnya.
"Ngiring itu kan ada bagian-bagiannya misalnya nedunan, mamargi, maprani, masucian, nyambleh, dan lainnya. Nanti, tergantung kreativitas komposer kunci karyanya itu ada di bagian mana. Mungkin ada yang masuknya di nyambleh misalnya," jelas Sutama yang juga juri balaganjur Provinsi Bali.
Seniman asal Desa Baha, Kecamatan Mengwi, Badung ini pun memuji usaha Desa Mengwi untuk menyibukkan generasi muda dengan kegiatan positif. Menurutnya, gelaran ini sudah bukan mencari menang kalah tetapi dampaknya terhadap kualitas generasi muda yang berbudaya.
Mardika, Ketua Karang Taruna Wiratama Mandala menyebutkan, dengan dukungan desa, Mega Fest ini akan digelar berkala dengan tema yang sesuai trennya. Tahun ini sudah mengambil tema balaganjur ngiring, tahun berikutnya memgambil balaganjur melasti, dan lainnya.
"Kami berharap dengan menyasar generasi muda, balaganjur yang merupakan warisan leluhur bisa lestari. Untuk generasi muda, diharapkan gelaran ini bisa membentuk generasi muda yang kreatif dan berbudaya," tandas Mardika yang juga atlet yongmodoo Badung. *rat
1
Komentar