Ukiran Batok Kelapa, Souvenir Andalan Tampaksiring yang Diminati Wisman
DENPASAR, NusaBali - Desa Tampaksiring, merupakan salah satu daerah tujuan dan daya tarik wisata di Gianyar. Pura Tirta Empul, Pura Mangening, Pura Gulingan dan Pura Gunung Kawi, diantara peninggalan purbakala yang banyak dikunjungi wisatawan, berada di desa ini.
Salah satu istana kepresidenan RI, yakni Istana Tampaksiring pun berada di wilayah yang sama, sehingga menjadikan Tampaksiring kerap jadi ‘tuan rumah’ tamu-tamu kenegaraan.
Selain itu, Tampaksiring merupakan salah satu sentra kerajinan souvenir. Diantaranya souvenir ukiran batok kelapa. Bersama dengan kerajinan lain, kerajinan kayu, tulang dan lainnya, ukiran batok kelapa merupakan salah satu kerajinan khas Tampaksiring.
Dari cerita warga, keterampilan mengukir batok kelapa sudah berlangsung lama. Boleh dikata seiring dengan perkembangan pariwisata Bali, yang ditandai kedatangan wisatawan, khususnya wisman yang dari tahun ke tahun bertambah, termasuk ke Tampaksiring.
“Kerajinan ini turun menurun. Sejak dari ayah dan sebelumnya dari kakek,” ungkap I Wayan Kana, salah seorang perajin batok kelapa, Minggu(22/10).
Kapan persisnya, tidak disebutkan. Namun yang pasti sudah puluhan tahun, menyusul makin ramainya kunjungan wisatawan ke Tampaksiring. Antara lain ke DTW Gunung Kawi, dimana Kana dan warga lainnya berjualan souvenir di art-art shop maupun toko -toko kesenian.
“Tiyang (saya) sendiri sudah mulai ngukir batok ketika SMP,” lanjut Kana, yang sekarang ini adalah seorang guru SMA di SMAN 1 Tegallalang, Gianyar.
Disampaikan Wayan Kana, ukiran batok kelapa merupakan salah satu cendera mata khas Tampaksiring yang sudah dikenal. Sesuai namanya ukiran batok kelapa, berbahan batok kelapa, yang diukir dengan berbagai thema. Dari thema flora, fauna, hingga cerita wayang. Mengukirnya bisa secara manual sampai mengukir menggunakan mesin.
Harganya bervariasi. Mulai dari Rp50 ribu, Rp100 ribu sampai ratusan ribu bahkan bisa sampai Rp1 juta. Tergantung besar atau kecil ukuran serta detil dan kerumitan ukirannya. Kemudian kerumitan pembuatannya.
Semakin detil dan makin rumit mengukirnya, makin tinggi harganya. Juga tergantung thema ukirannya. “Kalau saya khusus mengukir dengan profil Budha dan Ganesya. Ini sulit ditiru, mengukirnya secara manual,” lanjut Kana.
Sebagian besar pembeli adalah wisatawan manca negara. Terutama wisatawan Eropa. Sedangkan wisatawan domestik, relatif jarang yang membeli. “Kebanyakan wisatawan Eropa seperti dari Prancis, Jerman, Belanda dan lainnya,” lanjutnya.
Dari pantauan, ukiran batok kelapa merupakan salah satu dari souvenir yang banyak dijumpai di art shop-art shop di DTW Tampaksiring. Salah satunya di objek wisata Gunung Kawi. Bentuknya yang bulat, detil menjadikan ukiran batok kelapa khas di lapak-lapak art shop milik perajin. Dan tentu menjadi salah satu ciri khas pariwisata di Tampaksiring.
“Lakunya tak bisa dipastikan. Bisa 3 buah seminggu. Atau sepi selama seminggu. Tergantung rejeki kita,” ucap perajin lainnya. Namun tetap lebih baik, ketimbang sepi saat pandemi Covid-19. “Astungkara, wisatawan tetap ada yang datang.” k17.
1
Komentar