Anggaran Pembelian Buku Naik Fantastis
Pengadaan buku perundang-undangan pada 2016 lalu dihargai Rp 13,5 juta. Sekarang, bandrolnya melesat menjadi Rp 1,47 miliar.
SINGARAJA, NusaBali
Dana pembelian buku pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkab Buleleng, ternyata sudah ada sejak tahun 2016. Namun di tahun 2017, nilainya naik dua kali lipat. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Buleleng pun mempertanyakan kenaikan anggaran tersebut.
Anggota Banggar Putu Tirta Adnyana, Selasa (12/7) mengungkapkan, pada tahun 2016, anggaran pembelian buku mencapai Rp 3,31 miliar, mencakup sepuluh jenis buku. Dari dana tersebut, sebanyak Rp 3,2 miliar adalah pengadaan buku naskah, sisanya Rp 13,5 juta untuk pengadaan buku perundang-undangan. Namun pada tahun 2017, alokasi pembelian buku kembali muncul dengan alokasi dana mencapai Rp 8,01 miliar, yang mencakup seluruh OPD, termasuk kecamatan dan kelurahan. Dana tersebut untuk pengadaan 21 jenis buku.
Menariknya pengadaan buku perundang-undangan naik tajam menjadi Rp 1,47 miliar. “Padahal pada tahun 2016 lalu sudah ada sebesar Rp 13,5 juta. Ada juga anggaran sebesar Rp 674 juta untuk pengadaan buku perpustakaan desa,” ungkap politisi Partai Golkar asal Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula ini.
Tirta Adnyana mengaku, anggaran pembelian buku itu ditemukan setelah ia menyisir buku penjabaran APBD 2016 dan APBD 2017. Karena anggaran pembelian buku tidak dibahas secara rinci dalam Perda APBD, karena sifatnya gelondongan.
“Setelah saya buka buku penjabaran baru kelihatan ini. Kalau saat penyusunan APBD, tidak kelihatan. Karena saat buat perda angkanya itu gelondongan. Sedangkan penjabaran itu lewat perbup,” kata Tirta Adnyana.
Menurutnya, kenaikan anggaran pembelian buku itu memang patut dipertanyakan. Karena kenaikannya cukup tinggi. Terutama dalam pengadaan buku perundang-undangan. Kenaikannya fantastis, dari semula hanya puluhan juta rupiah menjadi miliaran rupiah.
“Saya baca ada macam-macam jenis buku. Ada 21 jenis buku kalau tidak salah tahun ini. Tapi yang saya heran buku perundang-undangan ini. Kok melonjak cukup besar begini,” imbuh politisi yang cukup vocal ini.
Selain itu pihaknya juga akan mempertanyakan kepada eksekutif, siapa rekanan yang akan ditunjuk. Dewan khawatir akan ada penunjukan pada satu atau dua rekanan saja. “Siapa yang melakukan pengadaan dan siapa yang akan ditunjuk. Itu yang ingin kami tanya nanti. Pengadaan buku itu wajar kok, selama realistis. Tapi kalau kenaikannya sangat tinggi, seperti pengadaan buku perundang-undagan itu, ya jadi tanda tanya,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggaran pengadaan buku pada beberapa OPD di Kabupaten Buleleng mendapat sorotan. Pada tahun 2017 ini, ada 14 OPDS yang menganggarkan pembelian buku. Buku yang dibeli pun bermacam-macam, mulai dari buku/kepustakaan, buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku peraturan perundang-undangan, buku ensiklopedia, buku perpustakaan desa, dan buku PAUD dan TK.
Masing-masing OPD disebut akan melakukan penunjukan langsung – kecuali Kecamatan Buleleng – karena nilai anggaran masing-masing OPD di bawah Rp 200 juta. Proses ini dianggap rentan karena berpotensi menguntungkan satu atau dua rekanan saja.
Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka juga berencana melakukan rasionalisasi anggaran dengan mencoret alokasi belanja buku itu. Alasannya anggaran pemerintah daerah saat ini dalam kondisi defisit, sehingga perlu melakukan efisiensi yang ketat. *k19
Dana pembelian buku pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkab Buleleng, ternyata sudah ada sejak tahun 2016. Namun di tahun 2017, nilainya naik dua kali lipat. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Buleleng pun mempertanyakan kenaikan anggaran tersebut.
Anggota Banggar Putu Tirta Adnyana, Selasa (12/7) mengungkapkan, pada tahun 2016, anggaran pembelian buku mencapai Rp 3,31 miliar, mencakup sepuluh jenis buku. Dari dana tersebut, sebanyak Rp 3,2 miliar adalah pengadaan buku naskah, sisanya Rp 13,5 juta untuk pengadaan buku perundang-undangan. Namun pada tahun 2017, alokasi pembelian buku kembali muncul dengan alokasi dana mencapai Rp 8,01 miliar, yang mencakup seluruh OPD, termasuk kecamatan dan kelurahan. Dana tersebut untuk pengadaan 21 jenis buku.
Menariknya pengadaan buku perundang-undangan naik tajam menjadi Rp 1,47 miliar. “Padahal pada tahun 2016 lalu sudah ada sebesar Rp 13,5 juta. Ada juga anggaran sebesar Rp 674 juta untuk pengadaan buku perpustakaan desa,” ungkap politisi Partai Golkar asal Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula ini.
Tirta Adnyana mengaku, anggaran pembelian buku itu ditemukan setelah ia menyisir buku penjabaran APBD 2016 dan APBD 2017. Karena anggaran pembelian buku tidak dibahas secara rinci dalam Perda APBD, karena sifatnya gelondongan.
“Setelah saya buka buku penjabaran baru kelihatan ini. Kalau saat penyusunan APBD, tidak kelihatan. Karena saat buat perda angkanya itu gelondongan. Sedangkan penjabaran itu lewat perbup,” kata Tirta Adnyana.
Menurutnya, kenaikan anggaran pembelian buku itu memang patut dipertanyakan. Karena kenaikannya cukup tinggi. Terutama dalam pengadaan buku perundang-undangan. Kenaikannya fantastis, dari semula hanya puluhan juta rupiah menjadi miliaran rupiah.
“Saya baca ada macam-macam jenis buku. Ada 21 jenis buku kalau tidak salah tahun ini. Tapi yang saya heran buku perundang-undangan ini. Kok melonjak cukup besar begini,” imbuh politisi yang cukup vocal ini.
Selain itu pihaknya juga akan mempertanyakan kepada eksekutif, siapa rekanan yang akan ditunjuk. Dewan khawatir akan ada penunjukan pada satu atau dua rekanan saja. “Siapa yang melakukan pengadaan dan siapa yang akan ditunjuk. Itu yang ingin kami tanya nanti. Pengadaan buku itu wajar kok, selama realistis. Tapi kalau kenaikannya sangat tinggi, seperti pengadaan buku perundang-undagan itu, ya jadi tanda tanya,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggaran pengadaan buku pada beberapa OPD di Kabupaten Buleleng mendapat sorotan. Pada tahun 2017 ini, ada 14 OPDS yang menganggarkan pembelian buku. Buku yang dibeli pun bermacam-macam, mulai dari buku/kepustakaan, buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku peraturan perundang-undangan, buku ensiklopedia, buku perpustakaan desa, dan buku PAUD dan TK.
Masing-masing OPD disebut akan melakukan penunjukan langsung – kecuali Kecamatan Buleleng – karena nilai anggaran masing-masing OPD di bawah Rp 200 juta. Proses ini dianggap rentan karena berpotensi menguntungkan satu atau dua rekanan saja.
Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka juga berencana melakukan rasionalisasi anggaran dengan mencoret alokasi belanja buku itu. Alasannya anggaran pemerintah daerah saat ini dalam kondisi defisit, sehingga perlu melakukan efisiensi yang ketat. *k19
Komentar