Rumput Laut, Peluang Ekonomi Masyarakat Gerokgak
SINGARAJA, NusaBali - Masyarakat Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, kini semakin bersemangat membudidayakan rumput laut.
Budidaya ini sempat putus-nyambung karena ketidakpastian pasar, namun kini kembali bergeliat berkat berdirinya pabrik pengolahan tepung rumput laut di desa tersebut.
Ketua nelayan Bina Karya Abdul Hamid Rasyid mengatakan, budidaya rumput laut di Desa Patas sebenarnya sudah dimulai puluhan tahun lalu. Namun, budidaya ini sempat vakum karena petani tidak mendapatkan kepastian pasar untuk menyalurkan hasil panennya. Selain itu, harga pasar juga sempat anjlok, sehingga petani terus merugi.
Namun, budidaya ini kembali dibangun kembali sejak 7 tahun silam. Hal ini karena di Desa Patas sudah berdiri pabrik pengolahan tepung rumput laut. Seluruh produksi dari budidaya rumput laut pun terserap sepenuhnya ke pabrik. “Karena pasar sudah tersedia, kami budidayakan lagi. Tahun lalu kebetulan dapat bantuan bibit rumput laut untuk luas lahan 5 hektare, ini yang sedang kami garap sekarang,” ucap Hamid, Jumat (3/11) lalu.
Dengan adanya kepastian harga pasar, lanjut Hamid, petani juga mendapatkan keuntungan lain. Sebab hasil panen bisa diserahkan dalam bentuk basah. Tidak memerlukan waktu lebih untuk pengeringan. “Sebelum ada pabrik, hasil panen harus dikeringkan dulu, perlu waktu dua hari kalau panas terik, selain juga alat pengeringnya juga mahal. Kalau sekarang panen basah masuk karung langsung dibawa ke pabrik,” imbuh Hamid.
Sejauh ini, budidaya rumput laut paling cocok dilakukan di laut Patas. Hamid dan rekan nelayannya sempat mengembangkan budidaya di laut gondol dan Sumberkima, Gerokgak, namun tidak berlangsung lama. Dia juga menyebut tantangan budidaya rumput laut di Patas hampir tidak ada. Karena seluruh kendala masih bisa ditangani.
Seperti ancaman gelombang pasang yang tidak terlalu besar laut Bali Selatan, penyakit busuk batang, gangguan hama ais-ais, lumut, serangan predator ikan sejauh ini masih teratasi dengan baik.7k23
Ketua nelayan Bina Karya Abdul Hamid Rasyid mengatakan, budidaya rumput laut di Desa Patas sebenarnya sudah dimulai puluhan tahun lalu. Namun, budidaya ini sempat vakum karena petani tidak mendapatkan kepastian pasar untuk menyalurkan hasil panennya. Selain itu, harga pasar juga sempat anjlok, sehingga petani terus merugi.
Namun, budidaya ini kembali dibangun kembali sejak 7 tahun silam. Hal ini karena di Desa Patas sudah berdiri pabrik pengolahan tepung rumput laut. Seluruh produksi dari budidaya rumput laut pun terserap sepenuhnya ke pabrik. “Karena pasar sudah tersedia, kami budidayakan lagi. Tahun lalu kebetulan dapat bantuan bibit rumput laut untuk luas lahan 5 hektare, ini yang sedang kami garap sekarang,” ucap Hamid, Jumat (3/11) lalu.
Dengan adanya kepastian harga pasar, lanjut Hamid, petani juga mendapatkan keuntungan lain. Sebab hasil panen bisa diserahkan dalam bentuk basah. Tidak memerlukan waktu lebih untuk pengeringan. “Sebelum ada pabrik, hasil panen harus dikeringkan dulu, perlu waktu dua hari kalau panas terik, selain juga alat pengeringnya juga mahal. Kalau sekarang panen basah masuk karung langsung dibawa ke pabrik,” imbuh Hamid.
Sejauh ini, budidaya rumput laut paling cocok dilakukan di laut Patas. Hamid dan rekan nelayannya sempat mengembangkan budidaya di laut gondol dan Sumberkima, Gerokgak, namun tidak berlangsung lama. Dia juga menyebut tantangan budidaya rumput laut di Patas hampir tidak ada. Karena seluruh kendala masih bisa ditangani.
Seperti ancaman gelombang pasang yang tidak terlalu besar laut Bali Selatan, penyakit busuk batang, gangguan hama ais-ais, lumut, serangan predator ikan sejauh ini masih teratasi dengan baik.7k23
Komentar