Tahun Ini, 32 Kasus Perdagangan Orang Terjadi di Bali
DENPASAR, NusaBali - Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menyampaikan berdasarkan data Bareskrim Polri sampai dengan periode Oktober 2023, sudah terdapat 872 laporan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia dan 32 di antaranya terjadi di Bali.
Hal tersebut disampaikan Mahendra Jaya saat menghadiri Regional Conference the Simultaneous Movement for Combating Human Trafficking in ASEAN Countries Region, di Golden Tulip Jineng Resort Bali, Kuta, Badung, Selasa (07/11). Pj Gubernur Mahendra Jaya menjelaskan bahwa terjadinya TPPO umumnya terkait dengan permasalahan ekonomi, seperti kemiskinan, gaya hidup glamor, ingin cepat dapat uang serta kurangnya kesadaran karena tidak tahu bahaya bekerja di luar negeri melalui agen yang tidak berbadan hukum termasuk juga bahaya bekerja di tempat hiburan malam di mana korban terbanyaknya adalah kelompok rentan, yaitu perempuan dan anak-anak.
“Berdasarkan pengalaman lapangan, modus operandi TPPO di antaranya dengan melakukan ancaman kekerasan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan terhadap posisi rentan, penjeratan utang dan memberi bayaran atas manfaat sehingga memperoleh persetujuan,” jelas Pj Gubernur. Oleh karena itu, menurutnya untuk mengoptimalkan penanganan TPPO diperlukan keterlibatan seluruh unsur, tidak hanya pemerintah dan penegak hukum namun juga masyarakat, dunia usaha, media hingga pemangku kepentingan lainnya. Ia menyampaikan penanganan kasus TPPO harus dilakukan secara komprehensif dan konsisten dari hulu ke hilir melalui upaya preemptif, preventif, penegakan hukum dan rehabilitasi.
Pj Gubernur mengajak seluruh elemen untuk saling berkolaborasi dan bersinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO yang terjadi. “Semoga hasil konferensi ini dapat meningkatkan kinerja dan komitmen kita bersama dalam pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di ASEAN,” jelasnya. Di sisi lain Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam sambutan virtualnya menyampaikan bahwa Indonesia terus bekerja sama dengan negara ASEAN lainnya dalam upaya penanganan tindak pidana perdagangan orang khususnya dalam kejahatan TPPO transnasional yang memerlukan kerjasama antarnegara. Sementara Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Bintang Puspayoga) menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk melindungi wanita dan anak-anak yang merupakan kelompok paling rentan sebagai korban TPPO.
Konferensi Regional selama dua hari berturut-turut ini dihadiri oleh peserta dari perwakilan negara di kawasan ASEAN, seperti Komnas HAM di region ASEAN, Dept of Migrant Workers Philippines, General Attorney Office of Thailand, dan NSA MAPO Ministry of Home Affairs Malaysia. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menjelaskan konferensi ini memiliki tujuan utama untuk mengatasi permasalahan pedagangan manusia yang semakin mengkhawatirkan, terutama di kalangan pekerja migran Indonesia.
“Kerja sama antarnegara, terutama di kawasan ASEAN, sangat penting dalam menangani kasus ini,” ujarnya. Dalam konferensi tersebut, lanjut dia ada pembahasan peran krusial regulasi pemerintah dalam mengawasi proses rekrutmen pekerja migran. Atnike menegaskan pentingnya regulasi yang mengamankan hak-hak pekerja migran, serta perlunya kontrak kerja yang jelas sebagai syarat utama perekrutan pekerja migran Indonesia di luar negeri.
“Proses rekrutmen yang tidak terawasi dengan baik dapat meningkatkan risiko eksploitasi dan penipuan,” tegasnya. Salah satu sorotan utama dalam konferensi tersebut adalah peningkatan kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan. Atnike mengatakan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat peningkatan hampir tiga kali lipat dari tahun 2018 hingga 2022. Ia merincikan, pada tahun 2018 terdapat 290 kasus TPPO per tahun. Sedangkan pada tahun 2022 kasus itu meningkat menjadi 700 lebih kasus per tahun.
Sejalan dengan itu, partisipasi pemerintah daerah dan sektor pendidikan juga dianggap krusial dalam mendukung upaya pencegahan perdagangan manusia. Dengan adanya dukungan yang solid dari berbagai pihak, diharapkan permasalahan ini dapat diatasi secara menyeluruh demi perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran, terutama perempuan, di masa depan. “Kami harus melakukan edukasi publik dan peningkatan kesadaran untuk mencegah iming-imingan yang dapat membahayakan pekerja migran,” tambahnya. 7 ol3, cr78
1
Komentar