Dari Kearifan Lokal Ubud Menggaungkan Visi Global
Kiprah Kebudayaan Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati
Tjokorda Gde Putra Sukawati
Sertifikat
Bintang Budaya Paramadharma
Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati (almarhum)
GIANYAR, NusaBali - Semasa hidup, Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati (almarhum), dikenal sebagai sosok inovatif. Kiprah budayanya bersama sejumlah tokoh penting lain di Ubud menjadikan Ubud kini sebagai destinasi wisata berkelas dunia. Berpijak dari kearifan budaya lokal Ubud atau Bali umumnya, kiprah almarhum menembus menuju visi global.
Kemajuan visi itu lah melahirkan sejumlah penghargaan baik tingkat nasional hingga internasional untuk almarhum. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI Nadiem Anwar Makarim telah menyimak tokoh sekaligus Panglingsir Puri Agung Ubud, Gianyar, ini. Mas menteri pun menghadiahkan penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma bidang Kebudayaan untuk almarhum. Tanda kehormatan ini atas dedikasi dan karya almarhum dalam pemajuan kebudayaan di Indonesia.
Penghargaan tersebut diterima langsung oleh putra sulung almarhum, Tjokorda Gde Putra Sukawati alias Cok Putra, pada acara Malam Puncak Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Tahun 2023 bertema ‘Para Perawat Harmoni’ di Jakarta, Jumat (27/10/2023). Untuk diketahui, AKI merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada para individu, komunitas, dan lembaga yang berprestasi atau berkontribusi luar biasa untuk pemajuan kebudayaan. Penghargaan Mendikbudristek ini menjadi penegas atas penghargaan yang sama oleh Presiden Joko Widodo, serangkaian peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta, 14 Agustus 2023 lalu.
Catatan sejarah diperkuat tuturan warga sekitar Ubud mengisahkan, almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati adalah sosok multi peran. Sebagai tokoh Puri Agung Ubud, inisiator, penggerak, bahkan PR (Public Relation) untuk pembaharuan Ubud melalui aksi kebudayaan. Berkat peran sentral almarhum bersama sejumlah tokoh Ubud pada masanya (1930-1978), Ubud mengalami transformasi dari desa agraris menuju desa pariwisata. Almarhum menginisiasi perubahan dan ‘membuka diri’ Ubud melalui kolaborasi dengan pihak luar.
Beberapa pelukis barat, seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, dan Antonio Blanco, difasilitasi dan diayomi hingga jenak di Ubud. Walter Spies menetap di Ubud sejak 1927, Rudolf Bonnet juga sejak 1929, Antonio Blanco di Ubud sejak 1952, dan Arie Smit di Ubud sejak 1956, dan lain-lain. Almarhum konsisten mendukung kegiatan sejumlah seniman luar Bali, antara lain Affandi, Srihadi Soedarsono, Soedjojono, Dullah, Sapto Hudojo, Abbas Alibasyah, dan lain-lain. Terkait pemajuan Pendidikan, salah satunya, almarhum membantu Prof Poerbatjaraka sebagai pakar budaya Fakultas Sastra Universitas Udayana dan membantu Dr Goris di bidang sejarah Bali.
Foto: Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati (almarhum)
Almarhum mendirikan perkumpulan seniman Pita Maha tahun 1936 bersama sang kakak Tjokorda Gde Rake Sukawati, pelukis Walter Spies, Rudolf Bonnet, dan I Gusti Nyoman Lempad. Lanjut, mendirikan perkumpulan seniman ‘Golongan Pelukis Ubud’ tahun 1951 bersama Rudolf Bonnet, I Gusti Nyoman Lempad, dan Anak Agung Gde Sobrat. Kiprah ini dilanjutkan dengan mendirikan Yayasan Ratna Wartha, organisasi nirlaba bidang seni-budaya dan pendidikan, 1 Oktober 1953. Yayasan ini pula mengelola Museum Puri Lukisan dan lain-lain, yang dibangun almarhum.
Bersama kakaknya, Tjokorda Rake Sukawati, Presiden NIT, almarhum mewujudkan misi kesenian dari Belaluan di Festival Pasar Gambir tahun 1929. Festival sukses hingga berlanjut ke Paris Colonial Exposition di Paris tahun 1931. Expo ini melibatkan maestro tari dan gamelan, antara lain Tjokorda Oka Tublen, Tjokorda Rai Sayan, Dewa Gde Raka, Tjokorda Anom, Anak Agung Gde Mandra, I Ketut Rindha, Jero Tjandra, dan Ni Rimpeg. Tak terkecuali para pelukis, pematung, dan pengrajin berbasis seni.
Almarhum lahir di Puri Saren Agung Ubud, 31 Januari 1910 dan wafat pada 20 Juli 1978, dipalebon pada 31 Januari 1979. Pelbagai penghargaan tersebut menjadi kebanggaan, sekaligus tantangan bagi keluarga Puri Agung Ubud dan warga sekitar. Karena Ubud kini berjumpa dengan pelbagai kemajuan karena gemerincing dolar pariwisata. Di saat bersama, desa internasional ini makin menanggung risiko tak mudah, baik secara kultural, lingkungan, sosial, hingga mentalitas.
Putra sulung almarhum, Tjokorda Gde Putra Sukawati mengakui salah satu tantangan terberat ke depan bagi Ubud adalah bagaimana agar masyarakatnya tetap menjaga kebersamaan demi Ubud itu sendiri. ‘’Ubud ini harus dijaga dengan satu visi kebersamaan demi Ubud ke depan. Mari, hindarkan hal-hal yang bersifat individualistis,’’ ujar peraih Penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI Joko Widodo, 17 Agustus 2021 ini.7lsa
1
Komentar