Terancam Punah, Seniman Tabuh Buleleng Dilatih Rebab
SINGARAJA, NusaBali - Sebanyak 25 orang perwakilan sanggar seni, sekaa dan komunitas seni di Buleleng mendapat pelatihan bermain rebab.
Workshop rebab Bali pada Kamis (9/11) ini dibawakan oleh dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta asal Desa/Kecamatan Tejakula Buleleng Prof Dr Pande Made Sukerta SKar MSi. Pengenalan rebab kembali digalakkan karena saat ini posisinya di gamelan Bali hampir punah.
Ditemui usai pembukaan workshop di Sasana Budaya Buleleng, Prof Sukerta memandang perlu membumikan lagi alat musik rebab karena peminatnya kian merosot. Padahal instrumen rebab pada gamelan Bali memiliki unsur yang kuat untuk mempermanis alunan lagu.
“Dulu tahun 1920-an, rebab itu digunakan untuk dalam geguntangan arja, semara pegulingan dan gambuh juga, tapi sekarang makin merosot peminatnya. Produksi rebab juga kurang, jadi penabuh tidak tahu belinya dimana ini yang menjadi kendala selama ini,” ucap Prof Sukerta.
Bahkan pada tahun 1979 Prof Sukarta hanya menemukan 6 orang pengrebab (pemain rebab) di Bali. Mereka diantaranya berasal Dari Desa Mayong, Kecamatan Seririt, Buleleng, Gianyar, Pedungan dan Denpasar. Keberadaan mereka ini pun yang kemudian memberikan semangat Prof Sukerta untuk kembali membangkitkan rebab.
Keterampilan bermain rebab ini pun sejak beberapa tahun terakhir kembali disuarakan Prof Sukerta. Bahkan di tanah asalnya, hal yang sama sudah dilakukan beberapa kali. Dia pun berharap, setelah workshop yang dilaksanakan selama tiga hari penuh selesai, peserta bisa meneruskan ilmunya kepada seniman lain. Prof Sukerta pun berharap, instrumen rebab dapat hadir kembali di gamelan gong.
“Saya yakin tidak sulit bermain rebab asal tekun. Memang rebab itu dimainkan sedikit berbeda, memerlukan ketenangan hati dan perasaan,” ungkap dia.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika menyambut baik kerjasama yang diinisiasi ISI Surakarta. Tentu pelatihan rebab ini akan sangat membantu seniman Buleleng dalam melestarikan kesenian. Terlebih di Buleleng peminat seniman tabuh untuk belajar memainkan rebab masih sedikit.
“Tentu ini momen yang sangat bagus bagi Buleleng, karena peminat rebab biasanya pemain tua dan lingsir. Jadi kalau orang muda jarang. Selain pelestarian ini juga sebagai momen regenerasi,” kata Wisandika. 7k23
Ditemui usai pembukaan workshop di Sasana Budaya Buleleng, Prof Sukerta memandang perlu membumikan lagi alat musik rebab karena peminatnya kian merosot. Padahal instrumen rebab pada gamelan Bali memiliki unsur yang kuat untuk mempermanis alunan lagu.
“Dulu tahun 1920-an, rebab itu digunakan untuk dalam geguntangan arja, semara pegulingan dan gambuh juga, tapi sekarang makin merosot peminatnya. Produksi rebab juga kurang, jadi penabuh tidak tahu belinya dimana ini yang menjadi kendala selama ini,” ucap Prof Sukerta.
Bahkan pada tahun 1979 Prof Sukarta hanya menemukan 6 orang pengrebab (pemain rebab) di Bali. Mereka diantaranya berasal Dari Desa Mayong, Kecamatan Seririt, Buleleng, Gianyar, Pedungan dan Denpasar. Keberadaan mereka ini pun yang kemudian memberikan semangat Prof Sukerta untuk kembali membangkitkan rebab.
Keterampilan bermain rebab ini pun sejak beberapa tahun terakhir kembali disuarakan Prof Sukerta. Bahkan di tanah asalnya, hal yang sama sudah dilakukan beberapa kali. Dia pun berharap, setelah workshop yang dilaksanakan selama tiga hari penuh selesai, peserta bisa meneruskan ilmunya kepada seniman lain. Prof Sukerta pun berharap, instrumen rebab dapat hadir kembali di gamelan gong.
“Saya yakin tidak sulit bermain rebab asal tekun. Memang rebab itu dimainkan sedikit berbeda, memerlukan ketenangan hati dan perasaan,” ungkap dia.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika menyambut baik kerjasama yang diinisiasi ISI Surakarta. Tentu pelatihan rebab ini akan sangat membantu seniman Buleleng dalam melestarikan kesenian. Terlebih di Buleleng peminat seniman tabuh untuk belajar memainkan rebab masih sedikit.
“Tentu ini momen yang sangat bagus bagi Buleleng, karena peminat rebab biasanya pemain tua dan lingsir. Jadi kalau orang muda jarang. Selain pelestarian ini juga sebagai momen regenerasi,” kata Wisandika. 7k23
1
Komentar