Disbud Gelar Ekshibisi Mejaran-jaranan
Lestarikan Permainan Tradisional
SINGARAJA, NusaBali - Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng menggelar ekshibisi permainan tradisional mejaran-jaranan, Kamis (9/11) di Wantilan Pura Dalem, Lingkungan Banyuning Timur, Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Kamis (9/11). Kegiatan ini digelar sebagai upaya melestarikan permainan tradisional.
Puluhan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) mengikuti permainan tradisional tersebut dengan antusias. Mereka terbagi dalam beberapa tim yang terdiri atas tujuh orang. Masing-masing tim mengusung satu orang dan berusaha menjatuhkan lawannya. Yang berhasil menjatuhkan lawan keluar sebagai pemenang.
Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Widarma mengatakan, ekshibisi ini digelar sebagai upaya dalam pelestarian permainan rakyat. Di zaman yang serba digital, tak dipungkiri anak-anak semakin tidak mengenali permainan-permainan tradisional lantaran berkutat dengan teknologi ponsel.
"Program ekshibisi permainan mejaran-jaranan ini sebagai langkah pengenalan ke generasi milenial yang menyasar anak-anak sekolah dasar," ucapnya. Dirinya berharap, permainan ini dapat ditularkan ke anak-anak lainnya untuk pelestarian tradisi dan budaya.
Kata dia permainan mejaran-jaranan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada dan nantinya akan menjaga kelestarian permainan tradisional tersebut.
Sementara itu, Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengungkapkan bahwasannya permainan mejaran-jaranan ini merupakan permainan asli dimiliki oleh Desa Banyuning. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning sebagai tanda syukur bahwa piodalan berjalan dengan lancar.
"Sebenarnya dulu yang memainkan banyak karena lantainya masih tanah liat. Tapi sekarang sudah dipaving bisa membahayakan peserta, untuk itu saya bongkar lagi pavingnya agar tradisi permainan ini bisa terus berjalan," ujar dia.
Mulyawan menjelaskan, secara teknis permainan ini dilakukan dalam bentuk dua kelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari beberapa orang. Dua orang akan berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai jokinya.
Sebelum dimulai peserta akan mengelilingi tempat permainan sambil bernyanyi, kemudian setiap kelompok akan saling beradu, joki siapa yang terlebih dahulu jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah. "Jadi dalam permainan ini peserta harus bermain secara sportif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," jelas Mulyawan. 7mzk
Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Widarma mengatakan, ekshibisi ini digelar sebagai upaya dalam pelestarian permainan rakyat. Di zaman yang serba digital, tak dipungkiri anak-anak semakin tidak mengenali permainan-permainan tradisional lantaran berkutat dengan teknologi ponsel.
"Program ekshibisi permainan mejaran-jaranan ini sebagai langkah pengenalan ke generasi milenial yang menyasar anak-anak sekolah dasar," ucapnya. Dirinya berharap, permainan ini dapat ditularkan ke anak-anak lainnya untuk pelestarian tradisi dan budaya.
Kata dia permainan mejaran-jaranan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada dan nantinya akan menjaga kelestarian permainan tradisional tersebut.
Sementara itu, Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengungkapkan bahwasannya permainan mejaran-jaranan ini merupakan permainan asli dimiliki oleh Desa Banyuning. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning sebagai tanda syukur bahwa piodalan berjalan dengan lancar.
"Sebenarnya dulu yang memainkan banyak karena lantainya masih tanah liat. Tapi sekarang sudah dipaving bisa membahayakan peserta, untuk itu saya bongkar lagi pavingnya agar tradisi permainan ini bisa terus berjalan," ujar dia.
Mulyawan menjelaskan, secara teknis permainan ini dilakukan dalam bentuk dua kelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari beberapa orang. Dua orang akan berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai jokinya.
Sebelum dimulai peserta akan mengelilingi tempat permainan sambil bernyanyi, kemudian setiap kelompok akan saling beradu, joki siapa yang terlebih dahulu jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah. "Jadi dalam permainan ini peserta harus bermain secara sportif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," jelas Mulyawan. 7mzk
1
Komentar