Hakim Tolak Eksepsi Prof Antara
DENPASAR, NusaBali - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar menolak eksepsi (keberatan atas dakwaan) yang diajukan mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU, terdakwa dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) Tahun 2018-2022.
Salah satu pertimbangan hakim pimpinan Agus Akhyudi dalam putusan sela yaitu karena materi eksepsi yang disampaikan sudah masuk pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam persidangan. “Ya tadi eksepsi terdakwa ditolak majelis hakim melalui putusan sela,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Putu agus Eka Sabana. Dengan ditolaknya eksepsi Prof Antara, sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian dan pemeriksaan saksi pada pekan depan, Kamis (23/11).
Dalam eksepsi sebelumnya akademisi asal Gulingan, Mengwi, Badung mengungkapkan perasaannya didudukkan sebagai terdakwa. “Perkenankanlah saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana. Dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu,” ujar Prof Antara diawal eksepsi.
Selanjutnya, dihadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi, mantan Rektor Unud inipun membeberkan dasar hukum dari pungutan SPI yaitu Peraturan Menteri Ristek Dikti (Permenristek Dikti) No. 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) No 25 tahun 2020 khususnya.
Prof Antara juga berdalih jika pungutan SPI ini dibebankan kepada mahasiswa karena pendanaan dari Pemerintah saat ini masih belum dapat memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan tinggi. “Karena sampai saat ini Pemerintah hanya mampu membiayai 28% dari dana yang diperlukan PTN,” lanjutnya.
Prof Antara juga sempat menyeret mantan Rektor Unud (2017-2021) Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi, 64, yang hingga kini belum tersentuh. “SPI di Universitas Udayana adalah kebijakan Rektor yang menjabat pada 2017-2021 yaitu Prof Dr AA Raka Sudewi yang sekaligus merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Maka dari itu surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap karena tidak menguraikan dalam kapasitas apa saya sebagai terdakwa,” beber Prof Antara. 7 rez
Dalam eksepsi sebelumnya akademisi asal Gulingan, Mengwi, Badung mengungkapkan perasaannya didudukkan sebagai terdakwa. “Perkenankanlah saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana. Dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu,” ujar Prof Antara diawal eksepsi.
Selanjutnya, dihadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi, mantan Rektor Unud inipun membeberkan dasar hukum dari pungutan SPI yaitu Peraturan Menteri Ristek Dikti (Permenristek Dikti) No. 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) No 25 tahun 2020 khususnya.
Prof Antara juga berdalih jika pungutan SPI ini dibebankan kepada mahasiswa karena pendanaan dari Pemerintah saat ini masih belum dapat memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan tinggi. “Karena sampai saat ini Pemerintah hanya mampu membiayai 28% dari dana yang diperlukan PTN,” lanjutnya.
Prof Antara juga sempat menyeret mantan Rektor Unud (2017-2021) Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi, 64, yang hingga kini belum tersentuh. “SPI di Universitas Udayana adalah kebijakan Rektor yang menjabat pada 2017-2021 yaitu Prof Dr AA Raka Sudewi yang sekaligus merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Maka dari itu surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap karena tidak menguraikan dalam kapasitas apa saya sebagai terdakwa,” beber Prof Antara. 7 rez
1
Komentar