Penyediaan Listrik di Bali Tekor Rp 100 per Kwh
Akibat cost yang tinggi, maka subsidi listrik di Bali dinilai cukup besar.
DENPASAR, NusaBali
Demikian hasil telaah Komisi VI DPR RI saat mengunjungi PT Indonesia Power, anak perusahaan PLN di Pesanggaran, Jumat (14/7).
Saat ini PLN harus membayar cost kepada perusahaan diesel dengan pokok Rp 1.200 per Kwh, sementara PLN hanya mampu membayar Rp 1.100 per Kwh dari harga pokok, sehingga negara harus mensubsidi Rp 100 per Kwh.
“Bali diharapkan bisa seperti daerah lain yang hanya membayar cost berkisar Rp 700-800 per Kwh,” kata Mohamad Haekal, pimpinan rombongan kunjungan kerja DPR RI Komisi VI.
Dengan tingginya tarif subsidi yang diberikan, menurut Haekal, ke depannya pihaknya akan meninjau kembali terutama dari bahan baku dengan menggunakan sumber daya yang lebih murah, seperti halnya mendorong penggunaan gas. “Pembangkit yang bagus di bawah Rp 1.000 per kWh, hanya saja tergantung bahan baku, yang penggunaan diesel paling mahal, dan di Bali masih menggunakan diesel dan gas, sehingga ke depannya penggunaan gas yang akan lebih kita dorong,” tambahnya.
Dikatakan Haekal, pembangunan yang dilakukan saat ini menggunakan dua pembangkit listrik yaitu pembangkit yang dikelola oleh PLN dan ada pula pembangkit yang dikelola oleh swasta. “Kami ingin lihat di sini apakah pembangkit yang dikelola oleh PLN ini cukup bagus dan memuaskan. Jika memang iya, kita akan dorong untuk memperbanyak pembangkit yang dikelola PLN, sebab kita tahu biaya listrik akan lebih murah, dan mudah mudahan akan mampu memberikan dampak pada tarif listrik yang lebih murah untuk masyarakat,” katanya. *cr63
Saat ini PLN harus membayar cost kepada perusahaan diesel dengan pokok Rp 1.200 per Kwh, sementara PLN hanya mampu membayar Rp 1.100 per Kwh dari harga pokok, sehingga negara harus mensubsidi Rp 100 per Kwh.
“Bali diharapkan bisa seperti daerah lain yang hanya membayar cost berkisar Rp 700-800 per Kwh,” kata Mohamad Haekal, pimpinan rombongan kunjungan kerja DPR RI Komisi VI.
Dengan tingginya tarif subsidi yang diberikan, menurut Haekal, ke depannya pihaknya akan meninjau kembali terutama dari bahan baku dengan menggunakan sumber daya yang lebih murah, seperti halnya mendorong penggunaan gas. “Pembangkit yang bagus di bawah Rp 1.000 per kWh, hanya saja tergantung bahan baku, yang penggunaan diesel paling mahal, dan di Bali masih menggunakan diesel dan gas, sehingga ke depannya penggunaan gas yang akan lebih kita dorong,” tambahnya.
Dikatakan Haekal, pembangunan yang dilakukan saat ini menggunakan dua pembangkit listrik yaitu pembangkit yang dikelola oleh PLN dan ada pula pembangkit yang dikelola oleh swasta. “Kami ingin lihat di sini apakah pembangkit yang dikelola oleh PLN ini cukup bagus dan memuaskan. Jika memang iya, kita akan dorong untuk memperbanyak pembangkit yang dikelola PLN, sebab kita tahu biaya listrik akan lebih murah, dan mudah mudahan akan mampu memberikan dampak pada tarif listrik yang lebih murah untuk masyarakat,” katanya. *cr63
Komentar