Gus Adhi Tolak Hasil Pungutan Turis untuk Kelola Sampah
Sebaiknya Difokuskan untuk Memperkuat Desa Adat dan Subak
JAKARTA, NusaBali - Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra alias Gus Adhi menolak wacana anggaran pengelolaan sampah di Bali diambil dari dana pungutan turis asing yang rencananya diberlakukan tahun 2024 mendatang.
Anggota Fraksi Golkar DPR RI yang membidangi pemerintahan daerah ini mengatakan, pengelolaan sampah lebih tepat bersumber dari dana CSR (Corporate Social Responsibility).
“Pengelolaan sampah sebaiknya diambilkan dari CSR atau tanggungjawab sosial dan lingkungan (TJSL). Pemerintah Bali bisa berkoordinasi dengan atau menjadi koordinator penggunaan TJSL perusahaan sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (5), Undang-undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Jangan mengambil dari pungutan wisatawan,” ujar Gus Adhi kepada NusaBali, Kamis (23/11).
Pungutan wisatawan mancanegara alias turis asing akan diberlakukan pada 2024 mendatang. Setiap wisatawan akan dikenakan pungutan Rp 150 ribu setiap kali datang ke Bali. Menurut Gus Adhi, dana dari pungutan turis asing sebaiknya fokus untuk penguatan desa adat dan subak di Bali. “Karena pariwisata Bali itu bisa eksis dengan adanya adat dan budaya. Nah, adat dan budaya itu bentengnya adalah desa adat dan subak,” ujar Gus Adhi.
Kata Gus Adhi, keberadaan desa adat saat ini harus diperkuat dengan anggaran bersumber dari pungutan wisatawan asing. Tanggungjawab desa adat dan subak sangat besar. “Subak sebagai penopang pangan di Bali. Subak juga harus terjaga keberlangsungannya dari kepunahan, karena menyangkut kesejahteraan petani lokal. Desa adat dan subak ini dua komponen inti yang tidak boleh kropos, harus ajeg dan lestari. Nggak ada desa adat dan subak yang menjadi inti budaya, mana turis tertarik ke Bali,” ujar Gus Adhi.
Sampah juga berdampak terhadap pariwisata? “Betul memang sampah mengancam pariwisata, tapi bisa diatasi dengan cara pengolahan dari sumbernya. Pengelolaan sampah berbasis sumber itu diserahkan ke kabupaten dan kota dengan strategi-strategi pemerintah di kabupaten. Itu ada anggarannya, bisa juga melibatkan lembaga swasta dengan CSR. Kecuali pengelolaan TPA Regional memang itu urusannya Provinsi,” tegas politisi asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini.
Menurut Gus Adhi, pengelolaan sampah juga sudah ada pengaturan melalui Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Urusan sampah kata dia, juga terkait dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, Permendagri Nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Gus Adhi juga menegaskan, lahirnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga tidak mengubah tugas dan wewenang pengelolaan sampah tersebut. “Jadi Undang-undang dan turunan aturannya sudah jelas. Sebaiknya, dana dari pungutan turis asing fokus untuk desa adat dan subak, sehingga mempercepat kesejahteraan masyarakat Bali,” tegas mantan Anggota Komisi IV membidangi pertanian dan kelautan ini.n nat
Komentar