Dinas Perizinan Cari Solusi Masalah Pelaku Usaha
SINGARAJA, NusaBali - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Buleleng mencari penyelesaian terhadap masalah perizinan pelaku usaha. Sejumlah pengusaha mengeluhkan kesulitan dalam aturan yang berkaitan dengan perizinan terutama soal izin Air Bawah Tanah dan Sektor Pertambangan (ABT).
Kepala Dinas PMPTSP Buleleng I Made Kuta mengatakan pihaknya mengundang pengusaha dari sektor pariwisata maupun Galian C pertambangan memfasilitasi permasalahan pelaku usaha terkait perizinan ABT. Pengusaha pariwisata terutama perhotelan kebanyakan menggunakan air bawah tanah untuk menjalankan usahanya.
Persoalan muncul ketika Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan dengan turunan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berbasis Risiko. Sedangkan usaha bidang ABT masuk dalam kategori berisiko tinggi karena itu kewenangan untuk menerbitkan izin ada di Pemerintah Pusat.
"Kami yang di daerah tidak tinggal diam melihat kondisi tersebut mengingat persyaratan untuk perizinan cukup lumayan karena harus menyertakan rekomendasi dari BWS (Balai Wilayah Sungai), rekomendasi PDAM dan izin lingkungan yakni UKL-UPL dan itu cukup dirasakan bagi pengusaha," terang Kuta, Jumat (24/11).
Kuta menyebut, pihaknya memberikan ruang untuk memfasilitasi pelaku usaha yang memanfaatkan ABT agar diketahui proses penerbitan perizinan yang sebenarnya. Karena dalam konteks itu masih terdapat kegamangaan bagi masyarakat yang hendak mengurus izin.
"Maunya cepat (memiliki izin) namun kenyataannya saat melakukan proses penerbitan izin para pengusha mengeluh karena dianggap ribet dan sulit. Kami membantu memfasilitasi sesuai kewenangan melakukan sosialisasi dan pemahaman proses pengurusan izin. Pemerintah Daerah siap memberikan pendampingan jika diminta," jelasnya.
Saat ini proses penerbitan izin sudah melalui sistem OSS (Online Single Submission dengan mekanisme digital dan bersifat mandiri. "Kami hanya ingin menyamakan persepsi untuk memberikan titik terang kepada pelaku usaha agar masalah mereka dibantu oleh Pemerintah Provinsi sebagai perpanjangan tangan Pemeirntah Pusat," terang I Made Kuta.7mzk
Persoalan muncul ketika Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan dengan turunan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berbasis Risiko. Sedangkan usaha bidang ABT masuk dalam kategori berisiko tinggi karena itu kewenangan untuk menerbitkan izin ada di Pemerintah Pusat.
"Kami yang di daerah tidak tinggal diam melihat kondisi tersebut mengingat persyaratan untuk perizinan cukup lumayan karena harus menyertakan rekomendasi dari BWS (Balai Wilayah Sungai), rekomendasi PDAM dan izin lingkungan yakni UKL-UPL dan itu cukup dirasakan bagi pengusaha," terang Kuta, Jumat (24/11).
Kuta menyebut, pihaknya memberikan ruang untuk memfasilitasi pelaku usaha yang memanfaatkan ABT agar diketahui proses penerbitan perizinan yang sebenarnya. Karena dalam konteks itu masih terdapat kegamangaan bagi masyarakat yang hendak mengurus izin.
"Maunya cepat (memiliki izin) namun kenyataannya saat melakukan proses penerbitan izin para pengusha mengeluh karena dianggap ribet dan sulit. Kami membantu memfasilitasi sesuai kewenangan melakukan sosialisasi dan pemahaman proses pengurusan izin. Pemerintah Daerah siap memberikan pendampingan jika diminta," jelasnya.
Saat ini proses penerbitan izin sudah melalui sistem OSS (Online Single Submission dengan mekanisme digital dan bersifat mandiri. "Kami hanya ingin menyamakan persepsi untuk memberikan titik terang kepada pelaku usaha agar masalah mereka dibantu oleh Pemerintah Provinsi sebagai perpanjangan tangan Pemeirntah Pusat," terang I Made Kuta.7mzk
1
Komentar