BPBD Bali Modif Alat Peringatan Dini Tsunami
Terkoneksi dengan Radio Digital
DENPASAR, NusaBali - Putra daerah Bali yang juga Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, I Gede Agung Teja Busana Yadnya berhasil memodifikasi alat peringatan dini tsunami Ina-TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Modifikasi dilakukan Teja untuk mengurangi biaya perawatan yang mahal dari Ina-TEWS. Sementara peringatan dini tsunami sangat penting di Bali. Hingga saat ini alat peringatan dini tsunami telah dipasang di Kelurahan Serangan, Sanur, Tanjung Benoa, Pantai Kedonganan, ITDC Nusa Dua, Kuta, Seminyak, Tabanan (dekat Tanah Lot) dan Seririt di Buleleng.
Menurut Teja, sistem kerja Ina-TEWS selama ini dibantu oleh BMKG dengan menggunakan satelit. Inovasi harus segera dilakukan terhadap Ina-TEWS karena biaya maintenance dengan sistem tersebut sangat mahal. Berbagai upaya dan percobaan pun dilakukan sejak bulan Mei-November 2023. Akhirnya sistem satelit ini diganti dengan sistem radio digital. Sirene kini terkoneksi dengan radio digital dengan menggunakan pulsa melalui kartu GSM.
"Sparepart sangat mahal bila menggunakan sistem yang lama. Bayangkan saja biaya perawatan atau maintenance per unit bisa lebih dari Rp 100 juta. Coba dikalikan saja, ada 9 unit. Hampir mendekati Rp 1 miliar," ujar Teja, Sabtu (25/11). Pengalamannya di bidang kebencanaan di Bali membuat Teja belajar banyak hal termasuk sirine peringatan dini tsunami tersebut. Ujicoba sudah dilakukan dan tanpa menggunakan satelit pun sirine peringatan dini tsunami tetap berbunyi dan sudah pernah dicoba setiap tanggal 26 setiap bulannya.
Saat ini Bali sudah mengaplikasikan sistem peringatan dini tsunami yang baru dari sistem satelit ke radio digital. Karena mengaplikasikan sistem yang baru tersebut dan merupakan sebuah penemuan atau inovasi yang baru, maka namanya pun berubah dari Ina-TEWS menjadi B-TEWS atau Bali-Tsunami Early Warning System.
Untuk memelihara keandalannya, B-TEWS akan tetap diuji coba setiap bulan, yaitu setiap tanggal 26 pukul 10.00 Wita. "Bali sudah mengaplikasikan sistem baru dalam sistem peringatan dini tsunami dari Ina-TEWS ke B-TEWS. Pergantian ini sebagai strategi Pemerintah Provinsi Bali untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih efektif, efisien dan dapat dikolaborasikan dengan privat sektor tanpa mengurangi kehandalannya," jelas Teja.
Mahalnya sistem Ina-TEWS menyulitkan Pemerintah Provinsi Bali untuk menambah infrastruktur jaringan sirine sehingga cakupan layanan peringatan dini sangat rendah. Ditambah sparepartnya mulai sulit karena produksinya sudah diskontinyu. Padahal masyarakat pada zona bahaya tsunami yang mendapat akses peringatan tidak sampai 5 persen. Sementara konsensus global yang dihasilkan pada konferensi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) tahun 2022, menyatakan bahwa setiap penduduk atau 100 persen penduduk harus mendapatkan layanan peringatan dini bencana pada tahun 2030.
Provinsi Bali mengambil langkah cepat dengan inovasi baru B-TEWS. Ini dilakukan agar jangan sampai wilayah Bali tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami. Sebab hasil kajian risiko bencana menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu wilayah rawan bencana karena ada 15 jenis bencana dengan mayoritas berisiko tinggi dan ada beberapa yang risiko sedang serta rendah.
Tsunami adalah salah satu yang berisiko tinggi dan sejarah menunjukkan bencana tsunami selalu berdampak pada korban secara masif. Potensi tsunami juga teridentifikasi dari berbagai riset oleh para ahli dan analisis BMKG yang mendeteksi adanya dua zona megatrust di bagian selatan Pulau Bali yaitu Megathrust East Java dengan potensi gempa 8,7 SR dan Megathrust Sumba dengan potensi gempa 8,5 SR. Data historis yang tercatat setidaknya Bali pernah mengalami tsunami sebanyak 8 kali. 7 cr78
Menurut Teja, sistem kerja Ina-TEWS selama ini dibantu oleh BMKG dengan menggunakan satelit. Inovasi harus segera dilakukan terhadap Ina-TEWS karena biaya maintenance dengan sistem tersebut sangat mahal. Berbagai upaya dan percobaan pun dilakukan sejak bulan Mei-November 2023. Akhirnya sistem satelit ini diganti dengan sistem radio digital. Sirene kini terkoneksi dengan radio digital dengan menggunakan pulsa melalui kartu GSM.
"Sparepart sangat mahal bila menggunakan sistem yang lama. Bayangkan saja biaya perawatan atau maintenance per unit bisa lebih dari Rp 100 juta. Coba dikalikan saja, ada 9 unit. Hampir mendekati Rp 1 miliar," ujar Teja, Sabtu (25/11). Pengalamannya di bidang kebencanaan di Bali membuat Teja belajar banyak hal termasuk sirine peringatan dini tsunami tersebut. Ujicoba sudah dilakukan dan tanpa menggunakan satelit pun sirine peringatan dini tsunami tetap berbunyi dan sudah pernah dicoba setiap tanggal 26 setiap bulannya.
Saat ini Bali sudah mengaplikasikan sistem peringatan dini tsunami yang baru dari sistem satelit ke radio digital. Karena mengaplikasikan sistem yang baru tersebut dan merupakan sebuah penemuan atau inovasi yang baru, maka namanya pun berubah dari Ina-TEWS menjadi B-TEWS atau Bali-Tsunami Early Warning System.
Untuk memelihara keandalannya, B-TEWS akan tetap diuji coba setiap bulan, yaitu setiap tanggal 26 pukul 10.00 Wita. "Bali sudah mengaplikasikan sistem baru dalam sistem peringatan dini tsunami dari Ina-TEWS ke B-TEWS. Pergantian ini sebagai strategi Pemerintah Provinsi Bali untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih efektif, efisien dan dapat dikolaborasikan dengan privat sektor tanpa mengurangi kehandalannya," jelas Teja.
Mahalnya sistem Ina-TEWS menyulitkan Pemerintah Provinsi Bali untuk menambah infrastruktur jaringan sirine sehingga cakupan layanan peringatan dini sangat rendah. Ditambah sparepartnya mulai sulit karena produksinya sudah diskontinyu. Padahal masyarakat pada zona bahaya tsunami yang mendapat akses peringatan tidak sampai 5 persen. Sementara konsensus global yang dihasilkan pada konferensi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) tahun 2022, menyatakan bahwa setiap penduduk atau 100 persen penduduk harus mendapatkan layanan peringatan dini bencana pada tahun 2030.
Provinsi Bali mengambil langkah cepat dengan inovasi baru B-TEWS. Ini dilakukan agar jangan sampai wilayah Bali tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami. Sebab hasil kajian risiko bencana menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu wilayah rawan bencana karena ada 15 jenis bencana dengan mayoritas berisiko tinggi dan ada beberapa yang risiko sedang serta rendah.
Tsunami adalah salah satu yang berisiko tinggi dan sejarah menunjukkan bencana tsunami selalu berdampak pada korban secara masif. Potensi tsunami juga teridentifikasi dari berbagai riset oleh para ahli dan analisis BMKG yang mendeteksi adanya dua zona megatrust di bagian selatan Pulau Bali yaitu Megathrust East Java dengan potensi gempa 8,7 SR dan Megathrust Sumba dengan potensi gempa 8,5 SR. Data historis yang tercatat setidaknya Bali pernah mengalami tsunami sebanyak 8 kali. 7 cr78
1
Komentar