Jero Marga Klarifikasi soal Penyerobotan Tanah
Pura Kahyangan Taman Dibangun Atas Dasar Bhisama Tahun 1771
TABANAN, NusaBali - Jero Marga selaku penggugat krama Desa Adat Klecung terkait sengketa lahan di Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur angkat bicara. Dari klarifikasi yang disampaikan, Minggu (26/11), pihaknya membantah telah menyerobot tanah. Justru disebutkannya bahwa krama Desa Adat Klecung yang melakukan penyerobotan.
Alasan yang disampaikan itu bukan tanpa dasar, melainkan dibuktikan sejumlah fakta. Diantaranya adalah tanah seluas 27,8 are yang disengketakan adalah tanah warisan leluhur dan menjadi satu hamparan atau satu lokasi dengan Pura Kahyangan Taman yang disungsung pihak Jero Marga. Kemudian tanah tersebut sudah memiliki pipil petok D. Dan statusnya sekarang meskipun sudah dilakukan pensertifikatan milik orang lain, tetap dilakukan pembayaran pajak.
Dalam hal ini yang digugat pihak Jero Marga adalah subjek atas nama Pura Dalem Klecung dengan objek tanah milik Jero Marga. Sedangkan posisi Pura Dalem berada 400 meter di timur objek sengketa tanah. Dan tanah yang disengketakan sekarang posisinya sudah terbangun kios dagang yang sebelumnya adalah lahan kosong.
Kemudian yang menjadi akar permasalahan ini ketika pengukuran tanah terkait program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tahun 2017. Saat itu perwakilan dari Jero Marga Anak Agung Ketut Mawa Kesama selaku penggugat I mengikuti proses pengukuran tanah. Oleh krama atau Bendesa Adat Klecung saat itu menyebutkan tanah yang disengketakan tersebut telah diukur sebelumnya.
Oleh pihak Jero Marga ingin kembali mengukur tapi tim pengukuran menolak karena telah dilakukan pengukuran sebelumnya. Saat itu perwakilan Jero Marga berasumsi pengukuran ditolak mungkin untuk menghindari data ganda sehingga percaya dengan tim pengukuran untuk tak diukur ulang.
Namun tahun 2019 ketika ada petunjuk dari niskala saat pujawali di Pura Taman Klecung pihak Jero Marga adanya metetangisan (kerauhan). Setelah ditelusuri sampai ke BPN (Badan Pertanahan Negara) barulah tanah seluas 27,8 are yang posisinya berdekatan dengan pantai sudah disertifikatkan atas nama Pura Desa Pakraman Kelacung sesuai dengan sertifikat yang terbit.
Harusnya dengan tanah total seluas 3 hektare 0,75 are yang terdiri dari dua pipil ini memperoleh sertifikat lima buah sertifikat, terdiri dari satu sertifikat lahan basah sawah seluas 75 are dan lahan kering yang terdiri dari empat sertifikat. Dan ini hanya memperoleh empat sertifikat terdiri dari satu lahan basah dan tiga lahan kering sehingga ada satu bidang tanah yang belum tersertifikatkan.
Panglingsir Jero Marga, Anak Agung Nyoman Supadma sekaligus penggugat dua didampingi keluarga mengatakan, secara jelas tanah yang disengketakan ini milik warisan Jero Marga karena menjadi satu kesatuan dengan Pura Kahyangan Taman. Dan ada di wedidangan Nista Mandala Pura Kahyangan Taman. "Jadi yang menyerobot bukan kami," ujarnya saat memberikan klarifikasi bersama awak media di Puri Jero Marga, Desa/Kecamatan Kerambitan, Minggu (26/11).
Apalagi kata dia, pura ini dibangun berdasarkan Bhisama (permohonan) sekitar tahun 1771. Dulu panglingsirnya Ngurah Gede Agung senang berburu ke Tabanan bagian Barat. Sampai akhirnya berburu ke perbatasan Jembrana hingga dikira pasukan yang akan menyerbu kerajaan di Jembrana.
Pada saat itulah pangelingsirnya ini membuat Bhisama jika selamat dari tangkapan prajurit raja di Jembrana akan membangun Pura Kahyangan Taman sekaligus memang tanah ini milik duwe Jero Marga. "Cerita ini berdasarkan babad selilisih Jero Marga. Artinya tidak dikarang-karang. Dengan kondisi itulah kami wajib mempertahankan," tegasnya.
Dia menyebutkan dalam permasalahan ini sebelum dilakukan gugatan ke pengadilan, telah dilakukan mediasi di tahun 2020 bertempat di kantor Desa Tegal Mengkeb sebanyak tiga kali. Hanya saja dari mediasi itu tak menemukan jalan terang alias gagal, Desa Adat Klecung tetap ingin mempertahankan tanah yang sudah disertifikatkan.
"Sebenarnya hubungan kami dengan Desa Adat Klecung sangat bagus dari dulu terjalin. Ingin meminjam lahan kami untuk dijadikan lapangan sepakbola sudah kami berikan. Kemudian ingin membuat jalan untuk kepentingan umum karena melintasi duwe Pura Kahyangan Taman kami izinkan," kata Supadma.
Untuk itu dia menginginkan aset yang menjadi lahan Pura Kahyangan Taman ini dikembalikan ke Jero Marga. Masalah mau dimanfaatkan untuk jadi apapun oleh pihak Krama Desa Adat Klecung dipersilakan asalkan beretika. "Dalam pengukuran tanah saat 2017 itu kami tidak pernah menandatangi selaku penyanding jika memang tanah yang disengketakan ini milik duwe Pura Dalem Klecung," akunya.
Sementara itu Kuasa Hukum Jero Marga Anak Agung Sagung Ratih Maheswari mengatakan tujuan kliennya membuat klarifikasi bukan untuk mencari pembenaran. Namun ingin menyampaikan kebenaran.
"Jarak waktu untuk membuat klarifikasi memang jauh karena kami ingin menghormati persidangan terkait dengan selesainya penyampaian bukti-bukti," katanya.
Dia kembali menegaskan, lahan yang disengketakan ini adalah bukan Pura Dalem Klecung. Melainkan subjeknya saja Pura Dalem Kelacung dengan objek tanah milik Jero Marga. "Biar tidak salah nanti informasi yang beredar. Pura Dalem Klecung ini jaraknya jauh di timur berjarak 400 meter. Tanah yang disengketakan adalah tanah milik duwe Jero Marga yang merupakan satu kesatuan dengan lahan Pura Kahyangan Taman," tegasnya.
Dia juga mengakui kasus sudah sempat dimediasi namun gagal. Akhirnya dilakukan gugatan di pengadilan tahun 2023. Sempat kasus dilaporkan ke polisi hingga kasus dihentikan oleh polisi dan mendapat surat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). "Itu bukan karena kami tidak cukup bukti melainkan hanya melaporkan satu penggugat. Harusnya keempat penggugat melaporkan, makanya dikeluarkan SP3," kata Ratih Maheswari.
Dia juga menambahkan alasan dari Desa Adat Klecung mempertahankan lahan tersebut berdasarkan telah menguasai lahan tersebut selama 60 tahun serta lahan yang disengketakan ini adalah pelaba Pura Dalem dan sudah disepakati warga dengan melakukan penandatangan. "Buktinya hanya itu saja yang disampaikan oleh mereka (tergugat)," katanya.
Ratih Maheswari berharap kasus segera menemukan titik terang. Meskipun sebelumnya pada sidang dengan agenda mendatangkan saksi Kamis (23/11) ditunda karena pelaksanaan sidang tidak kondusif sebab pihak penggugat membawa massa. "Kami sudah memohon kepada hakim untuk sidang selanjutnya biar lebih kondusif. Kemarin kami minta tunda karena situasi tidak bagus, daripada merugikan pihak kami, makanya kami tunda," tegasnya.
Untuk diketahui kasus ini muncul ke publik saat ratusan Krama Desa Adat Kelecung, Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur grudug Pengadilan Negeri (PN) Tabanan pada Senin (17/7). Saat itu kedatangan mereka ikut memberi dukungan agenda pra mediasi sidang gugatan perdata sengketa lahan Pura Dalem Desa Adat Kelecung.
Dalam kasus ini ada ada 27,8 yang disengketakan Desa Adat Kelecung dengan keluarga Jero Marga. Adapun penggugat dari pihak Jero Marga diantaranya Anak Agung Ketut Mawa Kesana, Anak Agung Supadma, Anak Agung Bagus Maradi Wisma Damana dan Anak Agung Bagus Ngurah Maradi Putra.
Dan selalu pihak tergugat adalah, Pura dalem Desa Pekraman Kelecung, I Ketut Siada (Bendesa Adat Kelecung), I Wayan Arjana, Perbekel Tegal Mengkeb, dan BPN Tabanan karena mengeluarkan sertifikat atas nama Desa Adat Klecung. 7des
1
Komentar