Parpol di Bali Tunjukan Eksistensi
Selain gerakan partai untuk mengedepankan kader, beratnya persaingan calon perseorangan juga mempengaruhi jalur parpol lebih dipilih.
Kandidat Cagub-Cawagub Didominasi Kader Parpol
DENPASAR, NusaBali
Partai politik menunjukkan eksistensinya dengan melahirkan calon pemimpin dengan bermunculan kader partai maju di Pilkada serentak 2018 mendatang. Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Dr I Nyoman Subanda di Denpasar, Minggu (16/7) mengatakan partai politik menunjukkan eksistensinya karena kadernya banyak bermunculan dan diwacanakan maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2018.
Subanda mengatakan hampir semua partai politik di Bali konsisten mengedepankan kadernya. Mulai di PDIP, Golkar, Demokrat dan Gerindra. “Hampir semua parpol besar ini mengedepankan dan mewacanakan kader partai yang tampil. Ini memang bagus karena partai mampu melahirkan calon pemimpin. Walaupun bukan berarti menutup ruang bagi publik atau calon perseorangan,” tegas Subanda.
Subanda mengungkapkan proses di PDIP untuk Cagub dari kader partai bermunculan, seperti Dr Ir I Wayan Koster politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng yang Ketua DPD PDIP Bali, Ni Putu Eka Wiryastuti kader senior PDIP yang kini Bupati Tabanan. Selain itu untuk Cawagub kader PDIP yang mendaftar adalah Putu Agus Suradnyana, Ketua DPC PDIP Buleleng yang Bupati Buleleng dua periode.
Kemudian ada I Gusti Agung Rai Wirajaya anggota Fraksi PDIP DPR RI, politisi asal Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Untuk di PDIP hanya ada 2 kandidat independen yang mendaftar, yakni Cagub Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Walikota Denpasar asal Desa Sumerta, Denpasar Timur dan Cawagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, mantan Bupati Gianyar dari Puri Agung Ubud Gianyar.
Di Partai Golkar kata Subanda kader partai sendiri, yakni Ketua DPD I Golkar Bai I Ketut Sudikerta dicalonkan sebagai Cagub. Bahkan Sudikerta tanpa pesaing di internal partainya. Sudikerta politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini kini menjabat Wakil Gubernur Bali. ”Di Golkar bahkan tidak ada ruang bagi non kader. Mereka sepakat usung kader,” tegas Subanda.
Sementara di Demokrat, kader-kadernya juga muncul sebagai kandidat Cagub maupun Cawagub. Ada I Putu Supadma Rudana politisi asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar yang juga Wasekjen DPP Demokrat. Supadma Rudana adalah kandidat PAW DPR RI pengganti Putu Sudiartana yang akan segera dilantik. Kader Demokrat lainnya I Made Mudarta Ketua DPD Demokrat Bali. Politisi asal Desa Nusa Sari, Kecamatan Melaya, Jembrana ini dijagokan maju di Pilgub Bali. Selain itu ada Ni Putu Tutik Kusuma Wardhani yang dijagokan maju di Pilgub Bali. Srikandi asal Buleleng ini adalah anggota DPR RI.
Kader Demokrat lainnya ada I Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles juga digadang-gadang maju di Pilgub Bali. “Demokrat juga mengedepankan kader partai untuk bertarung. Ini artinya Demokrat benar-benar percaya diri dan menyiapkan kader untuk tampil. Saya melihatnya memang bagus karena kader lebih diprioritaskan,” tegas akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Subanda menegaskan Partai Gerindra justru lebih ekstrim. Gerindra malah sejak awal mempelopori bahwa kader partai akan mendapatkan priroritas utama maju di Pilkada, baik untuk posisi Cagub dan Cawagub. “Gerindra juga sama. Ini artinya partai masih sangat percaya dengan kader sendiri dalam perspektif penguatan mesin partai dan uji kekuatan partai. Ini bagus karena menunjukkan sukses melahirkan calon pemimpin,” ungkap Subanda
Ditambahkannya, selain memang gerakan partai mengedepankan kader untuk diusung sebagai calon kepala daerah di Pilkada serentak 2018, sistem Pilkada juga memberikan pengaruhnya. Salah satunya akibat beratnya persyaratan calon perseorangan (independen). “Salah satunya menembus syarat dukungan KTP valid (terverifikasi) bagi calon. Jadinya kandidat perseorangan akan lebih cenderung menumpang kendaraan partai,” ujar Subanda.
Selain itu calon perseorangan juga tidak percaya diri. Ketika nanti sudah naik tahta menjabat di eksekutif posisi tawar mereka sangat lemah. Karena mereka bermasalah dalam check and balance dalam tata pemerintahan. Artinya mereka tidak nyaman tanpa disokong partai. “Ini juga membuat kandidat perseorangan lebih cenderung ke partai,” tegas Subanda.
Di sisi lain Subanda mengungkap calon perseorangan dari sisi finansial kerepotan dalam menyiapkan logistik. Apalagi dengan pola masyarakat sekarang butuh dana saksi. “Untuk menyiapkan saksi, hanya mesin partai yang siap dan bisa. Karena biayanya bisa ditekan dengan mengerahkan kader. Kalau perseorangan agak berat dan biayanya besar. Jadi sekarang kesempatan partai politik menunjukkan eksistensinya mendominasi proses ini penjaringan ini. Walaupun DPP partai masing-masing dalam menelorkan rekomendasi punya pertimbangan-pertimbangan lain,” pungkas Subanda. *nat
Komentar