Jokowi Minta Perbankan Genjot Kredit Usaha
Ingatkan jangan terlalu banyak untuk membeli SBN, SRBI, atau SVBI
JAKARTA, NusaBali
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) meminta perbankan menggenjot penyaluran kredit ke sektor riil, terutama untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM).
Berdasarkan aduan dari pelaku usaha, ia mengungkapkan peredaran uang yang digelontorkan ke sektor bisnis semakin kering.
"Jangan-jangan terlalu banyak yang dipakai untuk membeli SBN (Surat Berharga Negara), atau terlalu banyak dipakai beli SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) atau SVBI (Sekuritas Valas Bank Indonesia)," ujar Jokowi yang disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023, Rabu (29/11) seperti dilansir kompas.com.
Dengan begitu, uang yang masuk ke sektor riil dari perbankan jadi berkurang. Untuk itu Jokowi berpesan, meskipun perbankan perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, tetapi penyaluran kredit harus tetap digalakan.
"Tolong lebih didorong lagi kreditnya, terutama bagi UMKM," imbuh dia.
Sebaliknya, perbankan diminta untuk tidak beramai-ramai memborong SBN dan instrumen yang disediakan BI.
"Agar sektor riil kelihatan lebih baik dari tahun lalu," ungkap dia.
Meskipun demikian, Jokowi tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tetap tumbuh pada kisaran 5 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga meminta perbankan untuk mengelontorkan lebih banyak penyaluran kredit.
BI sendiri telah melakukan injeksi likuiditas untuk perbankan. Harapannya, hal ini akan membuat perbankan memiliki likuiditas yang cukup untuk menyalurkan kredit.
"Pesan kami, para perbankan kalau ditambah likuiditas seperti pesan Bapak Presiden, tolong itu disalurkan untuk kredit," tutup dia.
Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan kondisi likuiditas perbankan saat ini memiliki ruang yang memadai untuk menyalurkan kredit.
“Kondisi loan to deposit (LDR) berada di kisaran 83 persen, itu menunjukkan bahwa ruang dari peningkatan alokasi kredit pinjaman masih besar,” kata Mahendra saat ditemui usai kegiatan Risk & Governance Summit 2023 di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis.
Dia menambahkan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang melambat dibanding tahun lalu terbilang wajar, mengingat kinerja industri perbankan baru mengalami rebound usai diterpa krisis pandemi COVID-19.
Oleh sebab itu, hal yang perlu menjadi perhatian adalah terjaganya tingkat pertumbuhan kredit dan DPK di level yang hampir sama dengan prapandemi. Menurut dia, itu adalah kondisi yang wajar terutama setelah menghadapi krisis yang besar.
Di sisi lain, Mahendra menyoroti perlunya menjaga potensi pertumbuhan kredit di sektor riil. Sebab, kebutuhan kredit, peningkatan investasi, modal kerja, hingga kebutuhan lainnya sangat bergantung dengan kondisi pertumbuhan di sektor riil.
“Selama itu kita jaga, dan kami pahami pemerintah betul-betul ingin menjaga hal tersebut pada sisa tahun ini dan tahun depan, maka momentum itu bisa tetap baik dan tentu memberikan peluang respons kondisi perbankan yang juga sama baiknya,” tutur dia. 7
1
Komentar