Gaya Angan-angan Orang Tua dan Guru
ORANGTUA sering berperilaku sewot, ketika anak menjatuhkan gelas dan pecah. Melihat anaknya memecahkan gelas, dia spontan bereaksi marah, jutek, tak ramah, atau galak.
Apakah reaksi demikian akan mengembalikan gelas yang terlanjur pecah? Apakah ada pembelajaran di balik pemecahan gelas tersebut? Apakah kemarahan itu sebanding dengan nilai sebuah gelas? Apakah nilai sebuah gelas sebanding dengan luka psikologis yang diderita anak akibat kemarahan, kejutekan, ketak-ramahan, dan sebagainya?
Idealnya, anak-anak perlu dipeduli melebihi dari orang tua atau lingkungannya. Orangtua sering berdalih bahwa dia paling peduli terhadap karakter anak. Sebenarnya, dia telah melakukan angkat berat, walau perilaku anak tidak berubah hanya dengan kemarahan, kejutekan, ketidak-ramahan. Masalah terpecahkan, bukan? Tentu saja tidak. Mengapa orang tua tidak memikirkan strategi pengasuhan anak yang lain, seperti ‘wishful parenting?’
Pada intinya, wishful parenting adalah strategi berkomunikasi yang mendorong anak berselancar dalam angan-angan. Pada contoh pemecahan gelas, orangtua dapat berkomunikasi secara normal, menghindari kemarahan, kejutekan, atau sejenisnya. Pembelajaran positif dan kreatif tentang berbagai hal, seperti: kehati-hatian, kejujuran, logika berpikir, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya dapat dijadikan media berpikir kritis pada anak. Tanyalah anak dengan santun dan respek berbagai angan mengambil sebuah gelas. Misalnya, kenapa perlu gelas dan untuk apa? Kenapa gelasnya jatuh dan pecah? Apa akibat dari pecahnya gelas, apakah yang diangankan tercapai atau tidak? Diskursus kritis seperti itu merupakan strategi berkomunikasi yang didasari atas kasih sayang, berintegritas, pengabdian, kebersamaan, dan berketuhanan yang adil dan bijaksana.
Seorang ibu muak diganggu oleh putranya saat dia sedang rapat kerja. Solusinya? Dia meletakkan catatan di pintu kantornya, ‘In a work meeting. Please do not interrupt’. Masalah terpecahkan, bukan? Tentu saja tidak. Reaksi demikian tidak akan berhasil. Nota kecil di pintu tidak dapat mencegah perilaku buruk. Anak-anak tidak akan membuat pilihan yang tepat, untuk mendisiplinkan dirinya. Jadi, bukan anak tersebut tidak menghormati catatan itu. Catatan ibu tidak penting baginya. Peduli tentang catatan itu tidak sama dengan hasil nyata dalam pikirannya. Semua angan-angan ibu tidak pergi ke mana-mana. Perilaku anak-anak kita tidak hanya penting bagi kita, tetapi juga penting bagi mereka. Anak-anak kita tidak hanya perlu peduli, tetapi mereka juga perlu peduli lebih dari kita.
Kalau ada wishful parenting, bisa saja ada wishful teaching, misalnya guru yang inspiratif dan komunikatif. Guru inspiratif adalah guru yang memberikan stimulasi mental kepada murid-muridnya. Stimulasi mental yang diberikan kepada siswa akan memberikan dampak yang lebih kuat terhadap pemahaman murid/siswa, karena semakin banyaknya emosi positif. Contoh guru kreatif dan inovatif adalah seorang guru yang mampu mengkreaikan pembelajaran dengan mencoba berbagai hal baru. Selain itu juga meneliti, bahkan sampai berkarya untuk membuat berbagai model atau media pembelajaran untuk kepentingan pembelajaran dan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Semoga. 7
Idealnya, anak-anak perlu dipeduli melebihi dari orang tua atau lingkungannya. Orangtua sering berdalih bahwa dia paling peduli terhadap karakter anak. Sebenarnya, dia telah melakukan angkat berat, walau perilaku anak tidak berubah hanya dengan kemarahan, kejutekan, ketidak-ramahan. Masalah terpecahkan, bukan? Tentu saja tidak. Mengapa orang tua tidak memikirkan strategi pengasuhan anak yang lain, seperti ‘wishful parenting?’
Pada intinya, wishful parenting adalah strategi berkomunikasi yang mendorong anak berselancar dalam angan-angan. Pada contoh pemecahan gelas, orangtua dapat berkomunikasi secara normal, menghindari kemarahan, kejutekan, atau sejenisnya. Pembelajaran positif dan kreatif tentang berbagai hal, seperti: kehati-hatian, kejujuran, logika berpikir, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya dapat dijadikan media berpikir kritis pada anak. Tanyalah anak dengan santun dan respek berbagai angan mengambil sebuah gelas. Misalnya, kenapa perlu gelas dan untuk apa? Kenapa gelasnya jatuh dan pecah? Apa akibat dari pecahnya gelas, apakah yang diangankan tercapai atau tidak? Diskursus kritis seperti itu merupakan strategi berkomunikasi yang didasari atas kasih sayang, berintegritas, pengabdian, kebersamaan, dan berketuhanan yang adil dan bijaksana.
Seorang ibu muak diganggu oleh putranya saat dia sedang rapat kerja. Solusinya? Dia meletakkan catatan di pintu kantornya, ‘In a work meeting. Please do not interrupt’. Masalah terpecahkan, bukan? Tentu saja tidak. Reaksi demikian tidak akan berhasil. Nota kecil di pintu tidak dapat mencegah perilaku buruk. Anak-anak tidak akan membuat pilihan yang tepat, untuk mendisiplinkan dirinya. Jadi, bukan anak tersebut tidak menghormati catatan itu. Catatan ibu tidak penting baginya. Peduli tentang catatan itu tidak sama dengan hasil nyata dalam pikirannya. Semua angan-angan ibu tidak pergi ke mana-mana. Perilaku anak-anak kita tidak hanya penting bagi kita, tetapi juga penting bagi mereka. Anak-anak kita tidak hanya perlu peduli, tetapi mereka juga perlu peduli lebih dari kita.
Kalau ada wishful parenting, bisa saja ada wishful teaching, misalnya guru yang inspiratif dan komunikatif. Guru inspiratif adalah guru yang memberikan stimulasi mental kepada murid-muridnya. Stimulasi mental yang diberikan kepada siswa akan memberikan dampak yang lebih kuat terhadap pemahaman murid/siswa, karena semakin banyaknya emosi positif. Contoh guru kreatif dan inovatif adalah seorang guru yang mampu mengkreaikan pembelajaran dengan mencoba berbagai hal baru. Selain itu juga meneliti, bahkan sampai berkarya untuk membuat berbagai model atau media pembelajaran untuk kepentingan pembelajaran dan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Semoga. 7
Prof Dewa Komang Tantra MSc, PhD
Guru Besar Tetap Universitas Warmadewa
Guru Besar Tetap Universitas Warmadewa
Komentar